Share

6.Siksaan untuk Harnum

Di rumah tua milik Albern yang terletak di tengah hutan itu, di sebuah gudang yang berada di belakang rumah, terlihat Harnum sedang beristirahat. Karena ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya membersihkan gudang tersebut.

Kondisi Harnum yang baru melahirkan dengan operasi caesar itu, terlihat sangat lemah. Karena saat dia baru pulang dari rumah sakit dengan kondisinya yang masih lemah itu, dia terpaksa harus bekerja berat, yaitu harus membersihkan sebuah gudang untuk tempat tidurnya. Wajah Harnum sudah pucat pasi dan dia sudah dehidrasi juga kelaparan.

'Ah ... aku sangat haus sekali. Jika aku meminta minum pada Bu Mira, apakah laki-laki iblis itu akan menghukumku, atau bahkan menyiksaku? Tetapi aku sangat haus sekali,' batin Harnum.

Lalu, Harnum pun memberanikan diri untuk keluar dan menuju dapur. Ia berjalan dengan perlahan dan menemui Bu Mira yang sedang berada di dapur.

"Bolehkah aku meminta air minum segelas saja? Aku sangat haus," ucap Harnum dengan suara pelan.

Bu Mira yang melihat keadaan Harnum yang sangat mengenaskan itu, langsung bergegas mengambilkan air minum dan memberikannya kepada Harum. Harum langsung menenggaknya hingga tandas.

"Non, lebih baik 'Non duduk dulu, biar saya siapkan makanan dulu. Non belum makan sedari tadi, 'Non pasti sangat lapar," ujar Bu Mira.

"Jangan, Bu! Nanti jika laki-laki iblis itu mengetahui aku makan yang diberikan oleh Ibu, nanti Ibu yang akan menjadi sasaran kemarahannya. Jadi, tidak apa jika aku kelaparan, aku tidak masalah, yang penting Ibu tidak terlibat dalam masalahku," sahut Harnum menolak dengan halus.

Akan tetapi, Bu Mira tidak menghiraukan ucapan Harnum. Ia justru langsung bergegas mengambilkan makanan untuk Harum.

"Non, makanlah," kara Bu Mira.

Lalu, Bu Mira memaksa Harum untuk memakannya. Dengan terpaksa Harnum memakannya. Harnum yang memang sangat kelaparan, memakannya dengan begitu lahap. Hingga tanpa terasa, nasi satu piring itu pun habis tak bersisa. Bu Mira kembali memberikan segelas air minum kepada Harum.

"Terima kasih, Bu," ucap Harnum.

"Sama-sama, 'Non. Jika 'Non membutuhkan apa-apa, 'Non bicara saja padaku, nanti aku yang akan memberikannya," kata Bu Mira.

"Terima kasih, Bu Mira. Oh, iya, apakah Bu Mira memiliki mukena? Karena mukenanya untukku beribadah. Maksudku, jika nanti aku sudah selesai masa nifas, aku 'kan pasti akan melaksanakan ibadah lagi."

"Iya, 'Non, nanti saya akan menyiapkannya."

"Terima kasih, Bu."

Ketika Harum dan Bu Mira sedang berbincang-bincang, tiba-tiba Albern datang. Dia tengah memperhatikan interaksi antara Harnum dan Bu Mira.

"Sedang apa kau di situ, hey, wanita jalang?!"

Harum tersentak kaget mendengarnya, lalu ia menoleh dan matanya bersirobok dengan mata elang Albern. Perasaannya kembali tak menentu.

"Siapa yang menyuruhmu ke sini, ke dapur ini? Hah! Aku tidak mengizinkanmu untuk makan di sini. Kau memang kurang ajar sekali wanita jalang! Ternyata keahlianmu selain merebut milik orang lain, kau juga tidak tahu malu!" ucap Albern dengan sarkas.

Bu Mira yang melihat perseteruan tersebut, langsung berlalu pergi. Karena dia tidak ingin menjadi sasaran kemarahan Tuannya tersebut. Lalu, Albern berjalan mendekati Harum dan menjambak rambutnya.

"Enak sekali kau, ya, Sudah makan. Siapa yang mengizinkanmu makan? Hah!"

"Jika kau tidak mau memberiku makan, mengapa kau tidak membunuhku saja sekalian? Dari pada kau menyiksaku terus-menerus!" ucap Harnum dengan tegas.

