Home / Romansa / Crash Melody / Crash Melody 3

Share

Crash Melody 3

Author: Rani Giza
last update Last Updated: 2023-10-25 18:10:24

Rita membereskan beberapa perabotan yang berserakan di lantai kamarnya. Gadis itu menata kembali vas bunga dan bunga yang berantakan. Setelah itu, dia meletakkan vas bunga di atas nakas. Dia lalu mengambil tasnya yang juga berada di lantai. Dia letakkan tasnya itu di atas meja rias. Setelah itu, Rita duduk di depan meja rias. Dia menatap wajahnya di depan cermin.

Tanpa perlu memperhatikan dengan teliti, warna ungu kehitaman di bawah tulang pipinya yang kanan terlihat jelas. Dalam hitungan detik, kedua rongga mata Rita dipenuhi cairan bening. Tak ingin cairan itu jatuh ke pipi, Rita mengusap cairan itu dengan kedua tangannya.

Rita lalu kembali ke ranjang. Dia duduk di tepi ranjang itu. Beberapa detik kemudian rongga matanya penuh lagi oleh cairan bening. Seiring dengan terputarnya lagi kejadian semalam di pikirannya, tangis Rita pecah.

Sepulang dari pemotretan, Fathan mengajak Rita ke sebuah restoran. Laki-laki itu tampak biasa saja. Sepanjang makan mereka mengobrol seperti biasa. Fathan bahkan tertawa-tawa. Segalanya berubah suram saat Fathan berada di apartemen Rita. Laki-laki itu mengamuk seperti orang kesetanan. Bahkan tak sekali, dua kali laki-laki itu melayangkan pukulannya ke tubuh Rita.

Meski pada akhirnya keributan itu berakhir di ranjang dengan percintaan yang panas, Rita sama sekali tidak mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan dari sana. Setiap sentuhan Fathan hanya membuatnya semakin sadar kalau dia hanyalah pemuas birahi laki-laki itu. Tidak pernah ada cinta. Hanya Ritalah yang terjebak dalam perasaanya sendiri.

Lamunan rita terbuyar saat mendengar dering ponsel. Ada panggilan dari dania. Rita buru-buru mengusap air matanya lalu menggeser gambar telepon berwarna hijau yang ada di layar ponselnya.

“Gue udah di depan nih,” terdengar suara Dania dari seberang, “lo bukain pintu dong.”

“Oke,” sahut Rita, “gue ke depan sekarang.”

Sebelum berjalan ke pintu apartemennya, Rita bergegas ke kamar mandi dulu. Dia mencuci muka sebentar. Setelah itu dia mengambil air minum dari dispenser. Setelah menghabiskan segelas air putih dia baru berjalan keluar kamar.

“Lama banget lo, Bu ...,” Dania tak melanjutkan kata-katanya. Dia tertegun saat melihat mata sembab Rita.

“Lo abis nangis ya?” tanya Dania. Dia mengikuti Rita yang berjalan mendekati sofa.

Rita menghempaskan tubuhnya ke sofa panjang. “Enggak kok,” jawabnya.

Dania ikut duduk di sifa, di samping Rita. “Ih, boong,” katanya, “bocil TK juga tau kalo lo abis nangis, Ta, mata lo itu sembab banget. Eh, itu pipi lo gosong? Lo diapain sama Fathan?”

Tangis Rita pecah lagi akhirnya. Dia lalu menghambur memeluk Dania. “Gue berantem sama, Fathan?” katanya.

Dania berdecak. Pertengkaran dalam sebuah hubungan itu normal. Tapi bukan berarti Fathan harus main tangan kan? Bocah itu tabiatnya tidak pernah berubah.

“Gue udah bilang dari dulu kan sama lo,” kata Dania, “sepupu gue satu itu emang rada sedeng. Dari awal dia nyusul gue ke Jakarta, gue udah wanti-wanti dia biar nggak deket-deket sama gue. Bukannya apa-apa, kelakuannya bikin malu. Lah lo malah segala naksir sama dia.”

