Share

BAB 3

 

Pagi sudah menyapa dan kini Ale sudah keluar dari kamar  untuk mencari keberadaan Rainer. Ia berjalan menyusuri setiap sudut rumah ini dan Langkahnya terhenti saat ia menemukan pria itu sedang duduk di meja makan dengan tampilan yang sudah rapi sembari menghisap rokok seorang diri. Dengan ketika ia mendekat Rainer langsung membalikan badannya seolah tau jika ada seseorang yang berjalan di belakangnya.

Mata mereka bertemu dalam 1 garis lurus dan seketika sekelebat ingatan tentang percintaan panas mereka melintas di fikiran Ale dan hal itu membuat wajahnya merah padam. Ingin rasanya ia berlari menjauh tapi itu sungguh tak mungkin saat Rainer sudah mengulurkan tangannya untuk meminta Ale mendekat padanya.

"Selamat pagi Amor." Sapanya seraya menarik Ale untuk duduk dipangkuannya.

Tangan Rainer yang kini menyentuh lembut permukaan wajahnya dengan sorot mata yang tak berpindah sedikitpun darinya berhasil membuat jantung Ale berdetak seribu kali lebih kencang dan ia merasa semakin sering ia berdekatan dengan pria ini akan berbahaya untuk kesehatan jantungnya.

"Pelayan akan menyiapkan sarapan untuk kita, Tunggu sebentar." Ale hanya diam terpaku memandangi pemandangan indah didepannya ini. Pria yang suah menjadi suaminya secara tiba-tiba.

"Apakah masih sakit disana." Tanya Rainer sembari menunjuk di antara kedua paha Ale dengan dagunya. 

Ale menggelengkan kepalanya lalu setelahnya ia menunduk malu akan pertanyaan yang di ajukan laki-laki itu dan Rainer yang melihat itu hanya tersenyum tipis mendapati wajah Ale yang memerah karena pertanyaanya. Hingga tak beberapa lama seorang pelayan datang dan mengatakan bahwa sarapan mereka telah siap.

Dan setelahnya mereka bangkit dengan Rainer yang masih menggenggam tangan Ale untuk mengikuti langkahnya menuju  taman belakang rumah Rainer. Dan ketika sampai disana mata Ale seolah termanjakan oleh pemandangan taman yang begitu indah. dipenuhi dengan berbagai jenis bunga dengan kolam ikan di sudut taman. Rainer menarik kursi untuk Ale dan mempersilakannya untuk duduk lalu setelahnya ia duduk di kursi depan Ale. 

"Aku tidak suka bercinta dengan kerangka jadi makanlah yang banyak." katanya sembari menyerahkan sepotong pinco de tortilla dan menuang jus kedalam gelas Ale.

Dan hal itu semakin membuat Ale semakin terkagum bagaimana untuk pertama kalinya dalam hidup ia di layani oleh laki-laki super tampan yang pernah ia temui.

"Harusnya aku yang melayanimu."

Rainer tersenyum tipis, "Tugasmu hanya melayaniku di atas ranjang, Amor."

Lalu setelahnya mereka hanya diam tanpa kata sembari menikmati sarapan mereka hingga akhir dan Rainer telah menyelesaikan sarapannya lalu menyandarkan tubuhnya sembari menatap Ale dengan tatapan yang sulit untuk didefinisikan.

"Travis akan mengantarmu pergi ke dokter setelah ini."

Ale mengernyitkan keningnya, "Aku tidak sakit."

"Aku tidak menginginkan adanya anak dalam pernikahan kita jadi pastikan kau harus menggunakan kontrasepsi."

Deg. Jantung Ale seperti terpukul oleh palu tak kasat mata. Berbagai fikiran buruk mulai berjalan-jalan dalam otaknya namun ia berusaha menampik itu semua. Tujuannya disini adalah menerima tawaran Rainer untuk membantu membalaskan dendamnya. Seharusnya ia tak boleh kecewa atau berkecil hati dengan pilihan Rainer yang tidak menginginkan anak dalam pernikahan mereka karena mulai saat ini ia telah menggadaikan tubuh dan hidupnya kepada seorang Rainer Gravilo.

"Aku mengerti." Jawab Ale patuh sembari menyelesaikan makanannya.

"Apa yang akan kau lakukan hari ini?." Tanya Rainer.

"Aku akan pergi ke Bakery setelah dari dokter. Aku harus menjalankan Bakrie kembali sembari menyusun rencana pembalasan." 

Rainer menyilangkan kakinya sembari menyulut kembali rokoknya. Ia memperhatikan raut wajah Ale yang kini telah berubah menjadi lebih dingin. Ia faham dan tau betul bagaimana rasanya orang yang kita sayangi di rebut paksa oleh seseorang hingga hanya menyiksakan rasa sakit yang menjadi sebuah kenangan buruk yang sialnya selalu bercokol di dalam otaknya.

