“Itu Ran sudah pulang, Ma.”
Langkah Ran terhenti saat melihat wanita yang berdiri di samping sang mama. Wajah wanita ini pucat seketika.
Zanna Mahendra. Wanita itu…wanita yang selalu ingin Ran hindari.
“Oma…” bisik Ran dengan suara bergetar. Suara wanita ini amat sangat pelan. Hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.
Ran dan wanita yang Ran sebut ‘Oma’ itu saling tatap dengan tatapan yang berbeda. Kalau Ran menatap wanita itu dengan tatapan takut, sedangkan wanita itu menatap Ran dengan sorot kebencian.
Pria yang berdiri di samping Ran menatap bergantian Ran dan wanita asing yang berada di samping mama Ran. Usia wanita itu sudah tak muda lagi. Kalau pria ini tebak, mungkin seumuran dengan usia neneknya sendiri.
“Ada apa, Pumpkin?” tanya pria ini.
Ran menarik dan membuang napasnya panjang. Wanita ini mencoba menormalkan detak jantung yang menggila karena sosok wanita yang b
“Kamu semakin cantik saja, Kania.”“Mama bisa saja. Mama juga, malah kelihatan lebih cocok jadi kakaknya Rion daripada mamanya.”“Mulut kamu itu selalu manis sejak dulu.”Terdengar tawa renyah saling bersahutan dari arah depan pintu dapur.Ran fokus pada apa yang sedang dia kerjakan, tanpa berani melirik sang oma yang sudah berbincang hangat dengan mama dari calon tunangannya.Calon tunangan?Apakah pria itu akan benar-benar jadi tunangannya?Sejak kemarin habis mendengar percakapan ayahnya dan sang oma, Ran sudah bersiap kalau sang ayah akan membatalkan pertunangannya dan Aryan. Tapi sampai sore ini, semua seperti biasa, tidak ada yang aneh. Ayahnya pun sebelum berangkat bekerja terlihat biasa-biasa saja saat melihatnya.“Kamu seharusnya di depan saja, Aryan. Tidak perlu repot-repot seperti ini.”Ran melirik dua orang yang berada di sampingnya. Sang mama sedang mengusi
Sepanjang makan malam, Ran menjadi pemurung. Setelah Aryan dan Adara kembali ke rumah, dua orang itu entah mengapa menjadi dekat dan saling melempar candaan. Ran ingin bersikap biasa, tapi hatinya terus-terusan saja merasa nyeri, seperti jerawat baru yang ditekan.Apalagi Aryan dan Adara tiba di rumah lebih lama daripada yang diperkirakan. Mereka bahkan sempat menunda makan malam mereka karena Adara dan Aryan belum datang. Sementara Rion dan Admaja datang di waktu yang berdekatan.Ran menatap langit malam yang kali ini ditaburi lebih banyak bintang. Langit itu sangat indah, lumayan mampu membuat hatinya yang tidak karuan terasa sedikit lebih baik.Setelah makan malam, Ran memutuskan pergi ke taman belakang rumahnya, duduk di ayunan yang terbuat dari kayu jati.Ran mengedarkan pandangan ke sekeliling taman. Wanita ini tersenyum. Sang ayah pandai mendesain rumah mereka agar lebih nyaman ditempati.Rion sengaja mendesain rumahnya seperti itu. Memiliki
“Akhirnya Anda bertunangan juga, Nona Callia. Semoga tidak ada yang sampai gila ka—”“Stevi, kita harus segera kembali.”Wanita yang bernama Stevi itu tersenyum sinis ke arah pria yang berada di sampingnya, Arjuna Hendrawan, sang tunangan.Ran menatap datar sepasang tunangan yang saat ini berada di depannya itu. Arjuna akhirnya datang ke acara pertunangannya.Acara pertunangan yang diadakan besar-besaran, dan tentu saja diadakan di ballroom Hotel Kusumo.Ya, akhirnya dia bertunangan dengan pria gila yang saat ini berdiri di sampingnya. Cincin sederhana yang waktu itu dibelinya bersama Aryan sudah tersemat dengan indah di jari manis di tangan sebelah kirinya.“Ran, aku pulang dulu.”Ran mengangguk kaku. “Terima kasih sudah datang, Juna dan—” Ran mengalihkan pandangan ke arah tunangan Juna. “—Nona Stevi.” Setelah mengatakan itu, Ran mencoba menyunggingkan seny
“Oh tidak! Ini semakin mengesalkan! Tidak, aku tidak bisa kalah lagi kali ini!”Ran kembali menekan tulisan ‘start’ di dalam kotak yang terpampang nyata di layar ponselnya. Setelah itu, muncul kotak-kotak yang berjalan dengan cepat, diiringi sebuah musik. Ran langsung asyik menekan kotak-kotak itu. Wajahnya terlihat serius. Pekikan beberapa kali terdengar dari mulutnya saat hampir saja dia gagal menekan salah satu kotak yang berjalan cepat itu. Ran tanpa sadar menggoyang sedikit kencang ayunan yang didudukinya karena terlalu gemas. Saat ini dia sedang berada di dalam gazebo di taman belakang rumahnya, menikmati liburan yang malah membuatnya kesal karena salah satu aplikasi game di dalam ponselnya ini.Ran tidak sadar jika sejak lima menit yang lalu, ada seorang pria yang memperhatikannya dengan mata terbelalak. Pria itu terkejut, tak menyangka jika wanita yang lima hari yang lalu bertunangan dengannya bisa seperti itu. Sebenarnya apa yang dilaku
