Home / Romansa / DEBTLY IN LOVE (Indonesia) / The Master Has Spoken

Share

The Master Has Spoken

Author: SURIYANA
last update Last Updated: 2021-05-18 17:30:04

Di dapur, Dina menahan air matanya sewaktu mencuci piring bekas wadah Beef Stroganoff yang dicampakkan oleh Wendy.

“Nona Wendy tidak tahan asin, Nduk.”

“Dia kan bisa bilang. Lagian ini juga nggak keasinan.” Dina mencuci tangannya, mengambil sendok, dan menyuapkan sebagian sisa Beef Stroganoff ke mulut Mbok Surti.

Mata pelayan itu merem melek, “Enak, Nduk.”

“Ya pasti enak,” gerutunya masih tidak menerima perlakuan Wendy yang semena-mena membuang makanan buatan Dina.

Mbok Surti mengambil Getuk Lindri matang yang tadi didinginkan di dalam kulkas lalu mulai menyusunnya. Dina memperhatikan wadah kotak plastik yang disiapkan pembantu itu. Dia menggantinya dengan kotak besek bambu tradisional dengan mengalasinya pakai daun pisang.

“Wah, bagus Nduk.”

Dina menaburkan serutan kelapa di atasnya. Memang, gadis itu puas dengan penampakan kue tradisional tersebut.

Tepat pada saat itu, Leonardo memasuki dapur dan memuji, “Cantik sekali getuknya, Mbok. Beda dari sebelumnya.” Dia mengambil satu potong yang belum dipindahkan ke wadah besek. “Enak.”

Dina menyembunyikan senyum mendengar pujian itu.

“Dina yang bikin, Mas.”

Memerah pipi Dina tatkala laki-laki itu menatapnya kagum dan mengacungkan jempol.

“Mas Leo pulang apa menginap?”

Mendadak, interkom di dapur menjerit menghalangi Leonardo menjawab pertanyaan itu. Oleh karena posisi Dina yang terdekat dengan perangkat komunikasi tersebut, dia pun mengangkatnya. Mendengar suara di seberang sana, gadis itu seketika menyesal. Wendy mengomelinya karena makanan pengganti Beef Stroganoff tadi tak kunjung diantar dan majikannya itu sudah kelaparan.

“Nggak ada lagi dispensasi. Saya lapor Bastian!” Saking tingginya volume suara Wendy, Dina masih dapat menangkapnya dengan jelas meskipun sudah menjauhkan gagang interkom. Seketika itu juga wajahnya memucat mendengar nama Bastian yang disebut-sebut.

Dina bergelimang dalam pikirannya sendiri dan melupakan bunyi “Tut tut” dari interkom yang menggantung. Sampai pada akhirnya, Leonardo mengambil alih dan mengembalikan perangkat itu ke tempatnya semula.

“Kamu bisa bikin Sup Kacang Merah?”

Dina mengangguk.

“Antar itu buat Wendy dan kasih roti gandum di pinggirnya.”

Dina mengecek isi kulkas kembali dan tidak ada keheranan sama sekali begitu melihat bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat menu yang disarankan oleh Leonardo pun lengkap tersedia di sana.

Bersamaan dengan itu, Leonardo mengambil kartu nama dari dompetnya dan menuliskan sesuatu di balik kartu lalu melipatnya dua. Kartu itu dia letakkan di atas nampan yang ada di meja konter. “Berikan ini waktu kamu antar makanan,” perintahnya.

Dia membelokkan tubuh ke arah Mbok Surti, “Mbok, saya pamit. Nanti malam juga pulang.”

***

Dina mengelap keringat yang mengucur deras di dahinya. Dia ditugaskan membersihkan semua lemari dan perabotan dari debu-debu di sayap kiri bangunan, tepatnya kediaman Wendy dan Bastian. Tapi dia tidak mengeluh. Lebih baik begini daripada berhadapan dengan dua manusia paling keji sedunia.

Dina mengingat kembali saat dia mengantarkan Sup Kacang Merah. Dia sudah bersiap-siap kena amukan dan lemparan sup dengan berdiri agak menjauh dari sang majikan. Rupanya, pesan yang tertulis di kartu nama mengubah suasana hati Wendy menjadi gembira. Tadi, Dina dapat melihat seulas senyum hadir di wajah istri Bastian itu.