"Hey! Memangnya siapa dirimu, hah? Berani sekali kau mengatur hidupku!" Albern semakin mengencangkan jambakannya pada rambut Harnum.

Albern menyeret tubuh Harum ke belakang, kemudian, ia mengikat kedua tangan Harnum di sepasang tiang besi yang berada di belakang rumah tersebut.

Bu Mira dan Pak Toni yang melihat itu merasa kasihan terhadap Harnum, tetapi mereka tidak berani untuk menghentikan perbuatan Albern. Karena jika mereka ikut campur maka mereka yang akan menjadi sasarannya. Jadi, mereka hanya bisa menatap iba pada Harnum yang malang.

"Aku peringatkan kepada kalian, jangan ada yang menyelamatkannya atau melepaskan ikatan ini! Jika sampai kalian melakukan itu maka kalian akan tahu akibatnya!" ucap Albern kepada Bu Mira dan suaminya.

"Baik, Tuan," jawab Bu Mira dan suaminya dengan kompak.

***

Malam pun tiba, Harum masih terikat di belakang rumah. Suasana malam yang sangat gelap gulita karena berada di hutan itu, terasa sangat mencekam. Apalagi gonggongan anjing dan serigala terdengar, serta suara burung hantu sangat riuh saling bersahutan. Harnum melihat ke sekelilingnya.

"Laki-laki iblis! Bunuh saja aku daripada kau menyiksaku terus-menerus seperti ini!" teriak Harum di tengah malam itu.

Suara Harnum yang melengking, terdengar sangat jelas di telinga Albern. Karena malam yang sangat sunyi sehingga suaranya langsung terdengar sampai ke paviliun. Albern yang sedang beristirahat itu, mendengar teriakan Harnum. Lalu, ia langsung bergegas menghampiri Harnum dengan membawa cambuk.

"Kau menguji kesabaranku, dasar wanita sialan!"

Lalu, Albern mencambuk punggung Harnum secara membabi buta. Harum menjerit kesakitan, air matanya sudah tidak bisa di bendung lagi. Dan baju Harum kini sudah berwarna merah akibat luka di punggungnya.

"Bunuh saja aku laki-laki iblis! Kau bukan manusia, tetapi kau iblis! Kau telah merenggut kebahagiaanku. Kau telah menghancurkan hidupku dan masa depanku bersama keluarga kecilku!"

"Kau sudah membunuh suamiku dan anakku, lalu untuk apa kau menawanku? Lebih baik kau bunuh saja aku agar aku menyusul suami dan anakku!" teriak Hanum dengan histeris walaupun dengan suaranya yang sudah lemah.

Emosi Albern semakin memuncak mendengarnya. Lalu, tiba-tiba Albern masuk ke dalam paviliun, tidak lama kemudian dia keluar dengan membawa seekor ular piton yang sangat besar.

"Kau ingin mati 'kan? Baiklah, aku akan mengabulkan permintaanmu itu, wanita jalang! Aku rasa, jika tubuhmu itu ditelan hidup-hidup oleh ular peliharaanku ini, kau akan langsung mati!" ucap Albern.

Lalu, ia melepaskan ular piton peliharaannya itu. Mata Harnum terbelalak sempurna melihatnya. Ia merasa sangat ketakutan, sedangkan ular itu sudah mulai merayap mendekatinya. Ular itu terus merayap ke kaki Harnum dan naik ke atas tubuhnya.

Ular itu menuju punggung Harnum yang berlumuran darah segar akibat luka cambuk. Bibir Harnum gemetar karena ketakutan, peluh sudah membanjiri sekujur tubuhnya, sedangkan Albern tertawa terbahak-bahak melihatnya.

"Mengapa? Apa kau takut? Bukankah kau sedari tadi ingin aku bunuh, hmm? Aku tidak ingin mengotori tanganku. Jadi, biarkan ular peliharaanku itu yang menjalankan tugasnya untuk membunuhmu."

Setelah mengatakan itu, Albern pergi meninggalkan Harnum yang sudah menjerit histeris.

"Dari pada kau menyiksaku begini, lebih baik kau bunuh saja aku seperti yang kau lakukan terhadap suamiku! Tembak saja aku detik ini juga!" teriak Harnum.

Albern seketika menghentikan langkah kakinya. Ia kemudian berbalik arah sembari merogoh pinggangnya.

Dor! Dor! Dor!

TO BE CONTINUED

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status