"Cepat masuk!" teriak Albern kepada Harnum.
Harnum hanya berdiam diri dan berdiri saja di pekarangan rumah tua milik Albern. Albern merasa sangat geram melihatnya. Lalu, ia menjambak rambut harnum dan diseret ke dalam rumah."Lebih baik bunuh saja aku!" teriak Harnum."Shut up! Atau aku pecahkan kepalamu!" Albern berteriak kencang.Bu Mira dan Pak Toni yang sedang berada di paviliun, bergegas berlari menuju rumah tua tersebut ketika mereka mendengar suara teriakan Albern."Pak, sepertinya Tuan Al pulang," ucap Bu Mira."Iya, Bu. Dan sepertinya Tuan Al sedang mengamuk," jawab Pak Toni."Ayo, Pak, kita segera ke rumah tua," ajak Bu Mira.Sementara Harnum tengah bersimpuh di hadapan Albern. Dia menangis tergugu, tubuhnya berguncang hebat."Aku mohon lebih baik kau bunuh saja aku. Aku tidak sanggup jika kau akan menyiksaku setiap harinya," mohon Harnum.Albern tersenyum tipis mendengar permohonan Harnum tersebut. Jiwa gilanya semakin meronta-ronta untuk menyiksa Harnum.'Memang itulah yang aku inginkan wanita sialan! Wanita jalang! Karena aku akan selalu menyiksamu untuk melampiaskan dendamku pada suami laknatmu yang sudah di neraka itu!' batinnya."Tuan Al, ada apa? Apa yang terjadi?" tanya Bu Mira."Bu Mira, Pak Toni. Awasi wanita sialan ini. Jangan sampai dia melarikan diri ataupun melakukan hal-hal yang tidak diinginkan!" perintah Albern kepada sepasang suami istri tersebut."B-baik, Tuan," jawab Bu Mira dan Pak Toni secara bersamaan.Albern melangkahkan kakinya menuju ke paviliun. Sementara Harnum masih bersimpuh di lantai dengan menangis terisak-isak. Bu Mira dan Pak Toni merasa sangat iba melihat keadaan Harnum."Non, mari ikut saya ke lantai atas. Non silakan istirahat dulu di kamar atas," ujar Bu Mira.Harnum mendongakkan wajahnya dan menatap Bu Mira dan Pak Toni secara bergantian. Bu Mira mengulurkan tangannya dan Harnum menerima uluran tangan tersebut.Bu Mira membantu Harnum untuk berdiri. Setelah itu, ia menuntun Harnum untuk berjalan ke lantai atas. Mereka menaiki tangga bersama."Siapa yang menyuruh wanita sialan itu untuk beristirahat di kamar atas?!"Tiba-tiba suara Albern menggema di ruangan rumah tua tersebut. Bu Mira dan Harnum menghentikan langkah kaki mereka. Bu Mira langsung berbalik dan membungkukkan setengah badannya."Maaf, Tuan. Saya mengira bahwa Nona ini harus dibawa ke kamar atas," ucap Bu Mira."Tidak perlu! Dan jangan pernah berani-beraninya dia memasuki kamar di lantai atas itu. Suruh saja dia tidur di gudang belakang!" titah Albern."B-baik, Tuan."Setelah mengatakan itu, Albern pergi menuju paviliun kembali. Sementara Bu Mira dengan berat hati mengajak Harnum menuju gudang belakang.Keadaan gudang yang sangat pengap, berantakan, dan berdebu itu, membuat Harnum dan Bu Mira terbatuk-batuk."Gudang ini sangat kotor sekali. Karena sudah sangat lama tidak ditempati. Non, mohon maaf ya karena saya harus menempatkan 'Non di gudang ini," ucap Bu Mira."Iya, Bu, tidak mengapa. Saya ucapkan terima kasih atas waktu Ibu yang sudah berbaik hati membantu saya," ujar Harnum."Iya, 'Non, sama-sama. Kalau 'Non butuh sesuatu, bilang saja sama saya.""Iya, Bu.""Saya permisi dulu ya, 'Non.""Silakan, Bu."Bu Mira berpamitan keluar, sedangkan Harnum kembali merapikan gudang tersebut. Keadaannya yang