Dina penasaran apa gerangan isi yang tertulis di sana. Dia sempat melihatnya sekilas tadi. Namun, hanya ada gambar berupa garis-garis dan titik yang tidak Dina mengerti artinya. Tampaknya, mereka berbicara dalam bahasa kode hanya dipahami keduanya. Di satu sisi, dia beruntung karena apapun isi kartu itu, dia terbebas dari kemarahan Wendy. Di sisi lain, dia ingin tahu mengapa sikap Wendy melunak karena Leonardo.

“Hei!”

Dina terhenyak mendengar hardikan itu. Kemoceng yang dipegang Dina sampai terjatuh. Dia buru-buru mengambil peralatan kebersihan itu sebelum menyadari bahwa ternyata Bastian yang meneriakkan panggilan tersebut.

“Ikut saya!”

Tergopoh-gopoh Dina mematuhi perintah tersebut dan berjalan di belakang si manusia bengis.

***

Dia kembali ke tempat itu. Gudang berantakan yang menjadi saksi pertama kali dia menginjakkan kaki di tempat itu. Sama seperti sebelumnya, Bastian juga ditemani oleh Bacon, pengawal setianya yang bertubuh raksasa.

“Wendy selalu mengeluhkanmu.”

Salah siapa? Komentar itu tentu saja hanya berani Dina suarakan dalam hati saja. Kalau dipikir-pikir, dia sendiri tidak tahu mengapa Wendy selalu naik darah melihatnya. Padahal dia sudah mengikuti apapun perintah majikannya itu yang selalu mengada-ada.

“Tapi kali ini, dia melaporkan satu yang berbeda.”

Dina memberanikan diri menatap tajam laki-laki itu. Itu adalah sebagai usaha terakhirnya untuk tidak merasa terintimidasi.

“Bacon!” teriak Bastian.

Tanpa diinstruksikan lebih lanjut, pengawal bernama aneh itu menoyor kepalanya dengan kuat. Dina menundukkan kepala.

You don’t need other clothes than our uniform.”

Dina mendesah. Ini pasti menyinggung kesalahannya yang muncul di depan Wendy dengan memakai atasan biasa. Salah siapa? Ulang Dina dalam hati.

“Seragammu itu untuk menyadarkan statusmu ada di level mana.”

Dina menggigit bibir menahan rasa kesal.

“Jadi harus kamu pakai terus supaya nggak ada yang menyangkanya sejajar dengan kami,” kata Bastian dilanjutkan dengan gestur seperti membuang ludah.

“Kasihan, gila hormatmu itu hanya sebatas penampilan luar.” Dina melongo. Ternyata, kalimat itu dia ucapkan keras-keras. Refleks, gadis itu menutup mulut dengan tangannya rapat-rapat.

Dari tempatnya berdiri, Dina dapat melihat Bastian menyisir sisi kanan rambut cokelatnya. Laki-laki itu memang tidak memelototinya. Namun demikian, gadis itu dapat merasakan kengerian dari sorot matanya yang menyipit ke arahnya.

Bacon yang menampar pipinya sebelum Bastian mengambil tindakan apa-apa. Dina sampai jatuh tersungkur. Di tengah-tengah usahanya mengangkat tubuh, dia memperhatikan Bastian yang membuang muka.

“Cukup! Mukanya harus tetap bersih. Leo sudah mulai bertanya-tanya.”

Leo? Dina meneliti nada suara yang terlontar dari Bastian tadi. Dugaannya kedua laki-laki di Keluarga Armadjati itu bukanlah sebuah sekutu. Setitik harapan timbul di hatinya.

Mendadak, Dina merasakan rambutnya tertarik ke belakang. Dina sampai terjengkang dibuatnya.

“Eww, rambutmu berminyak!” Bastian menjauhkan tangannya seolah-olah memegang bom yang setiap saat siap meledak.

Bacon adalah pengawal yang cepat tanggap karena laki-laki itu langsung mengambil dan menuangkan hand sanitizer ke tangan bosnya. “Lagi Bos?”

Bastian mengulurkan tangannya kembali dan mengusap-usap demi memastikan kebersihannya. Dina mencibir dalam hati. Orang kaya di mana-mana selalu sama; merendahkan orang lain bahkan untuk hal-hal dasar yang sudah pasti dia juga punya atau melakukannya.

