Vintari melebarkan kedua tangannya di kala pagi menyapa. Gadis itu menyibak selimut turun dari ranjang, dan segera menuju ke kamar mandi. Dia ingin segera berangkat kuliah demi menghindar dari orang tuanya.
“Vintari.” Jenny melangkah masuk ke dalam kamar, mendekat pada Vintari
Vintari mendesah panjang menatap ibunya ada di depannya. “Ada apa, Mom?”
“Hari ini kau tidak usah kuliah. Kau temani Mommy dan Daddy,” jawab Jenny seraya membelai pipi Vintari.
Vintari mendengkus. “Mom, hari ini aku ada ujian. Aku tidak bisa bolos kuliah.”
“Sweetheart, jangan berbohong. Tadi Mommy sudah menghubungi kampus, menanyakan tentang kelasmu, dan hari ini kau sama sekali tidak ada ujian.” Jenny mengecup kening Vintari.
Vintari berdecak pelan, menatap jengkel ibunya. Gadis itu ketahuan bohong. Well, memang dia tak memiliki ujian, tapi dia lebih memilih untuk masuk kuliah daripada menemani kedua orang tuanya pergi. Pasalnya, dia enggan mendengar percakapan orang tuanya yang membahas tentang perjodohan.
“Mom, kau dan Dad ingin mengajakku pergi ke mana?” tanya Vintari mengeluh.
“Ke rumah sakit. Kebetulan hari ini Daddy-mu off, tapi dia ingin kau dan Mommy ke Alpha Hospital,” jawab Jenny yang sontak membuat Vintari terkejut.
“Daddy sedang off, kenapa harus aku dan Mom ke Alpha Hospital. Memangnya ada apa?” tanya Vintari bingung.
Jenny tersenyum sambil menjumput rambut Vintari ke belakang daun telinga gadis itu. “Nanti kau akan tahu. Sekarang lebih baik kau bersiap-siap. Dandanlah yang cantik.”
Kening Vintari mengerut dalam. “Wait, Mom dan Dad ingin mengajakku ke rumah sakit, kenapa aku harus berpakaian yang cantik? Memangnya Mommy ingin mengajakku ke acara fashion show?”
“Sayang, sudah jangan banyak bertanya. Cepatlah mandi dan bersiap-siap.” Jenny mencubit pelan pipi putrinya.
Vintari mendesah panjang. Dengan raut wajah kesal, gadis cantik itu melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Mau tak mau, dia harus menuruti keinginan ibunya. Jika tidak, maka pasti sepanjang hari telinganya akan sakit mendapatkan omelan.
***
Vintari menatap sebuah gedung rumah sakit besar di Manhattan. Raut wajahnya sejak tadi tampak tengah memikirkan sesuatu. Kedua orang tuanya memintanya berpenampilan cantik, tapi mengajaknya ke rumah sakit. Entah apa yang sebenarnya direncanakan kedua orang tuanya itu.
“Vintari, kau tunggulah di kantin. Atau kalau mau, kau bisa jalan-jalan di taman. Daddy dan Mommy ingin bertemu dengan teman kami sebentar.” Robby memberikan kecupan di kening putrinya itu.
Vintari menghela napas panjang. “Sebenarnya kalian mengajakku ke rumah sakit untuk apa? Kalau kalian hanya ingin bertemu dengan teman kalian, harusnya kalian pergi sendiri saja. Jangan ajak aku.”
“Sayang, nanti kau akan tahu. Sudah kau jalan-jalan berkeling rumah sakit saja.” Jenny membelai pipi Vintari. “Mommy dan Daddy akan segera menemuimu lagi.”
Vintari menganggukan kepalanya terpaksa. Berikutnya, kedua orang tuanya menuju lift terdekat darinya. Tepat di kala kedua orang tuanya sudah pergi, dia memilih untuk membeli minuman bersoda di vending machine.
“Lebih baik aku berjalan-jalan di taman saja,” ucap Vintari kala gadis itu sudah membeli minuman bersoda.
