"AHHH ... pelan-pelan, Sayang!"
"Ini udah pelan banget tahu," gerutu Syila yang tidak tahu lagi harus bagaimana.
"Aaahhh ... sssttt sakit, Sayang!"
Syila membanting kapas yang sudah diolesi obat dengan kesal. Dia menatap Jake yang kini tersenyum manis menatapnya.
"Sengaja, ya?" tanya Syila yang dibuat geram, lantaran sejak tadi Jake terus merintih bahkan lebih cenderung mendesah saat Syila mengobatinya. "Tahu gini, gue biarin aja waktu lo mau diseret ambulan tadi!"
"Jahatnya," gumam Jake lalu meringis saat Syila menyentuh luka di tulang pipinya dengan sengaja, "beneran sakit, Syila."
"Lagian salah sendiri, kan? Udah gue bilangin, Kak Evan itu jago beladiri, situ nekat aja kayak punya nyawa kucing. Untung aja tadi Mama sama Papa mau keluar, gimana nasib lo kalau mereka nggak keluar? Kepala udah dipenggal sama Kak Evan?"
Jake mende
BISA dibilang, ini pengalaman pertamanya bangun tidur dan berhadapan langsung dengan wajah Jake yang masih terlelap. Laki-laki itu terlihat kalem, kalau begini mungkin tidak akan ada yang percaya kalau Jake itu orangnya sangat mesum sekali.Wajahnya mirip malaikat, terlihat polos dan tenang, tidak seperti kenyataannya yang mesum dan punya mulut yang suka mengatakan kalimat kasar.Syila mencoba melepaskan dirinya dari pelukan lengan Jake, tapi laki-laki itu tiba-tiba saja membuka mata dan menatap Syila tajam."Mau ke mana?" tanyanya, nadanya terdengar tidak suka."Mau bikinin lo makanan, udah hampir siang dan kita belum makan." Syila memegangi tangan Jake yang sejak tadi menahan lengannya. "Lepas, ya?"Jake menggeleng. "Di sini aja. Biar gue minta orang buat masak dan nganterin ke sini." Jake tersenyum. "Jangan repot-repot, Syil, pelayan gue banyak banget di sini."
"YAKIN mau nganterin?"Syila terlihat ragu saat Jake berkata akan mengantarnya pulang. Bukannya dia meremehkan kekuatan laki-laki itu, tapi tubuh Jake pasti masih kaku dan sakit semua, karena pertengkarannya tadi pagi."Enggak boleh emangnya?" Jake mengernyitkan dahi dan menatapnya curiga. "Masih ada yang lo sembunyiin dari gue, ya?" tanyanya dengan tatapan tajam menghunjam Syila yang mendesah kasar mendengar pertanyaannya."Gue mau jengukin Rein dulu, abis itu pulang ke rumah, bukan ke apartemen.""Malah bagus, sekalian gue bisa ikut."Syila mendengkus. "Bang, ingat, ya, lo masih punya calon tunangan.""Hm." Jake mendekati Syila dan menatapnya dalam. "Besok gue bikin konferensi pers. Lo mau ikut?""Ngapain gue ikutan?""Biar sekalian, kita kasih pengumuman kalau mau nikah sebentar lagi."Syila mendengkus kasar. "Y
JAKE tidak tahu harus bagaimana sekarang. Syila tiba-tiba saja jadi pendiam dan membuatnya merasa tak nyaman. Jake berulang kali berdeham, tapi Syila tak kunjung menaruh perhatian padanya."Syil?" panggilnya terdengar ragu."Hm.""Lo marah?""Nggak."Jake mendengkus kecil. Mendengar balasan singkat itu saja dia mengerti kalau perempuan yang sedang duduk di sampingnya ini sedang marah padanya."Marah kenapa? Cemburu karena gue pernah tidur sama Clarisa atau masa lalu gue yang suka gonta-ganti pasangan?""Siapa yang bilang gue marah? Biasa aja, nggak kaget juga," jawab Syila tanpa menaruh perhatian padanya."Terus? Kenapa dari tadi lo diam aja? Yakin nggak marah?"Syila mendengkus. "Gue cuma nggak habis pikir. Ada ya modelan cowok kayak lo yang suka banget coblos sana-sini sampai bertahun-tahun? Untungnya, nih, gue belum nerima lamar
JAKE sedang bersiap. Beberapa hari lalu setelah ia membuat klarifikasi tentang pertunangannya dengan Clarisa, ada sebuah undangan pernikahan sampai di tempatnya. Undangan pernikahan Evan dengan seorang perempuan bernama Lilya Atmawijaya.Rencananya, Jake ingin datang bersama Syila. Itu mengapa dia berangkat lebih pagi dan mampir ke rumah Raffa.Syila tidak kembali ke apartemen sejak kejadian waktu itu, berulang kali Jake mengetuk pintu apartemen Syila, tapi perempuan itu tak kunjung menjawab panggilannya, dan Syila juga tidak bekerja karena Jake telah mengabsenkan kehadiran perempuan itu sampai besok."Pagi-pagi banget lo udah sampai sini? Mau gantiin Evan ijab, lo?"Jake mengernyitkan dahi. "Lah, bukannya emang acaranya pagi?""Enggak, Evan bilangnya, dia mau datang telat dikit."Jake mengernyitkan dahi. Jujur saja, dia ingin menghantamkan satu pukulan untuk Re