“Kamu jangan merasa lebih pintar, ya.”

Dina mengubek-ubek isi kepalanya. Mengapa Bastian mengatakan itu? Sejak ke rumah ini, dia hanya dua kali dia memiliki kesempatan berada di satu ruang yang sama dengan rentenir itu. Pertama di gudang ini dan kedua di ruang makan. Kedua-duanya tidak ada penyebab yang membuatnya pantas dikatakan sok pintar. Atau jangan-jangan? Dina menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Aku ini lulusan sekolah luar negeri. Lebih pintar dari pribumi macam kalian.”

Dina mengatupkan kedua bibirnya rapat-rapat.

“Apa kamu pikir tindak-tandukmu bisa lolos dari pengawasan?”

Dugaan Dina semakin mengarah pada kebenaran. Tapi, bagaimana laki-laki tahu? Selain keluarga inti Armadjati, hanya Mbok Surti dan dirinya yang menjadi penghuni rumah itu. Apa Mbok Surti yang melaporkannya? Tapi apa yang dapat disampaikan oleh sesama teman pembantunya itu? Apa iya Mbok Surti menambah-nambah cerita?

“Sekecil selimut pun nggak akan bisa lepas dari perhatian kami.”

Dina menggertakkan gigi. Tentu saja. Bagaimana dia bisa menyepelekan selimut dan kehadiran Wendy. Dia tidak menyangka kalau selimut itu menjadi alasan dia dipanggil oleh Bastian saat itu.

“Kamu jangan lupa. Orang-orangku sedang mengawasi bapakmu.”

Dina harus berlagak tidak tahu. Dia tidak mau mengiba-iba memohon maaf kepada laki-laki itu. Jika itu dia lakukan, Bastian langsung besar kepala dan mengecapnya melakukan kesalahan fatal.

“Mulai sekarang, kamu pindah kamar di bagian rumah kami!”

Dina menoleh. Perintah laki-laki itu memang bukanlah segera menghabisinya, tapi bukan juga merupakan suatu keuntungan baginya. Jalannya untuk kabur, sekarang lebih sulit. Tuan Bastian sudah mengeluarkan titahnya. Terpaksa, dia harus mengatur strategi baru lainnya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Last Hurrah

    Dina tidak lagi takut berhadap-hadapan dengan wanita secantik malaikat itu. Dia sudah mendengar semuanya dari Leonardo. Bagaimana Wendy sebenarnya memiliki cita-cita lain sekadar dari menjadi seorang nyonya rumah. Dia bahkan mengagumi upaya Leo agar istri Bastian itu mendapatkan apa yang diinginkan. Awalnya, dia tidak setuju kalau niat baik itu dibalut dengan perjanjian antara Wendy dan Bastian untuk tetap dalam ikatan pernikahan. Namun, dia bisa bilang apa kalau dua-duanya telah setuju. Seperti Leo, dia hanya berharap di tengah-tengah perjanjian itu, cinta antara Wendy dan Bastian akan kembali bertumbuh.“Hai,” sapa Dina.Wendy mengedikkan bahu. Bahkan cara wanita itu bersikap tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekeliingnya tampak menakjubkan. Elegan dan membuat orang lain berniat untuk memberikan apa saja yang diminta oleh Wendy.“Nona Wendy ikut makan, ya,” ajaknya santai sambil menata piring baru di meja yang kosong.Tidak

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   A Good Life

    Dari kejauhan, Dina sudah melihat bayangan Leonardo. Senyum di wajah laki-laki itu menerbitkan cahaya benderang di kepalanya. Leonardo setengah berlari menghampirinya. Pria itu langsung mengambil alih kursi roda dari pegawai bandara untuk mendorong ayahnya. Cerminan seorang pria yang bertanggung jawab.“Gimana Bali?” tanya laki-laki itu.“Sepi.” Itu karena tidak ada kehadiran Leonardo di sana. Tapi, tentu saja Dina tidak akan mengungkapkan bagian terakhir dari pikirannya itu terang-terangan. Dia masih malu mengakui perasaannya terhadap laki-laki itu. Ditambah, dia juga tidak ingin Leonardo menggodanya terus-terusan.Mereka telah berada di parkiran mobil. Dengan sigap laki-laki itu membantu mendudukkan Ayah di kursi tengah, sedangkan Dina mengatur tas bawaan mereka di bagasi. Ketika Dina menutup pintu bagasi, Leonardo sedang mengembalikan kursi roda kepada petugas bandara.Dina cukup heran karena tidak menemukan satu orang pengawal

