Share

2.Stillbirth ( Kelahiran Mati )

Albern melangkahkan kakinya keluar, tetapi seorang suster memanggilnya.

"Tuan, tunggu!" panggil suster tersebut.

Albern langsung menghentikan langkahnya, dan menatap suster yang memanggilnya itu.

"Ada apa?!" tanya Albern dengan ketus dan dingin.

"Maaf, Tuan. Anda dipanggil oleh Dokter yang sedang menangani istri Tuan," ucap sang suster.

Suster tersebut mengira bahwa Albern adalah suami Harnum. Albern mengernyitkan keningnya mendengar ucapan sang suster.

"Wanita itu bukan i—" ucapan Albern terpotong.

"Maaf, Tuan. Tolong segera menghadap Dokter karena ini darurat," ucap suster tersebut yang memotong ucapan Albern.

Albern tidak melanjutkan ucapannya. Ia mengikuti suster itu dari belakang. Mereka langsung masuk ke dalam ruangan IGD.

"Dok, ini suami pasien," ucap sang suster.

"Baik, Sus, terima kasih," sahut sang dokter.

"Ada apa?!" tanya Albern dengan ketus.

"Maaf, Tuan. Kondisi istri Anda sangat kritis. Pasien telah kehilangan banyak darah, dan kondisi janin di dalam kandungannya sudah sangat kritis," ucap dokter tersebut.

"Lalu?" jawab Albern.

"Istri Anda harus segera di operasi untuk menyelamatkan nyawanya dan juga nyawa bayinya."

"Aku tidak peduli. Dia akan mati bersama bayi di dalam kandungannya itu, itu bukan urusanku! Jadi, itu terserah padamu apa yang akan kau lakukan padanya!"

Deg!

Dokter tersebut merasa sangat syok mendengar ucapan Albern. Ia merasa heran dan aneh, mengapa seorang suami begitu tega berkata sedemikian rupa pada istri dan anaknya yang sedang kritis dan skarat. Itu lah yang ada dalam benak sang dokter karena ia mengira bahwa Albern adalah suami Harnum.

Setelah mengatakan itu, Albern berlalu pergi. Ia langsung keluar dari ruangan IGD tersebut.

'Seharusnya tadi aku bunuh saja wanita sialan itu. Dia menyusahkanku saja, huh! Tapi ... jika aku membunuhnya maka aku tidak akan bisa menyiksanya. Aahh ... jika seperti ini bearti wanita sialan itu harus tetap hidup,' batin Albern.

Albern tiba-tiba membalikkan tubuhnya. Ia kembali masuk ke dalam ruangan IGD.

"Dok, lakukan yang terbaik untuknya!" ucap Albern dengan tegas.

Dokter yang bernama Rehan itu merasa terkejut mendengar ucapan Albern yang tiba-tiba berubah pikiran. Namun, ia merasa senang, setidaknya suami kejam itu masih memiliki hati nurani. Itulah yang ada di dalam benak sang dokter.

"Baik, Tuan. Kami akan segera melakukan operasi caesar. Karena hanya itu jalan satu-satunya," ucap sang dokter.

"Hmm ...." Albern hanya berdehem.

Dokter Rehan langsung mempersiapkan perlengkapan untuk melakukan operasi caesar. Albern dimintai untuk menanda tangani surat persetujuan operasi caesar tersebut karena ia dianggap sebagai suami Harnum.

Albern langsung membubuhkan tanda tangannya. Setelah itu, ia langsung keluar dari ruangan tersebut. Sementara Dokter Rehan dan para timnya segera mempersiapkan perlengkapan operasi caesar.

***

Tubuh Harnum langsung dibawa menuju ruangan operasi karena kondisinya dan kandungannya sudah sangat kritis. Maka tim medis mempercepat proses operasinya sedangkan Albern berdiri menatap kepergian Harnum yang dibawa ke ruangan operasi. Tanpa ia sadari, kakinya melangkah mengikuti tim medis.

"Tuan, silakan ikut masuk untuk menemani operasi pada istri Anda," ucap Dokter Rehan.

Albern tidak menjawab, tetapi ia mengikuti Dokter Rehan. Albern memperhatikan semua yang para dokter laki-laki itu lakukan. Ia mengernyitkan keningnya ketika melihat dokter yang akan melakukan operasi caesar itu adalah dokter laki-laki semua.

"Tunggu ...!" teriak Albern.

"Ya, Tuan, ada apa?" tanya Dokter Rehan.

"Mengapa dokter yang akan melakukan operasi ini merupakan dokter laki-laki semua?" tanya Albern.