baru di operasi itu, membuat tubuhnya terasa lemah dan sakit. Namun, perjalanan hidupnya untuk ke depan baru akan dimulai.'Perutku terasa kram. Aku juga sangat lapar, tapi ... aku tidak memiliki makanan. Ya Tuhan, tolonglah hambamu ini,' batinnya. ***Sementara itu, di belahan dunia lainnya, tepatnya di Negara Italia. Di sebuah night club yang terdapat sekelompok klan Mafia, yaitu Klan AB—klan milik Albern. Mereka merupakan anak buah Albern yang sedang berpesta yang tengah menari menikmati hiburan malam."King AB kapan akan kembali ke sini? Sudah lama dia belum kembali ke Italia. Apakah urusannya di Indonesia belum selesai juga?" George, orang yang menjadi tangan kanan Albern membuka percakapan."Aku juga belum mendapatkan kabar dari King AB. Aku tidak berani jika harus menghubunginya terlebih dahulu. Karena dia pasti akan mengamuk," sahut Willy, tangan kanan Albern yang lainnya."Lebih baik kita menikmati kebebasan ini. Karena jika King AB sudah kembali ke sini, waktu kita habis hanya untuk bertempur," ucap Niel, yang merupakan tangan kanan Albern yang satunya lagi."Ya, kau benar, Neil. Mari kita menikmati pesta ini. Lihatlah, para wanita seksi itu sedang menari erotis. Aku sangat menyukainya," ujar Willy."Dasar kau, Will. Yang ada di otakmu itu hanya selangkangan saja, ahahaha." George tertawa terbahak."Nikmatilah surga dunia ini, George. Jika kita sudah mati, kita sudah tidak bisa melakukannya lagi," sahut Willy."Ya, kau benar, Will. Kalau begitu, ayo, kita bersenang-senang!" teriak Neil.Ketiga laki-laki itu langsung bergegas mendekati para wanita penghibur yang sedang menari erotis. Mereka membawa saling satu wanita penghibur tersebut, lalu dibawa ke dalam kamar yang sudah tersedia di club tersebut.'Nikmatilah semuanya karena sebentar lagi Klan AB akan hancur. Dan akan aku pastikan King kalian itu akan menjadi target utama. Kalian akan kehilangan King yang selalu kalian agung-agungkan itu,' batin seseorang yang tersenyum tipis menatap kepergian George, Willy, dan Neil.Ketiga tangan kanan Albern tersebut sedang menikmati surga dunia di dalam kamar masing-masing. Mereka tengah menaungi lautan kenikmatan dunia hingga pagi menjelang. Mereka bertiga benar-benar sedang menikmati kebebasan tanpa adanya sang King Mafia."Baby, bangun!" ucap seorang wanita yang bernama Jennifer kepada Willy.Willy menggeliatkan tubuhnya yang masih polos tanpa sehelai benang pun dan hanya tertutup oleh selimut tebal."Baby, sekarang jam berapa?" tanya Willy."Sudah jam sembilan, Baby. Kau ini tidak bisa jika dalam semalam hanya melakukannya satu kali saja. Akhirnya kau kelelahan, hmm.""Karena kau selalu mampu membuatku ketagihan hingga kelelahan, Baby."Willy menarik tubuh Jennifer hingga jatuh di dadanya yang bidang. Willy langsung melumat bibir Jennifer dengan penuh gairah. Tangannya tidak tinggal diam terus meraba-raba lekuk tubuh Jennifer yang sangat indah."Ouuhh ... Baby, I want you right now," racau Jennifer.Willy langsung memasuki goa terlarang milik Jennifer. Kejantanannya sudah on kembali dan sedang mencari tempat ternyamannya."Ohhh ... Baby, ssshhh ... milikmu selalu membuatku gila!" racau Jennifer berteriak."Aaahhh ... milikmu juga selalu mampu memuaskan milikku, Baby," sahut Willy.Willy dan Jennifer