"LO nyewa apartemen ini buat berapa lama?" tanya Jake tiba-tiba saat Syila membereskan piring yang tadi mereka gunakan untuk makan malam.
"Kenapa emangnya?" Syila mengernyitkan dahi, menatap Jake dengan penuh tanda tanya.
Jake mengangkat bahu tak acuh. "Gue rencana mau barter apartemen kalau Evan mau. Gimana menurut lo?"
"Barter gimana? Maksudnya, lo mau tuker apartemen kalian gitu?"
"Iya."
"Idih, ngapain! Bukannya bagusan apartemen lo ke mana-mana daripada tempat ini? Iya, emang bagus-bagus aja sih tempatnya, tapi luas dan bentuknya kan bagusan punya lo sendiri, Bang?"
"Iya, tapi nggak ada lo di dalamnya, jadi rasanya percuma aja gede-gede."
"Alasan apaan, tuh?" Pipi Syila sontak memerah, dia membuang muka dan fokus menyabuni piring di wastafel.
"Gue serius, kalau lo mau ikut tinggal di apartemen gue, malah lebih bagus. Jadi, lo aja yang pindahan
Jangan lupa berkomentar 🥺🥺
SUARA dering ponsel memaksa Syila membuka mata. Dia meraih-raih nakas dengan mata setengah memejam, begitu benda itu dia dapatkan, Syila berusaha duduk, tapi sebuah lengan kekar menahan pergerakannya.Dahi perempuan itu mengernyit. Dia baru ingat kalau semalam Jake menginap di kamarnya. Laki-laki itu masih tidur dengan posisi menyamping dengan lengan melingkari perut Syila.Syila mencoba menyingkirkan lengan Jake, lalu mengangkat panggilan dari nomor yang tak dikenal."Halo?""Halo ... Syila?""Iya, ini siapa, ya?" tanyanya.Suara laki-laki yang sontak membuat Syila memandangi Jake yang masih terlelap di alam mimpi."Jake ada sama lo, nggak?"Syila menggigit bibirnya. Bingung, antara harus menjawab jujur atau berbohong saja, karena ayolah ... dia tidak mengenal laki-laki yang sedang menghubunginya. Mungkin, dia mengenal Jake, tapi
DUDUK bersama mamanya adalah sesuatu yang sudah jarang ia lakukan sejak dewasa. Terlebih, sejak mamanya mulai menanyakan soal pasangan hidup yang tidak pernah terpikirkan olehnya dulu.Namun, sekarang beda. Dia sudah punya pacar. Walau cara jadiannya tidak ada romantis-romantisnya, bahkan bau ranjang, tapi tetap saja Jake sudah resmi jadi pacarnya sekarang."Ma?""Hm."Walaupun sudah berumur, tapi mamanya masih suka main ponsel layaknya anak muda. Syila bahkan penasaran, bagaimana resep si Mama sampai masih awet muda dengan aktivitas serta pekerjaan yang bisa membuat kulit tidak sehat itu."Mama ada janjian apa sama Jake?"Riri menoleh, menatap putrinya dengan wajah serius. "Dia cerita sama kamu?""Dia bilang, dia nggak boleh nidurin Syila sampai tiga bulan ke depan kalau masih mau diterima jadi mantu."Riri mengangguk-ang
PERTAMA kali masuk kemari, Syila sudah izin, bahkan diberi izin khusus dari pemilik apartemen. Namun, kali ini dia masuk secara diam-diam, belum izin, sudah kayak maling.Iya, mau izin bagaimana. Ponsel Jake jelas-jelas masih rusak. Masa iya dia izin lewat Dio? Yang ada kaki tangan Jake bisa mikir macam-macam soal dirinya—walau memang iya.Lagian, dulu Jake juga pernah masuk ke kamarnya tanpa izin, kan? Jadi, dia tidak akan marah, kan, saat melihat Syila masuk apartemennya tanpa bilang-bilang? Dia tidak akan marah dan berpikiran macam-macam padanya, kan, ya?Toh, katanya, di sini tidak apa-apa, lalu kenapa Jake harus marah padanya hanya karena melihat Syila berada di apartemennya? Dan seingatnya, semalam Jake sudah mengizinkannya main ke sini daripada harus melihat laki-laki itu menginap di apartemennya setiap malam."Permisi!" sapanya, sambil melangkahkan kaki memasuki apartemen berwarna krem
JAKE baru tahu, jika perempuan akan lebih terlihat seksi saat dia sedang fokus memasak. Sejak tadi, dia terus menatap Syila tanpa berkedip, sesekali ia menelan ludah, lalu mulai melonggarkan ikatan dasi, dan membuka kancing teratas kemejanya. Jasnya sudah ia sampirkan ke sandaran kursi di sebelah.Tanpa sadar Jake sudah berdiri. Dia menghampiri Syila dan memeluknya tiba-tiba yang membuat perempuan itu terkejut karenanya."Astaga, Bang. Jangan ngagetin gitu, dong!" protesnya.Dia berbalik menatap Jake yang sedang menatapnya lapar. Tatapan buas yang pernah ia lihat saat mereka kegap beberapa waktu lalu, entah mengapa kini menjadi ekspresi Jake saat menatapnya."Masih belum matang ini, bentar lagi, ya?" Syila menepuk-nepuk punggung Jake pelan. "Abang mending mandi aja dulu, gimana?" tawarnya.Jake menatapnya serius, tanpa senyum menggoda, ekspresinya benar-benar membuat Syila sala