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   In Between

    Ditinggal oleh Dina, Leonardo belingsatan. Apa jawaban Dina? Apa dia kelewatan sudah menarik tangan perempuan itu? Apa dia tidak sopan karena terdengar begitu memaksa? Bagaimana kalau Dina menolaknya? Jantungnya berdegup kencang. Biasanya, Leonardo adalah orang yang dapat menerima apa saja: baik ataupun buruk. Tapi kali ini, dia punya asa. Dia ingin harapannya kali ini terkabul. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan kalau usahanya gagal.Leonardo berjalan mondar-mandir dengan sepatu Dina di tangannya. Sekarang apa? Menunggu gadis itu dan menuntut jawaban darinya? Atau, dia bisa pergi dan keinginannya. Tidak, tidak. Leo tidak siap apabila dia gagal mendapatkan bahagia.“Mas Leo.”Leonardo membalikkan badannya. Dan di sana, pada salah satu anak tangga, ada Dina yang memandanginya. Rambut panjang gadis itu ditata kuncir kuda. Mata besarnya berbinar-binar dan senyumnya merekah sampai ke telinga. Seakan-akan waktu bergerak melambat, Leonardo menikmati

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Growing Love Together

    Begitu Leo turun ke lantai bawah, dia tepergok dengan Dina yang sedang mendudukkan ayahnya di kursi di foyer. Di sebelah Ayah, telah tersedia tas dan satu buah koper. Rupanya, gadis itu serius dengan rencana kepindahannya ke Bali. Leo sedikit kesal karena perempuan itu tidak berniat sedikitpun untuk pamit kepadanya.“Uhm, Pak Hidayat ada?” tanya gadis itu.Dengan dagunya, Leonardo memberikan kode kalau ayahnya ada di ruang kerja di lantai atas. Dia menyaksikan Dina yang berjongkok dan pamit kepada Ayah sebelum meneruskan langkah sesuai petunjuk Leo.Leo sudah memerhatikan bahwa sejak bertemu dengan ayahnya kembali, Dina selalu enggan untuk berjauh-jauhan dengan orangtuanya itu. Seolah-olah gadis itu takut akan terjadi apa-apa kepada ayahnya jika dia meleng sebentar saja. Benar-benar sosok yang penyayang.Kata-kata Olivia jadi terngiang-ngiang di telinganya. Satu yang tidak dapat dia enyahkan adalah perihal penyesalan karena kata-kata

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   It's Time to Change

    Sepeninggal Mbok Surti, Bacon mengambil sebuah amplop dari balik jas belakangnya. Pengawal itu memberikannya kepada Pak Hidayat, bos paling tinggi dalam hierarki Grup Armadjati.“Itu dari pantat kamu?” sindir Pak Hidayat. Mana mungkin dia mau memegang sesuatu yang entah sudah berapa lama mengendap di bokong pengawal itu. “Apa itu?” tanyanya seraya menyembunyikan tangan di punggung, pertanda dia tidak mau menyentuh amplop tersebut.Bacon mengeluarkan isinya yang berupa kertas-kertas dokumen, dia menjejerkan semuanya di atas meja kopi. “Identitas pembunuh bayaran Danny.”“Foto dan kirim ke saya,” perintah Pak Hidayat sedikitpun tidak mau memegang dokumen.Bacon melakukan apa yang dia perintahkan. Sebaik foto-foto itu masuk ke folder pesan di telepon genggamnya, Pak Hidayat mengamati dokumen tersebut. Sayangnya, tidak banyak yang dapat dia telaah dari laporan Bacon tersebut. Pasalnya, ada beberapa kartu tanda p

