61 Puluhan mobil MPV dan van beragam warna, bergerak keluar dari area parkir hotel M di pusat Kota Shanghai. Semua sopir memacu kendaraan dengan kecepatan sedang, menuju pinggiran kota. Seluruh penumpang yang mengenakan setelan biru, mengikatkan pita beraneka warna di lengan kiri masing-masing, sesuai dengan kelompok mereka. Wirya dan para sahabatnya yang berada di mobil pertama, nyaris tidak ada yang urun suara. Mereka tegang, karena mengetahui bila perang yang akan dihadapi, merupakan perang terbesar dalam sejarah hidup mereka. Alvaro yang menemani Andri di kursi depan, berulang kali menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Pria berparas separuh luar negeri tersebut, membatin jika pasukannya harus memenangkan pertarungan nanti. Sebab banyak yang dipertaruhkan di sana.Sementara itu, Naysila yang ikut rombongan pengacara, mengusap dadanya yang berdegup kencang. Dia mengkhawatirkan keluarganya yang akan ikut bertempur. Naysila mengalihkan pandangan ke kanan. Dia te
60Hari berganti. Kondisi fisik Yusuf sudah mulai pulih. Pagi itu, dia kembali diurut Yìchèn yang datang bersama rombongan Australia. Kemudian Yusuf ditransfer energi oleh Zein dan Hendri. Naysila selalu menemani Yusuf, bergantian dengan Jauhari dan Hisyam. Aditya yang masih jet lag, diminta untuk beristirahat oleh Tio, yang kemarin malam datang bersama rombongan bos PG, PC dan PCD Indonesia. Yusuf takjub dengan kekompakan semua orang, baik anggota lama ataupun baru. Jauzan yang ikut datang bersama rekan-rekan PCD, mengobrol lama dengan Yusuf, Naysila, Hisyam dan Jauhari. "Ya, Ratan memang akan dikirim ke Sydney. Setelah proses sidang selesai," terang Jauhari. "Enggak bahaya, Ri?" tanya Yusuf. "Enggak. Aku menugaskan Anzac untuk mengawasinya," terang Jauhari. "Ratan akan ditempatkan di pusat rehabilitasi Sydney. Banyak teman-teman Anzac yang bisa dikerahkan untuk menjaganya," lanjutnya. "Hmm, ya. Lupa aku, kalau Anzac dulunya perawat " "Waktu dengar kabar kamu terluka, Anzac da
59Yusuf mengedarkan pandangan ke sekeliling, sebelum bangkit duduk. Dia menyalami Alvaro yang duduk di tepi kasur. Kemudian Yusuf menggeser badan agar bisa menyalami keenam belas Power Rangers lainnya. Setelahnya, Hisyam dan rekan-rekannya menyambangi Yusuf. Mereka bergantian mendekap lelaki berjaket putih, lalu berpindah duduk bersila di lantai. Hendri dan Zein menghampiri Yusuf untuk memeluk rekan seperguruan mereka. Kemudian keduanya duduk di sisi kanan dan kiri, lalu bersama-sama menyalurkan tenaga dalam untuk membantu pemulihan fisik Yusuf. "Bang, makasih sudah ngirim Ludwig dan teman-temannya," tukas Yusuf, sesaat setelah kedua gurunya usai mentransfer energi padanya. "Sami-sami, Suf," jawab Zein. "Sorry, aku telat ngirimnya, karena agak sulit menerbangkan mereka sebagai penumpang gelap di pesawat," selorohnya. "Kamu beliin mereka tiket ekonomi, sih," ledek Hendri. "Ho oh, harusnya kelas bisnis," goda Wirya. "Lebih mantap, kelas eksekutif," imbuh Galang. "Sewain pesawat
58Garrick Huang menendangi kursi sambil memaki kelompok pengamanan pabrik milik empat klan. Garrick Huang geram, karena ternyata tim Chyou telah mengerahkan makhluk tak kasatmata, untuk mengalahkan pasukannya. Pria berkumis itu mengerutkan dahi. Dia mengingat-ingat ucapan Jackson Enlai, yang pernah berhadapan langsung dengan para petinggi PBK. Menurut Jackson Enlai, beberapa bos PBK memiliki kemampuan supranatural. Garrick Huang tidak mengira bila para junior PBK juga menguasai ilmu yang sama. Garrick Huang memutar badan dan memerhatikan deretan foto para petinggi PBK. Dia mengingat-ingat informasi dari Breck, salah satu orang kepercayaannya, yang berhasil melarikan diri dari peperangan kemarin malam. Garrick berteriak memanggil ajudannya, dan meminta agar Breck segera dihadirkan. Setelahnya, Garrick Huang menelepon Jackson Enlai. "Siapa saja pemimpin PBK yang menguasai ilmu sihir?" tanya Garrick Huang, sesaat setelah mendengar sapaan sahabatnya dari seberang telepon. "Setahuku
57Seorang pria bermata tajam, mengamati pagar tinggi di hadapannya. Ang Bei, orang kepercayaan Garrick Huang, mengambil batu dari tepi jalan, lalu melemparkannya ke pagar. Bunyi aneh yang disertai kilatsn, menyebabkan semua anggota kelompok itu terkejut. Mereka memandangi Ang Bei yang tengah berbincang dengan sahabatnya, Abraham. Yusuf yang mengamati kamera CCTV, mengumpat dalam bahasa Sunda, ketika mendengar deru mobil dari kejauhan. Umpatan Yusuf berganti menjadi bahasa Melayu, ketika dua mobil ber-ban besar muncul dari sisi kanan. Anak buah Ang Bei bergegas menyingkir agar kedua mobil itu bisa lewat. Bunyi beberapa benturan keras terdengar, sebelum pagar besi terdepan terlepas, dan dilindas mobil pertama. "Siaga!" pekik Yusuf sembari menyentakkan kedua tongkat besi di tangannya, hingga benda itu memanjang. Razak dan semua anggota pengamanan, memegang erat tongkat satpam di tangan kiri sebagai perisai. Sedangkan tangan kanan mereka mencengkeram tongkat besi ataupun senjata lai
56Langit malam bertabur bintang. Sang rembulan memamerkan separuh bentuknya, yang memukau siapa pun yang melihatnya. Yusuf memandangi langit sembari membayangkan wajah Naysila. Dia mendengarkan ocehan gadis tersebut melalui sambungan telepon jarak jauh. "Bang, aku baru dapat kabar, kalau nikahan Mas Damsaz dan Teh Kyle dimajukan waktunya," terang Naysila. "Jadinya, kapan?" tanya Yusuf. "Minggu kedua bulan Juli." "Setelah acara akikahan anak Mbak Sekar?" "Hu um. Kata Papa, biar kita nggak bolak-balik. Full tiga minggu di Jakarta. Baru berangkat lagi ke sini." "Juli itu aku dinas ke Eropa, bareng Hisyam dan Beni." "Ehm, kupikir Abang dinas di sini terus." "Enggak. Karena Aditya dan Harun maaih sibuk di Kanada, kami kekurangan orang buat wilayah Eropa. Mana Ari masih jadi tahanan kota. Jadi bingung ngatur jadwalnya. Terutama karena bos Eropa hanya mau berurusan dengan orang-orang lama." "Iya, jalani aja. Sampai ada pengganti di sana." "Riaz lagi diarahkan ke sana buat bantu L