MASAKAN Syila memang selalu enak di lidahnya. Jake diam-diam membatin, kalau dia ingin dimasakin setiap hari dari pagi, siang, sore, dan malam. Dia tidak masalah kalau harus menunggu lama hanya untuk bisa menikmati makanannya, karena memang masakan Syila selalu luar biasa.Syila sendiri sudah selesai makan lebih dulu. Perempuan itu tidak banyak makan, tapi kalau masak tidak pernah tanggung-tanggung. Porsi besar untuk orang yang sangat kelaparan dan sepertinya itu khusus dibuat untuknya.Jake mengambil surat yang ia simpan sementara di saku belakang celana jinnya, lalu mulai membaca isi pesan itu dalam diam. Dia tidak benar-benar membaca, karena rerata dia sudah tahu semuanya tentang Clarisa. Dia hanya mencari kalimat yang bisa memberinya petunjuk, kapan dia akan menemui Clarisa dan menyelesaikan masalah terakhir mereka.Jake tidak mau terlibat lebih jauh lagi dengan wanita itu. Baginya, sejak Clarisa membohon
HARI ulang tahunnya akhirnya tiba. Jake sengaja tidak memejamkan mata, karena dia tahu pasti, sebentar lagi, dua sahabatnya akan membangunkannya di tengah malam sambil membuat video memalukan.Ponselnya tiba-tiba berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Syila membuat laki-laki yang baru memasuki usia dua puluh delapan itu tersenyum lebar.Arsyila Sayang :Happy birthday, ya, Bang.Semoga panjang umur dan sehat selalu.Kuenya gue anterin nanti sore ke apartemen lo.Ada masalah, dikit.Jake sengaja tidak membalas pesan Syila. Dia malah bergerak menuju pintu, bersiap menyambut ketika kenopnya terlihat bergerak. Jake menghitung sampai tiga, lalu berteriak mengagetkan dua orang yang kini terjengkang ke belakang."DOR!""Bangsat!""Berengsek, kaget gue!"Dio misuh-misuh sambil mulai berdiri dan memegangi pantatnya
TERLALU muluk jika ia berharap Syila sudah sampai di apartemennya. Jam masih menunjukkan pukul dua siang, sedang Syila berkata padanya akan ke apartemennya sore-sore.Jake tersenyum lebar, dia memang mengharapkan Syila datang ke apartemennya sekarang. Bukan masalah dia sedang membawa kue perdana yang dibuat khusus untuknya, melainkan dia sudah merindukan perempuan itu.Jika diingat-ingat, memang seminggu terakhir ini mereka belum bertemu. Jake memang mendatangi apartemen Syila, tapi perempuan itu tidak ada di tempat. Syila bilang, dia sedang berada di restoran tantenya untuk melakukan eksperimen pembuatan kue ulang tahun Jake.Tanpa sadar, senyuman itu semakin lebar. Jemarinya bahkan bergerak sendiri menghubungi perempuan yang hampir sebulan ini menjadi kekasihnya."Kenapa, Bang?" tanya Syila dari seberang sana."Masih lama, ya? Udah kangen gue sama lo. Lama nggak ketemu."
PERCINTAAN panas itu berakhir dengan Jake yang tidak mau melepaskan Syila. Sebulan tidak menyentuh kekasihnya ditambah rindu akibat belum bertemu selama seminggu membuat ia tidak bisa berlaku biasa saja. Senyuman yang sejak tadi terpatri di bibirnya kian melebar saat ia menarik kekasihnya ke dalam dekapan."Kangen banget," gumamnya di atas telinga Syila yang sedang berusaha menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka."Kangen, sih, kangen. Biarin gue pakai baju dulu, bisa kali, Bang?"Jake mengeratkan pelukannya. "Coba abis ini 'lo-gue'nya diganti jadi 'aku-kamu', gimana? Udah lama pacaran, masih aja 'lo-gue'an.""Idih, kayak anak alay lu, Bang."Jake mengeratkan pelukannya. "Biarin," balasnya cuek."Bang?""Hm," tanggapnya sambil menyorokkan kepalanya ke leher Syila."Yang tahu sandi apartemen lo siapa aja?" tanya Syila t