“Gue nggak nyangka kalau dia bakal sejauh ini,” kata Rita. Dia mundur dan melepaskan pelukannya.

“Terus rencana lo apa?” tanya Dania, “lo nggak pengen gitu mutusin dia?”

Rita menggeleng. Dia lalu mengambil tisu yang ada di meja untuk mengusap air matanya. “Nggak segampang itu, Dan,” balasnya, “gue udah terlanjur nyaman sama Fathan. Dan gue masih berharap suatu hari nanti dia bakalan berubah.”

Dania tidak menyahut lagi. Dia menghembuskan napas panjang. Membuka mata orang yang sedang buta karena cinta itu sia-sia. Buang-buang energi belaka.

“Oh iya, aku mau bahas tentang lowongan kerjaan sebagai asisten Evolution ya,” kata Rita, mengalihkan pembicaraan.

Dania mengangguk. “Lo serius nyuruh gue kerja jadi asisten artis?” kata Dania, “gue nggak ada pengalaman sama sekali loh.”

Rita tertawa. “Nggak apa-apa lah,” sahut Rita. Entar juga diajarin job desc lo apa aja. Lagian bukannya waktu sekolah lo suka banget akting ya. Dari SMP sampe SMA kan lo selalu ikut kelas drama. Siapa tau dengan jadi asiten Evolution entar lo kecipratan terkenal. Itu bisa jadi batu loncatan lo buat terjun ke dunia seni peran.”

Dania menghembuskan napas panjang. Apa yang Rita katakan benar. Dia tergila-gila dengan seni peran sejak sekolah dasar sebenarnya. Dania suka seni peran karena dengan berakting dia bisa menjadi karakter apa pun yang dia mau. Karena dengan berakting dia bisa menjadi orang lain dan mengabaikan sejenak fakta bahwa dia adalah murid yang cupu dan sering di-bully. Fakta yang selalu membuat Dania benci dengan dirinya sendiri. Singkatnya, dengan berperan menjadi orang lain yang bukan dirinya, Dania tersembuhkan walau hanya sejenak.

Setelah lulus sekolah dan awal-awal pindah ke Jakarta, Dania sempat mengikuti casting di beberapa rumah produksi sinetron. Tapi tak satupun dari puluhan usaha yang Dania lakukan berhasil. Tak ingin terus membuang waktu, akhirnya Dania fokus mencari pekerjaan dan mengabaikan mimpinya itu. Dia lalu berakhir menjadi teller dan sejak saat itu juga mimpinya dia kubur dalam-dalam.

“Yaudahlah lo atur aja,” kata Dania. Dia lalu berjalan meninggalkan ruang tamu.

“Mau ke mana lo?” tanya Rita.

Dania menjawab tanpa menoleh. “Cari cemilan di kulkas,” katanya, “gue laper belum sarapan.”

“Eh, sori ya,” kata Rita, “gue kelupaan nyiapin cemilan buat lo gara-gara nangis.”

“Nggak apa-apa,” sahut rita dari ruang sebelah, “malah enak gue bisa ngejarah kulkas lo dengan leluasa kalo ambil-ambil sendiri gini.”

Rita terbahak mendengar kata-kata Dania.

***

Endra melirik ke arah datangnya suara Fajar sebentar lalu menatap layar komputer lagi, memastikan kalau yang datang memanglah ayahnya. “Papa ngapain lagi ke kantor malem-malem gini,” katanya, “bukannya enak nonton film sambil nyantai sama Mama di ruang keluarga.”

Fajar tertawa. “Kamu kenapa sih kelihatan nggak seneng gitu Papa dateng?” katanya usai tawanya reda, “Papa cuma mau mastiin kamu baik-baik aja, nggak keteteran dan pastinya nggak telat makan. Lagian, Papa juga sedikit kangen sama suasana di tempat ini. Jadi, sekalian sama jalan-jalan tadi.”

