Bibir Vintari menganga terkejut akan apa yang dia dengar. Manik mata amber gadis itu mengerjap beberapa kali, tak sama sekali menyangka. Selama ini, dia tak terlalu tahu tentang Keluarga Ducan, karena memang dia tak tertarik untuk banyak tahu.
Astaga, kepala Vintari hampir pecah mengetahui kenyataan ini. Kebetulan yang sangat menyebalkan. Ternyata dirinya sudah bertemu dengan pria yang akan dijodohkan dengannya dalam moment yang tak disangka-sangka.
“Dad? Kau tidak bilang padaku kalau gadis yang akan dijodohkan denganku masih sangat kecil.” Zeus lebih dulu bersuara, memberikan komentar pedas, menatap ayahnya yang ada di hadapannya. Manik mata pria itu menunjukkan menuntut penjelasan sang ayah.
David tertawa pelan mendengar ucapan putranya. “Zeus, usia Vintari sudah di atas 18 tahun. Jadi sudah masuk dalam kategori dewasa. Dia cantik dan manis. Sangat cocok untukmu.”
Zeus mendesah kasar sambil mengumpat pelan. Dia tidak mengira sama sekali kalau dirinya akan dijodohkan oleh anak kecil. Shit! Zeus rasanya tak ingin berhenti mengumpat. Jika bukan karena ada teman dari ayahnya, sudah pasti dia akan pergi begitu saja akibat tindakan konyol sang ayah.
“Apa yang dikatakan ayahmu benar, Zeus. Usia tidak akan menjadi masalah. Yang terpenting kalian bisa saling membuka diri,” sambung Robby sambil menepuk bahu Zeus.
Vintari memutar bola matanya malas, mendengar ucapan ayahnya.
“Wait, Zeus. Snelli-mu kenapa terkena noda merah?” Jenny menatap kaleng soda di tangan kanan Vintari. Detik itu juga raut wajah Jenny berubah. “Astaga, Vintari. Kau menumpahkan minuman sodamu ke snelli Zeus?” tanyanya menuntut putrinya menjawab.
Vintari mengangguk, tanpa rasa bersalah. “Iya, aku tidak sengaja. Aku sudah minta maaf pada Zeus.”
“Jenny, jangan terlalu memperbesar masalah. Itu hanya noda kecil. Zeus memiliki banyak snelli di ruang kerjanya,” jawab David dengan senyuman di wajahnya. “Anyway, Jenny, Robby, aku rasa kalian biarkan saja putri kalian pulang dengan Zeus. Nanti sekalian, Zeus mengajak Vintari makan bersama.”
“Dad, sepuluh menit lagi, aku harus memeriksa pasienku,” ucap Zeus seraya menatap dingin ayahnya. Mengantar gadis kecil itu? Yang benar saja! Dia lebih memilih untuk memeriksa pasiennya.
“Kau ini hanya memeriksa pasien, bukan melakukan tindakan operasi. Jadi tidak akan lama,” jawab David tegas, lalu menatap Vintari. “Vintari, kau tidak apa, kan menunggu Zeus sebentar?”
Vintari hendak ingin menolak, tapi gadis itu mendapatkan tatapan tajam dari kedua orang tuanya. Tatapan yang mengartikan bahwa dirinya tak bisa sama sekali menolak. Sialnya, Vintari tidak bisa melakukan apa pun.
“Tidak apa-apa, Paman. Aku tidak keberatan,” jawab Vintari begitu terpaksa—dan mendapatkan senyuman dari kedua orang tuanya. Jelas saja! Ini keinginan kedua orang tuanya, bukan dirinya!
“Good.” David tersenyum, sedangkan Zeus sejak tadi memberikan tatapan dingin dan kesal pada Vintari. Gadis kecil itu telah mengacaukan hidupnya yang tenang.
***
Vintari melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang kerja Zeus. Aroma musk begitu menyeruak ke indra penciuman gadis itu. Ruangan yang tertata begitu rapi sempurna menandakan sang pemilik ruang kerja itu adalah sosok yang perfectionist.
“Tunggulah di sini. Aku tidak akan lama,” ucap Zeus dingin, dengan raut wajah tanpa ekspresi.
“Zeus, wait—” Vintari menahan lengan Zeus.
“Ada apa?” Zeus menatap dingin Vintari.
Vintari mendesah panjang. “Harusnya tadi kau menolak.”
“Kau pun tidak bisa menolak, kan?” Zeus membalikkan ucapan Vintari.