Vintari melangkahkan kaki menuju ke arah taman. Dalam hati, dia menyesal menuruti keinginan ibunya yang berpenampilan cantik. Harusnya dirinya memakai jeans saja. Tidak usah mini dress dan heels.
Saat Vintari hendak menuju taman, tanpa sengaja gadis itu menabrak seorang pria yang memakai snelli. Sontak, dia terkejut. Keseimbangannya tak terjaga bahkan minuman bersoda yang ada di tangannya itu tumpah, mengenai jas dokter putih itu.
Akan tetapi, meski Vintari telah menumpahkan minuman bersoda itu, dokter itu melingkarkan tangannya ke pinggang Vintari, dan membantunya untuk membenarkan posisi berdiri.
“Maafkan aku,” ucap Vintari menatap pria yang berprofesi dokter itu. Namun seketika matanya melebar terkejut melihat sosok pria tampan memakai snelli dan stetoskop yang melingkar di lehernya.
“Kau—” Dokter tampan itu menatap dingin dan tajam Vintari yang berdiri hadapannya. Wajah Vintari sangat tak asing di matanya.
Vintari menggaruk tengkuk lehernya tak gatal. Astaga! Mimpi apa dirinya bertemu lagi dengan pria yang kemarin dirinya tabrak. “Kenapa kau ada di sini?” tanyanya jengkel.
Pria itu melayangkan tatapan tajam pada Vintari. “Pakaianku sepertinya sudah menjawab pertanyaan konyolmu.”
Sebelah alis Vintari terangkat, menatap name tag di jas dokter pria itu ‘dr. Zeus. D’. Tampak gadis itu meringis malu. Sungguh, dia tak menyangka kalau pria menyebalkan yang menghinanya bodoh ternyata adalah dokter. Namun, kenapa harus hari ini dirinya kembali dipertemukan oleh pria menyebalkan itu?
“Oke, maaf karena aku tidak berhati-hati sampai menumpahkan minuman sodaku ke jasmu,” ucap Vintari yang mengakui kesalahannya.
Zeus menatap dingin Vintari. “Kapan kau berhati-hati, Gadis Kecil? Kau selalu ceroboh. Mengemudikan mobil, kau menabrak. Jalan pun kau menabrak. Matamu sudah mulai menua sampai tidak bisa berfungsi dengan baik.”
Vintari berdecak kesal. “Vintari. Panggil aku Vintari. Aku bukan lagi gadis kecil.”
“Terserah, aku tidak peduli.” Zeus menatap jasnya yang kini terkena noda merah, akibat minuman soda gadis di hadapannya itu. Raut wajahnya tampak kesal, tapi pria itu nampaknya enggan memperbesar masalah di rumah sakit. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia hendak meninggalkan Vintari, tapi langkahnya terhenti di kala Vintari menahan lengannya.
“Zeus wait—” cegah Vintari.
Zeus menaikan sebelah alisnya di kala Vintari memanggil namanya.
Vintari menatap name tag Zeus. “Aku ingin memanggilmu dokter, tapi aku bukan pasienmu. Jadi lebih baik, aku panggil namamu saja.” Gadis itu mendekat pada Zeus. “Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak sengaja menumpahkan minuman ke pakaianmu. Aku akan mengganti—”
“Tidak usah, aku memiliki snelli ganti di ruang kerjaku,” tolak Zeus tegas.
“Ah, begitu. Baiklah. Terima kasih sudah memaafkanku.” Vintari mengangguk paham.
“Vintari? Zeus?” Jenny dan Robby melangkah mendekat pada putri mereka yang tengah bersama dengan Zeus.
Vintari mengalihkan pandangannya, menatap bingung kedua orang tuanya. “Mom, Dad, kalian mengenal Zeus?” tanyanya.
Jenny dan Robby tersenyum mendengar pertanyaan Vintari.
“Kedua orang tuamu tentu mengenal putraku, Vintari.” Seorang pria paruh baya yang memakai snelli sama seperti , melangkah mendekat pada Vintari.