Sejak Fajar memasuki usia pertengahan kepala lima, segala urusan bisnisnya dan segala hal yang ada di kantor memang di-handle Endra. Dia diminta anak laki-lakinya itu untuk beristirahat dan fokus menikmati masa tua. Namun dasarnya Fajar tidak suka duduk diam berlama-lama di rumah. Dia masih sering datang ke kantor meski dalam waktu malam-malam seperti sekarang. Kalau sedang benar-benar jenuh, dia kadang tak hanya datang ke kantor pusat yang ada di Jakarta.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Crash Melody   Crash Melody 164

    Yang masuk ke dalam ruangan setelah Hana dan Fajar keluar adalah Endra. Laki-laki itu awalya canguung saat melangkah ke dalam ruangan. Namun akhirnya dia bersuara juga setelah kakinya terhenti di dekat ranjang.“Kenapa lo nggak pernah cerita kalo lo sakit jantung?” tanya Endra.“Sebelumnya gue juga nggak tahu kok kalo gue sakit jantung. Gue baru ta ...”“Bohong,” sahut Endra, “gue pernah nemuin botol kecil tempat obat di kamar lo pas mau ngambil jam tangan Papa yang lo pinjem.”Zevan menghembuskan napas panjang. “Gue nggak mau terlihat lemah di hadapan orang-orang terdekat gue dan keluarga gue.”Endra tak menyahut. Dia memahami perasaan Zevan. Sebagai seorang anak laki-laki, dia juga gengsi akan bercerita tentang penyakit atau kelemahannya kepada keluarga.“Terus selama ini kenapa lo musuhin gue?” tanya Endra, “seharusnya kita nggak kayak gini nggak sih?”“Gue benci sama lo karena nyokap lebih sayang sama lo,” kata Zevan, “gue udah berusaha maklum kalo Papa selalu jarang ada di rumah

  • Crash Melody   Crash Melody 163

    Saat diberi tahu tentang perayaan hari ulang tahun sebenarnya Zevan tidak terlalu tertarik. Karena dia yakin momen itu tak akan menjadi momen yang spesial sespesial momen ulang tahun Endra. Dia bahkan berniat pergi di hari ulang tahunnya itu. Biar saja orang-orang rumah merayakan semua tanpa dirinya. Tapi setelah dinasihati Dania, akhirnya Zevan pun luluh. Meski tak terlihat bersemangat, Zevan tetap keluar kamar sekitar jam tujuh malam.Saat melihat dekorasi di ruang tamu rumahnya yang disulap menjadi hall, Zevan seketika merasa muak. Ruangan itu didekorasi dengan warna serba putih, warna kesukaan Endra. Pasti ini ide Hana. Lihatlah, di saat banyak Evolutioners yang menetahui hal-hal kecil tentang Zevan, ibunya sendiri malah tidak tahu warna favoritnya.Zevan seketika menghembuskan napas kasar. Dia ingin berbalik dan masuk ke dalam kamar lagi. Tapi niatnya itu tak berjalan mulus lantaran Fajar memanggilnya saat kakinya baru berjalan satu langkah.“Mau ke mana kamu?” tanya Fajar.“Mau

  • Crash Melody   Crash Melody 162

    Seiring dengan renggangya komunikasi Zevan dan Dania, pemberitaan di sosial media tentang mereka juga mereda. Seharusnya Dania senang karena dengan begitu dia tak menjadi bahan kejar-kejaran awak media lagi. Tapi, kenyataannya tidak. Dia justru semakin merasa kosong karena itu sekaligus memperjelas kalau dia dan Zevan memang sudah sejauh itu sekarang.Dania lalu memikirkan saran dari Sisil. Apakah memang sebaiknya dia mengajak Zevan mengobrol? Karena jujur, dia sudah sangat muak dengan kecanggungan yang terjadi di antara dia da Endra selama bebeberapa minggu belakangan ini.Setelah berpikir selama beberapa menit, akhirnya Dania memutuskan untuk mengajak Zevan mengobrol. Dia memutuskan untuk berbicara dengan laki-laki itu setelah Evolution tampil.Tanpa Dania sangka, ternyata Zevan juga berniat mengajaknya berbicara. Karena saat bertatap muka, keduanya mengucapkan, “gue mau ngobrol sama lo,” secara hampir bersamaan.“Lo duluan aja,” kata Dania akhirnya.“Lo saja,” kata Zevan.“Lo dulua