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   One More Thing

    Pak Hidayat mencoret satu baris dari daftar kegiatan yang harus dia lakukan hari ini. Tahu-tahu, teleponnya mengalunkan notifikasi tanda pesan masuk. Dia membacanya sekilas. Dari sekretarisnya yang menanyakan apakah dia akan datang ke kantor hari ini.Jawabannya adalah tidak, pikir laki-laki itu seraya membalas pesan. Beberapa hari terakhir, dia harus membereskan kekacauan yang terjadi di rumahnya. Pak Hidayat mengecek email. Dia menunggu kabar penting seputar keberadaan istrinya dan Danny. Geram hatinya kalau mengingat-ingat dua makhluk tak berguna itu.Notifikasi pesan terdengar lagi. Every ship needs a captain.Pak Hidayat mengembuskan napas panjang. Dia juga tahu maksud tersembunyi dari pesan yang dikirimkan oleh sekretarisnya itu. Tapi, mau bagaimana lagi? Keluarganya lebih membutuhkan perhatiannya saat ini. Pak Hidayat tidak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti yang sudah-sudah dengan mengabaikan mereka. Terlebih sewaktu anak-anaknya telah b

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   Follow Your Heart

    Olivia mencari-cari Mbok Surti ke seluruh penjuru rumah. Beginilah susahnya memiliki tempat tinggal yang memiliki banyak ruangan. Ditambah, asisten senior Keluarga Armadjati itu tidak dibekali dengan lonceng atau telepon genggam yang membuatnya dapat dihubungi kapan saja.Gadis Kaukasia itu akhirnya menemukan Mbok Surti sedang membereskan debu-debu di atas lemari dan rak Olivia.“Mbok Surti, biarkan saja. Bukannya ada cleaning service yang datang setiap hari?”“Tapi Mbak Olivia bangunnya siang terus. Jadi mereka keburu pulang.”Olivia terkekeh ringan. Ya, tidak salah apa yang dikatakan oleh pesuruh itu. Beginilah nikmatnya menjadi seorang influencer. Bekerja sesuai waktu yang dia tentukan sendiri. Tidak ada kewajiban harus hadir di kantor sebelum jam tertentu.“Papi manggil Mbok. Di ruang kerjanya.”Mbok Surti buru-buru meletakkan kemoceng yang dipegangnya. Wanita tua itu mengelap tangann

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   The Last Day

    “Ini maksudnya apa, ya?” tanya Leo mengandalkan jawaban dari adik tirinya.“The restaurant that I’ve told you about.”“Tapi Bali?”“Becky yang mengusulkan. Bagus juga, sih. Secara marketing, lebih gampang memasarkannya. Bisa dijual dengan harga lebih tinggi dibandingkan di Jakarta.”Keputusan itu begitu tiba-tiba. Apa yang ada dalam pikiran Dina? Bukankah dia telah menjanjikan kalau utang perempuan itu lunas seluruhnya? Tidak ada lagi yang membebani gadis itu. Dia bebas dari kewajiban membayar utang. Bebas. Leonardo terhenyak. Itu kata kuncinya. Leo tidak berhak marah kalau gadis itu memang mau pergi. Dina adalah perempuan mandiri yang tidak terikat dengan siapapun, termasuk dirinya.“Oh, begitu.” Leonardo memandangi makanan-makanan yang tersaji di hadapannya. Tiga menu terakhir dari enam belas yang menjadi tugas Leo. Awalnya, dia menciptakan tugas itu agar Dina tid

  • DEBTLY IN LOVE (Indonesia)   All Recipes: Completed

    Dina mondar-mandir di depan kamar Leonardo. Dia ingin memeriksa ayahnya yang dari tadi pagi belum muncul untuk sarapan. Dina tahu semestinya dia mengetuk pintu dan Leo pasti akan mengizinkannya menjemput Ayah. Tapi, hari itu langkahnya berat. Dia tahu penyebabnya adalah karena setelah hari ini, Dina tidak bisa bertemu dengan laki-laki itu sebebas yang sekarang. Hatinya seperti ditimpa baja seberat seribu ton kalau mengingat-ingat hal itu.Dina masih berkutat dengan pikirannya sendiri sewaktu pintu di hadapannya mendadak terbuka.“Dina?”Dina salah tingkah. “Eh… itu… hmm… Ayah dari tadi belum turun,” katanya.Pagi itu, Leonardo terlihat segar seperti baru habis mandi. Ada aroma sabun yang khas yang dia yakin berasal dari sabun yang mahal harganya. Rambut laki-laki itu masih basah dan bagian depan rambutnya ada yang menjuntai di dahi. Leonardo tampak relaks, berbeda dari biasanya.“Ayah lagi di kamar

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status