Vintari hanya diam tak bisa menjawab ucapan Zeus. Sebab apa yang dikatakan pria itu benar. Dirinya tidaklah bisa menolak. Andai saja bisa, sudah pasti dirinya tidak akan mau diantar Zeus. Pria itu memang tampan, tapi sangat menyebalkan.
“Aku harus pergi. Ada pasien VVIP yang harus aku periksa.” Zeus langsung melangkah pergi meninggalkan Vintari sendiri.
Vintari menatap punggung Zeus yang mulai lenyap dari pandangannya. Rasa sakit di kepala Vintari mulai menyerang. Sakit yang timbul, karena semua yang hadir dalam hidupnya benar-benar sangat mendadak.
Vintari mengatur napasnya, dan memejamkan mata singkat. Tatapan gadis itu kini mulai mengendar ke sekitar ruang kerja Zeus. Di atas meja penuh dengan banyak foto dan penghargaan.
Vintari sangat yakin bahwa di masa sekolah, Zeus pasti sangat pintar. Terbukti banyak sekali penghargaan yang didapatkan pria itu. Detik selanjutnya, Vintari mulai lengkahkan kaki mendekat, mengambil foto Vintari semasa kuliah. Perlahan senyuman di wajah Vintari terlukis melihat foto pria itu. Wajah tampan Zeuz tampak dingin, tapi tetap memesona.
Menit demi menit berlalu, Vintari sama sekali tak menyadari kalau dirinya tenggelam melihat foto-foto Zeus di masa lalu. Gadis itu sama sekali tak sadar, bahwa Zeus sudah masuk ke dalam ruang kerjanya, dan berdiri di ambang pintu menatap Vintari yang tengah melihat fotonya.
“Sepertinya kau menyukai apa yang kau lihat,” ucap Zeus yang membuat Vintari terkejut hingga hampir menjatuhkan bingkai foto di tangannya. Refleks, Zeus maju dan menangkap bingkai foto itu, dan meletakan kembali ke tempat semula.
Vintari mendesah kasar. “Zeus, kau bisa membuatku mati jantungan!”
“Well, usiamu masih sangat muda. Sangat disayangkan kalau kau mati muda, karena terkejut,” jawab Zeus seraya melepas snelli-nya, dan meletakan ke kursi kerjanya.
Vintari berdecak pelan. “Kau ini selalu membawa-bawa umur. Memangnya berapa usiamu?”
“Menurutmu?” Zeus mengambil kunci mobil dan dompetnya yang ada di atas meja kerja.
Vintari melangkah mendekat, menatap seksama wajah Zeus guna menebak usia pria itu. Ya, tindakan gadis itu membuat Zeus sedikit canggung. Jarak mereka begitu dekat dan bahkan terbilang intim.
“Vintari—”
“Tebakanku usiamu pasti antara 27 atau 28 tahun,” kata Vintari menembak.
Zeus tersenyum samar. “Kau salah.”
“Lalu kau usia berapa?” Mata Vintari menatap polos Zeus.
“45 tahun,” jawab Zeus asal.
Vintari melebarkan matanya. “Tidak mungkin orang tuaku menjodohkanku pada pria yang sangat tua.”
Zeus kembali tersenyum dan melangkah meninggalkan Vintari. “Kita pergi sekarang.”
“Hey, Zeus. Tunggu aku.” Vintari mengejar Zeus yang melangkah dengan cepat, menuju halaman parkir. Sebenarnya, langkah kaki Zeus sangatlah biasa bagi pria itu, tapi tidak bagi Vintari. Vintari harus berlari kecil demi mengejar Zeus. Sialnya, hari ini gadis itu memakai heels tinggi, membuatnya kesulitan melangkah cepat.
Di halaman parkir, heels Vintari tersangkut bebatuan. Gadis itu pun terjatuh dan menjerit. Sontak, Zeus yang ada di depan langsung membalikan badan di kala mendengar suara jeritan Vintari.
“Aw—” Vintari merintih kesakitan dengan lutut yang kini berdarah.
Zeus berdecak kesal. “Gadis itu kenapa selalu saja ceroboh!”
Terpaksa, dia menghampiri Vintari, dan membantunya bangkit berdiri. Pria itu memapah Vintari serta mendudukkan gadis itu ke kursi yang ada di halaman parkir itu. Zeus mengambil kotak obat yang ada di mobilnya, dan mengobati luka di lutut Vintari yang berdarah.