SYILA memasuki mobil Jake dengan wajah bersungut-sungut. Sewaktu berangkat tadi, dia semobil berdua dengan Rein, lantaran Rein tidak mau memberikan tumpangan pada Jake. Namun, ketika akan pulang, dengan entengnya Raffa dan Riri menyuruh Jake mengantar Syila sampai rumah yang tentu saja disambut dengan senyum semringah."Jangan cemberut gitu, nanti tambah jelek, lho." Jake tersenyum manis sampai tatapannya terjatuh pada sosok laki-laki asing yang tidak ia kenal sebagai bagian dari keluarga Gunawan. "Syil, cowok itu siapa?" tanyanya sambil menunjuk laki-laki yang berdiri di sebelah perempuan berambut pirang."Oh, dia pacar sepupu gue, namanya Gavin, masa lo nggak kenal?" Syila mengernyitkan dahi dan menatap Jake tak percaya. Seingatnya, Gavin cukup terkenal."Dia serius sama sepupu lo?"Pertanyaan itu membuat Syila mengernyitkan dahi. "Seriuslah, keluarganya udah pada setuju dan siap nikahin kap
KELUAR dari dunia perfilman bukan berarti lantas membuat namanya terlupakan. Jake masih memiliki banyak penggemar, bahkan terlalu banyak semenjak pembatalan pertunangan yang ia sampaikan ke publik minggu lalu secara sepihak.,Beberapa orang mengidolakannya, mengharapkan Jake akan melirik mereka, padahal, nama mereka saja dia tidak tahu.Fokus utama laki-laki itu sekarang hanyalah Syila.Setelah semua yang terjadi di antara mereka, Jake tidak akan bisa melepaskan bahkan melupakan perempuan itu begitu saja."Rein!" panggilan itu dibalas dengan tatapan malas dari temannya."Apa?""Minta nomor Syila."Rein mendengkus keras. "Lo jauh-jauh ke sini cuma buat minta nomor si Syila?" Lalu laki-laki itu mengernyitkan dahi curiga. "Emang selama ini lo nggak punya nomornya?""Enggak.""Kok ngenes?"Jake tidak me
"PLAYBOY gilanya udah sampai, Sayang?" geraman itu membuat Syila berjengit, dia sampai melongo menatap Jake yang sudah berdiri di belakangnya sekarang."Kok bisa? Lo selama ini mata-matain gue, ya?"Jake mendengkus. Dia mengambil kursi di sebelah Syila dan duduk di sana. "Gue tadi ada meeting di sekitar sini, nggak usah geer."Jujur saja, Jake masih kesal lantaran disuruh mencari lokasi Syila sendiri daripada langsung diberitahu perempuan itu. Lebih kesal lagi, Syila di sini tidak sendiri, ada orang lain yang awalnya ia pikir seorang laki-laki. Namun, kini dia bisa menghela napas lega begitu sosok yang tengah menatapnya tajam adalah wanita, bukannya pria.Wanita itu hanya meliriknya, tatapan matanya terlihat sekali kalau dia sedang tidak suka. "Sejak kapan lo kenal sama dia?" tanyanya tiba-tiba. Tatapan tajamnya beralih pada Syila yang kini nyengir kuda."Belum
JAKE bangkit begitu bayangan Syila menghilang di koridor yang mengarah ke dapur. Dia terbangun sejak mendengar nada panggil ponselnya. Dia memang tidak berminat untuk mengangkat panggilan itu, karena ia yakin memang bukan panggilan yang penting.Namun, Jake terkejut saat Syila mengambil ponsel dan langsung membantingnya ke lantai, alih-alih mematikan telepon yang mengganggu itu.Mencium ada yang tidak beres, Jake lebih memilih pura-pura tidur saja daripada dia bertengkar dengan Syila sebelum melahap makan malam.Jake mengambil ponsel, mengecek keadaannya yang benar-benar mengenaskan. Ujung-ujungnya tergores, layarnya retak, tak lagi bisa menyala, dan memang sudah tidak bisa diselamatkan lagi ... untuk yang kedua kalinya.Laki-laki itu mendesah pasrah. Dia tidak masalah ponselnya hancur, hanya satu yang membuatnya jadi masalah, karena ia belum punya salinan nomor ponsel Syila.Lagi-lagi, dia gag