terus berpacu, tubuh mereka sudah bermandikan peluh. Kedua anak manusia itu saling mencari kenikmatan. Hingga akhirnya, mereka berdua mencapai puncak secara bersama."Baby, thanks so much," kata Willy.Jennifer hanya menganggukkan kepalanya. Karena ia sudah tidak memiliki tenaga untuk berbicara. Jennifer memejamkan matanya dan terlelap, sedangkan Willy langsung membersihkan diri, lalu ia mencium kening Jennifer. Dan setelah itu Willy pergi.'Maafkan aku, Will. Karena aku telah berkhianat padamu, tapi aku terpaksa melakukan ini.' TO BE CONTINUEDTanpa terasa, kini twins A sudah berusia 4 tahun. Dan pada saat itu di mansion AB sedang mengadakan pesta ulang tahun twins A yang ke 4.Perayaan ulang tahun yang sangat meriah itu begitu terasa. Apalagi semua keluarga para tangan kanan Albern hadir di sana. Willy, Rully, George, dan Neil, bersama istri dan anak mereka ikut menghadiri pesta tersebut.Anak-anak mereka yang berusia tidak jauh beda dengan twins A, kini sedang berlari-larian bersama twins A. Nora dan Nancy pun juga sudah memiliki anak berusia 3 tahun yang berjenis kelamin perempuan.Kebahagiaan makin terpancar di wajah semuanya. Mereka selalu kompak dan saling mendukung satu sama lain itu, menjadi kelebihan yang dimiliki oleh mereka.“Happy birthday twins A, Ardam Barnard dan Aveline Barnard, cucu-cucu oma. Tak terasa, ya, usia kalian sudah 4 tahun. Kalian semakin cantik dan tampan,” ucap Mama Marsha.“Ardam tampan seperti Daddy, dan adik Aveline cantik seperti Mommy,” ujar Ardam.Semua orang tertawa mendengarnya. Ardam m
Albern meneguk ludahnya dengan susah payah. Wajahnya memucat karena dia merasa panik. Dan dia justru berlari ke sana kemari karena otaknya tiba-tiba buntu.Harnum yang melihatnya merasa kesal. “By, apa yang kau lakukan? Mengapa kau malah lari ke sana ke mari. Perutku sakit, By, aku kontraksi,” ujarnya.“Ah, iya, Sayang. A-aku … aku … aduh, bagaimana ini? Sayang, maafkan aku karena aku telah membuatmu seperti ini. Kau pasti merasa pusing ‘kan karena ucapanku tadi sehingga membuatmu tidak nyaman dan banyak pikiran dan mengakibatkan kau merasa kesakitan di perutmu, lalu kontraksi.” Albern berbicara panjang tanpa jeda.Wajah Harnum meringis menahan sakit yang tiada tara. ”T-tidak begitu, By. Ah … mungkin ini memang sudah waktunya. Karena aku memang sudah hamil 9 bulan. Jadi, aku kontraksi.”“Aduh, By, ah … tolong panggilkan Bibi dan para asisten … bukan … ah maksudku panggil ketua pelayan di mansion ini.”Albern yang sedang panik itu sudah tidak mengingat lagi siapa nama ketua pelayannya,
Sementara itu di dalam kamar tamu, tepatnya di kamar pasangan George dan Nora. Malam itu Nora terlihat selalu murung. George sedari tadi memperhatikannya.Nora membelakangi George. Dia sudah menggunakan selimut. George yang awalnya sedang sibuk di layar laptop, kini dia menghentikan kegiatannya tersebut karena dia merasa bahwa sang istri sedang banyak pikiran.Lalu, ia langsung menghampirinya. George ikut merebahkan tubuhnya dan dia memeluk sang istri dari belakang. Tangan kanannya membelai-belai kepala Nora, sedangkan tangan kirinya mengelus-elus perut Nora.Dia sangat tahu bahwa Nora sedang memikirkan tentang dirinya yang belum mengandung. Apalagi Nora melihat Jennifer dan Monica yang sudah melahirkan, yang sudah memiliki anak, serta Harnum yang tengah mengandung.“Kau sudah mendengarkan ucapan Nona Harnum, lalu mengapa kau masih melamun dan memikirkan tentang itu, hmm?” George mencium pipi Nora, kemudian beralih ke telinganya dan menggigitinya.“Lepaskan, Sayang, aku sedang tidak i