“Aw, Zeus sakit. Kau bisa mengobatiku atau tidak?” seru Vintari merintih perih.
Zeus tetap mendongakkan kepalanya, menatap Vintari. “Apa kau lupa ingatan dengan pekerjaanku?”
Vintari meringis malu, tak lagi berkata. Rasa sakit di lututnya, membuat otaknya menjadi blank seketika. Sudah pasti Zeus bisa mengobatinya, pria itu memiliki profesi sebagai dokter.
Zeus memasukkan kembali obat ke dalam kotak obat di kala sudah selesai mengobati lutut Vintari. “Bisakah kau berjalan dengan hati-hati?”
Vintari menekuk bibirnya. “Iya-iya, maaf. Kau ini galak sekali. Dokter itu wajib ramah pada pasiennya. Tidak boleh galak.”
“Aku akan membuat pengecualian padamu. Jika kau pasienku, maka aku tidak mungkin ramah. Kau gadis paling ceroboh yang pernah aku temui di dunia ini,” seru Zeus kesal.
Vintari mencebikkan bibirnya.
Zeus bangkit berdiri, dan mengulurkan tangannya pada Vintari. “Kita pergi sekarang. Aku tidak mau disalahkan oleh orang tuamu.”
Awalnya, Vintari tak ingin menerima uluran tangan Zeus, tapi keadaan lututnya yang terluka, membuatnya kesulitan untuk berdiri tanpa bantuan. Dengan wajah yang masih tertekuk, gadis itu menyambut uluran tangan Zeus—dan melangkah bersama dengan pria itu menuju ke mobil.
Pesta ulang tahun Ares yang keempat diadakan mewah di salah satu hotel berbintang lima. Zeus dan Vintari selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Ares tampak bahagia di kala banyak teman-temannya yang turut hadir dalam acara pesta ulang tahunnya. Bukan hanya teman, tapi banyak keluarga yang datang.Andre, Zayn, dan Jace juga turut hadir membawakan kado untuk Ares. Tentu saja bocah laki-laki itu senang sekali mendapatkan banyak hadiah. Tiba ketika peniupan lilin, Ares langsung meniup lilin dan memberikan kue pertama untuk ibunya, ayahnya, lalu kedua kakek dan neneknya secara bergantian. Tidak lupa Ares memberikan potongan kue kecil untuk Viona, dan terakhir dia berikan pada Andre, Zayn, dan Jace.Acara semakin meriah. Pembawa acara mampu membuat para tamu undangan tertawa-tawa. Ares tampak sangat senang bisa bermain dengan teman-temannya di hari yang special. Namun, tak ada yang menyadari bahwa Zayn sedikit menjauh daru kerumunan pesta.“Kenapa kau di sini?” Vintari menghampi
Irene dan Jenny mendatangi mansion Vintari dan Zeus. Mereka sibuk membahas tentang pesta ulang tahun Ares yang ke 4 tahun. Tentu setiap tahun ulang tahun Ares selalu dirayakan dengan meriah dan mewah. Hotel berbintang menjadi langganan mereka di kala Ares berulang tahun. Meski masih kecil tapi Ares sudah bergelimang kasih sayang dari keluarganya.Zeus sudah berangkat ke rumah sakit pagi-pagi sekali. Dia memiliki jadwal untuk operasi. Ares pun sudah berangkat sekolah, sedangkan Viona tengah dijaga oleh pengasuh. Saat ini Vintari tengah menyaksikan perdebatan antara Irene dan Jenny yang membahas konsep ulang tahun Ares yang sebentar lagi akan dilaksanakan.“Irene, lebih baik ulang tahun Ares bernuansa biru,” kata Jenny tak mau kalah.“Jenny, tahun lalu sudah biru, kenapa tahun ini tetap biru juga? Tidak berinovasi itu,” jawab Irene jengkel.Vintari memijat keningnya mendengar perdebatan ibunya dan ibu mertuanya. Dia bersyukur ibunya dan ibu mertuanya sangat menyayangi Ares. Namun, terka