“Dad? Kau di sini?” Zeus menatap David—ayahnya—yang kini ada di hadapannya.
David hanya tersenyum menanggapi kebingungan putranya.
Alis Vintari menaut menatap bingung sosok pria paruh baya tak asing di matanya ini, dipanggil ‘Dad’ oleh Zeus. Kepala Vintari menjadi pusing di kala banyak terkaan muncul di dalam pikirannya.
“Mom? Ini ada apa?” Vintari meminta ibunya untuk menjelaskan.
Jenny melangkah mendekat, sambil membelaiu pipi putrinya. “Vintari, di sampingmu adalah Zeus Ducan, anak Paman David Ducan yang akan dijodohkan denganmu,” jawabnya yang sontak membuat Vintari dan Zeus yang sama-sama terkejut.
Pesta ulang tahun Ares yang keempat diadakan mewah di salah satu hotel berbintang lima. Zeus dan Vintari selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Ares tampak bahagia di kala banyak teman-temannya yang turut hadir dalam acara pesta ulang tahunnya. Bukan hanya teman, tapi banyak keluarga yang datang.Andre, Zayn, dan Jace juga turut hadir membawakan kado untuk Ares. Tentu saja bocah laki-laki itu senang sekali mendapatkan banyak hadiah. Tiba ketika peniupan lilin, Ares langsung meniup lilin dan memberikan kue pertama untuk ibunya, ayahnya, lalu kedua kakek dan neneknya secara bergantian. Tidak lupa Ares memberikan potongan kue kecil untuk Viona, dan terakhir dia berikan pada Andre, Zayn, dan Jace.Acara semakin meriah. Pembawa acara mampu membuat para tamu undangan tertawa-tawa. Ares tampak sangat senang bisa bermain dengan teman-temannya di hari yang special. Namun, tak ada yang menyadari bahwa Zayn sedikit menjauh daru kerumunan pesta.“Kenapa kau di sini?” Vintari menghampi
Irene dan Jenny mendatangi mansion Vintari dan Zeus. Mereka sibuk membahas tentang pesta ulang tahun Ares yang ke 4 tahun. Tentu setiap tahun ulang tahun Ares selalu dirayakan dengan meriah dan mewah. Hotel berbintang menjadi langganan mereka di kala Ares berulang tahun. Meski masih kecil tapi Ares sudah bergelimang kasih sayang dari keluarganya.Zeus sudah berangkat ke rumah sakit pagi-pagi sekali. Dia memiliki jadwal untuk operasi. Ares pun sudah berangkat sekolah, sedangkan Viona tengah dijaga oleh pengasuh. Saat ini Vintari tengah menyaksikan perdebatan antara Irene dan Jenny yang membahas konsep ulang tahun Ares yang sebentar lagi akan dilaksanakan.“Irene, lebih baik ulang tahun Ares bernuansa biru,” kata Jenny tak mau kalah.“Jenny, tahun lalu sudah biru, kenapa tahun ini tetap biru juga? Tidak berinovasi itu,” jawab Irene jengkel.Vintari memijat keningnya mendengar perdebatan ibunya dan ibu mertuanya. Dia bersyukur ibunya dan ibu mertuanya sangat menyayangi Ares. Namun, terka
Zeus melangkah masuk ke dalam rumah, mendapati sang istri tertidur pulas di sofa ruang tengah. Pria itu mendekat, dan tersenyum. Dia yakin pasti Vintari menunggunya pulang dari klub malam. Padahal dia sudah meminta Vintari untuk tidur duluan, dan tak usah menunggunya. Namun bukan Vintari namanya jika tidak keras kepala.Zeus tak ingin mengganggu Vintari yang tertidur lelap. Dia memutuskan untuk menggendong sang istri—memindahkan tubuh istrinya ke dalam kamar. Saat sudah tiba di kamar, dia membaringkan Vintari ke ranjang empuk. Pun dia menarik selimut untuk menutupi tubuh sang istri.Zeus sudah melihat kedua anaknya telah terlelap. Pasti seharian ini Vintari fokus menjaga Ares dan juga Viona. Setelah lulus kuliah, istrinya itu tak pernah memikirkan tentang karir. Fokus utama Vintari adalah mengurusnya dan dua anaknya. Segala urusan tanggung jawab keuangan berada di tangan Zeus. Pria tampan itu tidak membiarkan Vintari harus pusing memikirkan keuangan.Zeus melangkah masuk ke dalam kama