“Kenapa kamu melihatku seperti itu?”Aryan menutup mulutnya yang ternganga seperti orang bodoh. Pria ini mengerjap beberapa kali, masih tak menyangka jika tunangannya ini pintar melempar bola basket hingga masuk ring.“Ka-kamu..bisa main street basketball?”Ran memutar bola basket di tangannya. Sebelah tangannya yang bebas berada di pinggang. Wajahnya datar menatap sang tunangan. “Kamu lihatnya bagaimana?”“Jago banget…” lirih Aryan.Ran memutar bola mata malas. “Kamu pasti berpikir kalau aku tidak tahu cara bersenang-senang,” gerutu Ran.Wanita ini kembali memposisikan tubuh ke arah depan, tempat di mana permainan street basketball itu berada. Mereka saat ini sedang berada di pusat permainan di mall yang mereka datangi.Setelah tadi masih tak berhasil mengalahkan game di dalam ponselnya, Ran akhirnya menyerah. Namun moodnya jadi buruk. Ditambah lagi ciuman tak sen
Sepanjang sore menjelang malam, Aryan dan Ran memainkan berbagai permainan yang ada di sana. Pria itu beberapa kali bersikap konyol. Bahkan tak jarang bergabung dengan anak-anak di sana yang kebetulan juga bermain berbagai macam permainan yang ada di tempat itu.Sudah bukan rahasia lagi kalau Aryan pandai mencuri hati anak kecil. Terbukti dengan kedekatannya pada anak-anak di panti asuhan ‘RUMAH INDAH’ milik Rianti.Ah..bukan hanya mencuri hati anak kecil, Aryan juga pintar mencuri hati siapa pun dengan mudah, baik pria maupun wanita. Kepribadiannya yang santai dan selalu dapat meramaikan suasana, membuat orang-orang langsung merasa nyaman berada di dekat pria itu.Pria yang mempesona, tapi juga pasti akan bikin gondok kalau saja Ran tipe wanita yang pencemburu. Untungnya Ran bukan tipe wanita yang seperti itu. Bahkan saat dulu dirinya berhubungan dengan Juna, Ran terkesan cuek dan tak peduli jika Juna berinteraksi dengan para wanita yang bergenit ri
“Bangun, Aryan. Kamu makan dulu, Anak Tampan.”“Ma, biarin Aryan tidur dengan tenang.”“Tenang apanya?! Mama yang tidak tenang kalau kamu belum makan! Ini sudah sore, dan kamu tidak makan sejak pagi!”“Kepala Aryan pusing, Ma~” Pria yang sedang berbaring ini mengubah posisinya menjadi tertelungkup, lalu mengubur kepalanya dengan bantal.“Makanya makan dan minum obat! Kamu mau mama panggilkan dokter?!” ancam Kania. Wanita paruh baya ini gemas sendiri pada sang anak.Anaknya kalau sedang sakit seperti ini cenderung tidak rewel. Hanya akan tidur sepanjang hari seperti mayat hidup, dan selalu tidak ingin dipanggilkan dokter.Kalau Kania nekat memanggil dokter, sang anak akan kabur ke rumah Kendrick Gevan, sahabat baik sang anak yang sudah Kania anggap anak sendiri itu. Aryan akan tidur seharian di rumah Gevan, mengunci pintu kamar tamu yang selalu dia tempati jika menginap d
“Jangan deket-deket sama manager kamu itu ya!”Ran menghela napas lelah. Pria di sampingnya ini sepanjang perjalanan menuju restoran tempatnya bekerja selalu mengatakan hal yang sama. Sampai Ran bosan sendiri mendengarnya.Hari ini Ran sudah kembali bekerja di TASTY PALACE RESTAURANT, yang mana adalah restoran tempatnya bekerja lebih dari tiga tahun belakangan. Setelah satu tahun lebih bekerja di salah satu cabang di London, Ran dipindahkan bekerja di restoran pusat yang ada di negaranya sendiri, karena Ran sekeluarga kembali ke negara ini dua tahun yang lalu.“Kamu kerja di hotel aja deh.”Ran melirik pria yang sudah kembali kelihatan segar bugar ini. Setelah sakit selama empat hari, tunangan gilanya ini sudah kembali beraktivitas. Ini hari pertamanya kembali mengantar Ran dan bekerja.“Masa kerjaku di Hotelmu sudah selesai.”“Ya maksud aku pindah kerja. Kamu keluar aja dari restoran itu