  • Crash Melody   Crash Melody 161

    “Jadi lo ngehancurin kencan mereka?” tamya Dania.“Iya,” sahut Zevan, “kesian anjir ceweknya tampangnya langsung bete gitu.”Dania terbahak. “Lah itu kan ulah lo juga kali,” katanya.“By the way, tadi gue udah mutusin kalo kita bakalan kelihatan kaya orang pacaran pas di depan Karra sama Endra aja,” kata Dania lagi.Zevan tak langsung menjawab. Kalau Dania sudah memutuskan seperti itu berarti kemungkainan mereka bersamaan akan berkurang. Tapi toh tak ada bedanya juga. Saat sedang bekerja pun dia teteap bisa mendekati Dania.“Zevan,” sahut Dania dari seberang, “kok lo diem sih?”“Eh, ya nggak apa-apa kalo misalnya keputusan lo kaya begitu,” sahut Zevan. Tapi sebenarnya dia berat mengucapkan hal itu.***Dania merasakan perubahan sikap Zevan selama beberapa hari. Kalau biasanya laki-laki itu sering mengobrol dengannya setiap istirahat makan siang, belakangan ini laki-laki itu jarang berbicara dengannya. Zevan berbicara dengannya kalau tentang masalah kerjaan saja. Sama persis saat awal-

  • Crash Melody   Crash Melody 160

    Endra tentu saja panik melihat Karra. Dia lalu berusaha menenangkan gadis itu.“Hei, udah dong nangisnya. Aku minta maaf,” kata Endra, “Dia lalu mengusap pipi Karra yang basah dengan ujung ujung jarinya.“Sini,” kata Endra. Dia lalu mendekap Karra Erat-erat.“Jadinya kamu kenapa kok jadi aneh sikapnya ke aku setelah pesta malem itu?” tanya Dania setelah Endra melepaskan pelaukannya.Endra menghembuskan napas kasar. “Aku cuma masih syok aja ngelihat Zevan jaian sama seseorang yang pernah ada hubungan sama aku.”Karra menghembuskan napas panjang. “Beneran cuma itu? Sykur deh kalau kecurigaanku gak bener.”Endra tersenyum. Dia lalu mendekatkan wajahnya ke Karra. Tanpa aba-aba, dia menyematkan kecupan lembut dan dalam di bibir gadis itu. Rasanya seperti sudah lama sekali dia tak menyalurkan perasaannya pada Karra. Maka, dia lampiaskan semuanya sekarang. Perlahan, tangan kanannya pun mulai merayap di bawah rok Karra. Namun ketika mencapai pinggul gadisya itu, tangannya terhenti lantaran te

  • Crash Melody   Crash Melody 159

    “Ayo buruan,” kata Hana.Endra menghembuskan napas kasar. Dia lalu maju lebih dulu.“Zevan buruan!” kata Hana.Akhirnya Zevan ikut maju juga. Mereka berdua akhirya saling bersalaman walau tak saling pandang. Hana geleng-geleng kepala melihatnya. Wanita itu lalu menghembuskan napas panjang.“Cepetan balik ke kamar sana, Endra,” kata Fajar, “Papa nggak mau ya ngeliat kalian berkelahi lagi kaya gini.”“Nggak janji,” kata Endra. Dia lalu beranjak pergi.***Seperti yang sudah Zevan duga sebelumnya. Kemunculannya dengan Dania di pesta malam itu pasti akan mengundang perhatian publik. Zevan tak tahu siapa pelaku pertama yeng mengunnggah video itu di internet. Yang pasti keesokan harinya setelah pesta itu selesai, videonya berdansa dengan Dania sudah tersebar di sosial media. Di X bahkan hastag ZevanDania masuk ke dalam sepuluh besar trending.Zevan ada jadwal nanti jam satu siang. Mungkin, dia baru akan keluar rumah sekitar jam sebelas pagi atau jam setengah dua belas siang. Selama itu dia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status