Malam itu pun juga Monica langsung dibawa ke rumah sakit dan langsung ditangani oleh tim medis.Monica melahirkan secara normal, sama halnya seperti Jennifer waktu itu. Karena mereka ingin merasakan menjadi seorang ibu seutuhnya sehingga mereka berusaha dan berjuang melahirkan tanpa operasi.Sebenarnya Rully dan kedua orang tuanya menyarankan agar dia di operasi caesar saja, tetapi Monica tidak mau. Dia benar-benar berusaha dan berjuang melahirkan secara normal.Tangisan bayi kini menggema di dalam ruangan persalinan. Bayi Monica dan Rully itu berjenis kelamin laki-laki. Pancaran kebahagiaan kian terpancar di wajah Rully dan Monica. Mereka benar-benar merasa sangat bahagia atas kelahiran putra pertamanya tersebut.Bayi laki-laki itu diberi nama Rafael Morgan. Harnum tiada henti memandang baby Rafael tersebut. Rasanya dia pun ingin segera melahirkan kala itu juga.Begitu pula dengan Nora dan Nancy, keduanya nampak ikut berbahagia menyambut kelahiran baby Rafael. Nora dan Nancy yang bel
Semuanya saling berpandangan ketika mereka melihat Harnum yang tengah merajuk. Bibirnya terlihat memberengut. Perasaan wanita yang sedang hamil benar-benar sangat sensitif sekali, tidak bisa salah sedikit akan mengenai hatinya.Albern merayunya agar tidak marah lagi, sedangkan kedua pasang suami istri itu bergegas keluar ketika melihat suasana yang semakin menegangkan. Mereka turun ke lantai bawah dan menuju ke gazebo di belakang mansion. Kini, mereka berempat duduk di sana. Sementara Albern tengah sibuk merayu dan membujuk Harnum. “Sayangku, mengapa kau marah? Kami tadi tidak bermaksud membuatmu bersedih.”“Aku tadi sedang berbicara membahas Neil dan George, tetapi kalian malah saling berpandangan seperti itu. Apa maksud kalian? Kau juga samanya. Aku membencimu!” Harnum masih saja marah pada Albern. “Sudah, sana pergi! Aku ingin sendiri.” Harnum pun langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Albern yang melihat itu bertambah pusing. “
George bergegas keluar dari mobil. Dia berlari kencang ke arah dermaga. George langsung memeluk tubuh seseorang yang dia anggap adalah Nora.“Nora, Sayang, akhirnya aku menemukanmu.” George semakin mengeratkan pelukannya.Sementara perempuan yang dipeluk tersebut berusaha sekuat tenaga melepaskan pelukan George. “Tuan, tolong lepaskan, saya bukan Nora.”Deg!Deg!Jantung George berdetak semakin cepat dan bertalu-talu. Dia melepaskan pelukannya dan menatap wajah perempuan tersebut yang ternyata memang bukan Nora.“M-maaf, aku salah orang. Aku kira kau istriku karena postur tubuhmu sama persis,” ujar George.Dia melangkah dengan lunglai meninggalkan bandara. Air mata semakin deras membasahi pipinya. Langkah kakinya berjalan tanpa arah. Neil dan Nancy yang melihatnya ikut meneteskan air mata.Lalu, mereka menuntun George untuk duduk di sebuah bangku yang terletak di pinggir pantai. Di pantai tersebut terdapat banyak penginapan.“George, ayo, kita ke penginapan saja agar kau bisa beristir