Zeus melangkah masuk ke dalam rumah, mendapati sang istri tertidur pulas di sofa ruang tengah. Pria itu mendekat, dan tersenyum. Dia yakin pasti Vintari menunggunya pulang dari klub malam. Padahal dia sudah meminta Vintari untuk tidur duluan, dan tak usah menunggunya. Namun bukan Vintari namanya jika tidak keras kepala.Zeus tak ingin mengganggu Vintari yang tertidur lelap. Dia memutuskan untuk menggendong sang istri—memindahkan tubuh istrinya ke dalam kamar. Saat sudah tiba di kamar, dia membaringkan Vintari ke ranjang empuk. Pun dia menarik selimut untuk menutupi tubuh sang istri.Zeus sudah melihat kedua anaknya telah terlelap. Pasti seharian ini Vintari fokus menjaga Ares dan juga Viona. Setelah lulus kuliah, istrinya itu tak pernah memikirkan tentang karir. Fokus utama Vintari adalah mengurusnya dan dua anaknya. Segala urusan tanggung jawab keuangan berada di tangan Zeus. Pria tampan itu tidak membiarkan Vintari harus pusing memikirkan keuangan.Zeus melangkah masuk ke dalam kama
“Akhirnya kau pulang. Dad pikir kau tidak ingat untuk pulang.” David menatap Zayn yang baru saja tiba di mansion. Irene—sang istri setia duduk di sampingnya. Sejak lulus kuliah, Zayn memutuskan untuk tinggal di penthouse pribadinya. “Maaf belakangan ini aku sangat sibuk, Dad.” Zayn mengecup kening Irene, lalu duduk di ruang bersantai di mana kedua orang tuanya berada. Sudah cukup lama Zayn tidak pulang ke rumah. Alasannya, itu karena dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Namun, meski jarang pulang, dia tetap menghubungi kedua orang tuanya untuk menanyakan kabar.Irene menatap cemas Zayn. “Sayang, apa tidak bisa kau tinggal di rumah ini saja? Mom dan Dad mencemaskanmu.”“Mom, aku sudah besar. Kau tidak usah mencemaskanku. Aku ingin hidup mandiri,” balas Zayn menenangkan sang ibu agar tidak mengkhawatirkannya.David mengembuskan napas kesal. “Kau sudah aku tawarkan untuk membuka law firm sendiri, tapi kenapa malah kau memilih untuk bekerja di law firm kecil? Zayn, kau membuang-buang
Suara dentuman musik memekak telinga. Zayn berdiri di depan kursi bartender seraya menenggak vodka di tangannya hingga tandas. Sepulang bekerja dia pergi ke salah satu klub malam yang ada di Manhattan. Pria tampan itu enggan untuk langsung pulang. Rasa lelah menangani kasus, membuatnya memutuskan pergi ke klub malam. “Hi, Tampan. Ingin aku temani?” Seorang wanita cantik duduk di samping Zayn, memeluk lengan pria itu.Zayn menyingkirkan tangan wanita asing yang memeluk lengannya. “Pergilah. Aku tidak ingin diganggu.”“Come on, Tampan. Aku bisa memuaskanmu,” bisik wanita itu lagi menggoda.Zayn melayangkan tatapan tajam pada wanita itu. “Aku bilang pergi! Apa kau tuli?!”Raut wajah wanita itu berubah di kala Zayn membentak dirinya. Detik itu juga wanita itu pergi dengan raut wajah marah dan jengkel. Ini bukan pertama kali Zayn digoda. Sejak tadi banyak wanita cantik yang berusaha menggoda Zayn, tapi tidak ada satu pun yang menarik di mata Zayn.“Sepertinya bayang-bayang Vintari masih
Zeus mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh membelah kota Manhattan. Vintari yang duduk di samping Zeus sampai memegang kuat seatbelt-nya. Beberapa kali Vintari menggumamkan doa. Di balik Vintari panik Ares menghilang, tapi wanita itu juga panik nyawanya melayang.“Sayang, a-aku takut kau khawatir pada Ares. Aku juga khawatir padanya. T-tapi Viona masih terlalu kecil untuk kita tinggal. Ares juga pasti akan kita temukan. Kasihan anak kita kalau mereka menjadi yatim piatu,” ucap Vintari panik.Zeus mendesah kasar. “Jangan berbicara konyol, Vintari. Aku tidak mungkin mengemudi seperti siput ketika anak pertamaku hilang, dan anak keduaku kau tinggal begitu saja.”“Anak kita, Zeus. Ares dan Viona juga anakku. Kan aku yang melahirkan mereka,” ucap Vintari sambil menekuk bibirnya sebal.Zeus tak mengindahkan ucapan Vintari. Pria itu melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Dia sudah meminta keamanan di rumahnya untuk mencari keberadaan Ares. Dia memutuskan untuk menunggu di rumah. J