“Akhirnya kau pulang. Dad pikir kau tidak ingat untuk pulang.” David menatap Zayn yang baru saja tiba di mansion. Irene—sang istri setia duduk di sampingnya. Sejak lulus kuliah, Zayn memutuskan untuk tinggal di penthouse pribadinya. “Maaf belakangan ini aku sangat sibuk, Dad.” Zayn mengecup kening Irene, lalu duduk di ruang bersantai di mana kedua orang tuanya berada. Sudah cukup lama Zayn tidak pulang ke rumah. Alasannya, itu karena dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Namun, meski jarang pulang, dia tetap menghubungi kedua orang tuanya untuk menanyakan kabar.Irene menatap cemas Zayn. “Sayang, apa tidak bisa kau tinggal di rumah ini saja? Mom dan Dad mencemaskanmu.”“Mom, aku sudah besar. Kau tidak usah mencemaskanku. Aku ingin hidup mandiri,” balas Zayn menenangkan sang ibu agar tidak mengkhawatirkannya.David mengembuskan napas kesal. “Kau sudah aku tawarkan untuk membuka law firm sendiri, tapi kenapa malah kau memilih untuk bekerja di law firm kecil? Zayn, kau membuang-buang
Suara dentuman musik memekak telinga. Zayn berdiri di depan kursi bartender seraya menenggak vodka di tangannya hingga tandas. Sepulang bekerja dia pergi ke salah satu klub malam yang ada di Manhattan. Pria tampan itu enggan untuk langsung pulang. Rasa lelah menangani kasus, membuatnya memutuskan pergi ke klub malam. “Hi, Tampan. Ingin aku temani?” Seorang wanita cantik duduk di samping Zayn, memeluk lengan pria itu.Zayn menyingkirkan tangan wanita asing yang memeluk lengannya. “Pergilah. Aku tidak ingin diganggu.”“Come on, Tampan. Aku bisa memuaskanmu,” bisik wanita itu lagi menggoda.Zayn melayangkan tatapan tajam pada wanita itu. “Aku bilang pergi! Apa kau tuli?!”Raut wajah wanita itu berubah di kala Zayn membentak dirinya. Detik itu juga wanita itu pergi dengan raut wajah marah dan jengkel. Ini bukan pertama kali Zayn digoda. Sejak tadi banyak wanita cantik yang berusaha menggoda Zayn, tapi tidak ada satu pun yang menarik di mata Zayn.“Sepertinya bayang-bayang Vintari masih
Zeus mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh membelah kota Manhattan. Vintari yang duduk di samping Zeus sampai memegang kuat seatbelt-nya. Beberapa kali Vintari menggumamkan doa. Di balik Vintari panik Ares menghilang, tapi wanita itu juga panik nyawanya melayang.“Sayang, a-aku takut kau khawatir pada Ares. Aku juga khawatir padanya. T-tapi Viona masih terlalu kecil untuk kita tinggal. Ares juga pasti akan kita temukan. Kasihan anak kita kalau mereka menjadi yatim piatu,” ucap Vintari panik.Zeus mendesah kasar. “Jangan berbicara konyol, Vintari. Aku tidak mungkin mengemudi seperti siput ketika anak pertamaku hilang, dan anak keduaku kau tinggal begitu saja.”“Anak kita, Zeus. Ares dan Viona juga anakku. Kan aku yang melahirkan mereka,” ucap Vintari sambil menekuk bibirnya sebal.Zeus tak mengindahkan ucapan Vintari. Pria itu melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Dia sudah meminta keamanan di rumahnya untuk mencari keberadaan Ares. Dia memutuskan untuk menunggu di rumah. J