"Cukup temukan siapa pembunuh ibuku." Lanjut Ale berucap. 

"Lalu setelahnya?."

"Biarkan aku yang menyelesaikan." Jawab Ale dingin dengan sorot mata tajam penuh dendam.

Rainer menghisap rokoknya lalu menghembuskan asapnya pelan, masih dengan fokus matanya yang tak pernah berpindah dari wajah cantik Ale. Dalam hatinya menghangat setelah sekian lama ia selalu menikmati sarapannya dalam kesendirian dan kini ia duduk di temani seseorang dengan status yang berbeda. Mungkin ini adalah hal tergila dalam hidupnya menarik Ale masuk dalam dunianya, tapi ia berjanji dengan nyawanya bahwa ia akan menjaga Ale dengan sebaik-baiknya. 

"Berhenti memandangiku seperti itu Rainer." Ucap Ale yang merasa tak nyaman karena di tatap dengan begitu intens oleh laki-laki tersebut.

"Seperti apa aku memandangimu?."

"Penuh dengan kemesuman."

Dan jawaban itu mampu membuat Tawa kecil Rainer muncul dan semakin membuat jantung Ale berpacu kencang. Apakah separah ini efek senyuman Rainer kepadanya?. Jika iya ini sangat berbahaya untuk kelangsungan hidupnya. Bahkan dengan Davin yang sudah menjalin hubungan lama dengannya tidak pernah ia meraskan desiran aneh seperti yang ia rasakan kepada Rainer.

Iya mencoba menekan dalam-dalam perasaannya. Ia tak boleh melibatkan perasaan apapun kepada Rainer atau kepada laki-laki manapun karena ia tak ingin terluka kesekian kali karena cinta. Ia harus bisa melindungi dirinya sendiri dari rasa sakit karena mencintai seseorang. 

"Kau boleh melakukan apapun diluar sana asalkan kau harus kembali kerumah ini sebelum aku pulang bekerja." Ucap Rainer sembari menekan putung rokoknya ke dalam ice tray lalu ia beranjak bangkit dari kursinya.

"Aku mengerti."

Rainer masih berdiri disamping Ale dengan tatapan yang terarah kepadanya. Ale mengernyit tak mengerti dengan tatapan itu. "Jadilah istri yang baik,setidaknya antar aku kedepan atau berikan aku sedikit ciuman perpisahan." 

"Apakah harus?."

"Tentu saja, kau milikku, wanitaku, istriku sudah seharusnya kau memperlakukanku istimewa lebih dari siapapun."

Dan tanpa sengaja Ale memutar bola matanya jengah mendengar kata-kata yang meluncur dari bibir pria itu. "Baiklah." Ale bangkit, berjalan mendekat kepada Rainer lalu mengecup singkat pipinya. Dan hal itu membuat Rainer mengernyitkan keningnya seketika karena merasa apa yang ia dapatkan sangat jauh dari ekspetasinya. 

"Apa lagi?."

"Biar aku memberitahu salah satu cara memuaskan suamimu." Lalu Rainer menarik tengkuk Ale dan menghisap dalam bibir ranum itu dalam. Ia menelesakkan lidahnya kedalam rongga mulut Ale. Mengabsen setiap sudut mulut wanita itu tanpa terlewatkan sedikitpun. Dan hal itu seketika berhasil menyulut gairah Ale karena dengan sama baiknya ia membalas ciuman Rainer dengan penuh hasrat. Hingga entah berapa lama ciuman itu berlangsung lalu dengan perasaan tak rela Rainer memilih untuk mengakhirinya, akan berbahaya jika ia bertahan disini karena jelas akan sulit baginya untuk menahan gairahnya jika sudah berdekatan dengan Ale.

Dan dengan penuh keterpaksaan ciuman panas itu di akhiri dengan kecupan lembut yang Rainer berikan di kening Ale. Disaat yang bersamaan relung hatinya menghangat mendapati ia di perlakukan dengan begitu manis. Mungkin ia akan kesulitan untuk menahan diri agar tidak terjatuh dalam pesona Rainer Gravilo. Dan ketika tatapan mereka bertemu dengan deru nafas Ale yang sudah mulai normal tanpa ia sadari mukanya yang sudah memerah karena terlalu terang-terangan menikmati ciuman diantara mereka.

"Travis sebentar lagi akan datang dan dia akan menjadi asistenmu mulai hari ini. Semoga harimu menyenangkan Amor." Lanjutnya berucap seraya beranjak pergi meninggalkan Ale dengan desiran aneh yang merongrong dalam hatinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status