Dokter Rehan dan dokter yang lainnya saling bertatapan. mereka merasa terkejut karena baru kali ini mereka diprotes oleh keluarga pasien.

"Ya, Tuan. karena kami semua merupakan dokter pilihan untuk melakukan operasi caesar. Apalagi ini merupakan hal yang darurat. Jadi, kami tidak memiliki banyak waktu lagi," Dokter Rehan memberikan penjelasan.

"Tidak! Aku tidak mengizinkan dokter laki-laki yang melakukan operasi pada perempuan itu. Aku mengizinkan hanya fokter wanita yang menanganinya! Otak kalian memang mesum, ingin memeriksa pasien wanita karena kalian bisa bebas melihat alat vitalnya, begitu?!" ucap Albern dengan sarkas.

Ucapan Albern tersebut tentu saja sangat membuat syok para dokter. Karena baru kali ini mereka dituduh seperti itu oleh orang lain.

"Maaf, Tuan, tapi kami tim medis atau para dokter tidak ada berpikiran seperti itu. Karena kami sudah memiliki sumpah. Kami bukannya ingin mencari kesempatan dalam kesempitan. Kami melakukan tugas kami sesuai prosedur. Kami—" ucap Dokter Rehan, tetapi ucapannya tersebut langsung dipotong oleh Albern.

"Cukup! Aku tidak mau mendengar pembelaan diri darimu atau dari kalian semua. Aku hanya mengizinkan dokter wanita yang menanganinya. Jika tidak, lebih baik tidak usah dilakukan operasi!" ucap Albern dengan tegas.

Dokter Rehan dan para dokter yang lainnya kembali dibuat syok oleh ucapan Albern. Akhirnya, mereka mengalah demi keselamatan Harnum dan bayinya.

Dokter Rehan langsung menghubungi para dokter wanita untuk menggantikan tugasnya dan tugas dokter laki-laki yang lainnya. Setelah itu, para dokter laki-laki tadi keluar dan diganti dengan para dokter wanita.

Para dokter wanita itu langsung bergegas melakukan operasi caesar pada Harnum, sedangkan Albern, ia hanya berdiri di samping kepala Harnum sambil bersedekap dada.

Sesekali matanya memperhatikan wajah Harnum, dan sesekali juga ia memperhatikan para dokter yang sedang sibuk melakukan operasi di bagian perut Harnum.

Tidak berapa lama kemudian, operasi caesar itu telah selesai. Seorang suster wanita yang menggendong bayi mungil tersebut langsung mendekati Dokter Helda, yaitu dokter yang bertugas penuh pada proses operasi tersebut.

"Dok, bayinya—" ucap sang Suster.

Dokter Helda langsung melihat ke arah sang bayi perempuan mungil dan sangat cantik itu. Mata Dokter Helda berkaca-kaca menatap sang bayi.

"Tuan, bayi Anda meninggal dunia. Bayi Anda mengalami stillbirth, yaitu kematian pada janin di dalam kandungan yang usia kandungannya sudah lebih dari 37 minggu, dan ini terjadi pada bayi Anda. Karena istri Anda mengalami pendarahan hebat, dan istri Anda mengalami kontraksi yang lama, tetapi tidak segera dilakukan tindakan medis."

Dokter Helda menghela napasnya sejenak, kemudian ia kembali melanjutkan ucapannya.

"Sehingga pendarahan berat yang terjadi di trimester akhir yang mengakibatkan janin mati dalam kandungan. Itu semua terjadi karena plasenta sudah mulai terpisah atau meluruh dari rahim sebelum memasuki masa persalinan. Kondisi ini disebut abrupsi plasenta atau placental abruption," sambungnya memberi penjelasan pada Albern.

Albern bergeming. Matanya hanya menatap pada bayi mungil tersebut yang tidak bergerak sedikitpun juga. Tiba-tiba mata Albern mengembun. Ia memejamkan mata dan menarik napas yang terasa sesak.

"Lakukan yang terbaik pada perempuan ini dan bayinya. Aku serahkan semuanya padamu, Dok! Nanti ada orang suruhanku yang akan ke sini untuk mengurus semuanya karena aku akan pergi dalam beberapa waktu."

Setelah mengatakan itu, Albern berlalu pergi meninggalkan ruangan operasi. Harnum yang masih tidak sadarkan diri itu belum mengetahui apa yang telah terjadi pada bayinya.

'Baguslah jika bayinya mati, untuk menggantikan nyawa keponakanku,' batin Albern.

TO BE CONTINUED

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status