Beranda / Romansa / DENDAM LUKA LAMA / 84. Pagi yang Manis 2

Share

84. Pagi yang Manis 2

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-13 14:52:27

Mendengar kalimat terakhir pakdenya, tatapan Erlangga berkobar penuh amarah. "Jangan libatkan Mbak Alin dalam perbincangan ini. Sudah cukup menghina kakak saya. Yang jelas apapun yang terjadi dengan Mbak Alin, itu tidak merugikan Pakde sekeluarga."

Pak Tirta semakin geram. Erlangga-lah keponakan yang berani menentangnya. Walaupun sebenarnya Erlangga tidak berniat untuk berani pada orang tua, tapi kalau dia diam, semakin diinjak harga dirinya. Direndahkan juga karena papanya sudah tidak ada.

Semenjak papanya meninggal, sang mama tidak boleh lagi berkecimpung di perusahaan oleh saudara mereka. Padahal selama ini, Bu Ambar memiliki kontribusi besar dalam perusahaan. Ipar-iparnya tidak tahu menghargainya.

"Kamu masih beruntung bisa duduk di jajaran kepemimpinan BR," ujar Pak Tirta lagi. Tak peduli meski Pak Danuarga sudah kembali duduk di sana.

"Saya duduk di kursi Buana Raya bukan gratis, Pakde. Saya juga pemegang saham di perusahaan. Saya tidak hanya diam dan memerintah, tapi banyak ya
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
tenang Vania yg paling penting Erlangga udah jelas nolak perjodohan.. tinggal jujur sama keluargamu yg sebenarnya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • DENDAM LUKA LAMA   85. Pagi yang Manis 3

    Vania mengangguk. Erlangga benar. Mereka sudah mengambil banyak resiko sampai harus backstreet seperti ini."Besok kujemput jam enam pagi. Aku tidak bisa membiarkanmu pulang sendiri."Mereka saling pandang. Vania terdiam beberapa saat, lantas mengangguk. Ia mengalah akhirnya. Melihat anggukan sang istri, Erlangga tersenyum. Diraihnya tubuh Vania dan dikulumnya bibir itu dengan penuh kerinduan. Sesuatu bangkit dari dalam dirinya. Namun tidak mungkin akan melakukannya di dalam mobil. "I love you," bisiknya."I love you too," balas Vania sambil tersenyum dan mereka beradu pandang."Aku turun dulu, Mas.""Oke, Sayang. Jam enam pagi kutunggu di sini."Vania mengangguk lalu membuka pintu mobil dan melangkah tergesa meninggalkan Erlangga. Pria itu masih memperhatikan hingga sang istri masuk pintu pagar.🖤LS🖤"Ke luar kota ke mana? Ini kan akhir pekan, Er," tegur Alina saat melihat adiknya berpakaian kasual rapi dan menenteng ransel sepagi itu. "Aku ada acara sama teman-teman, Mbak.""Ben

  • DENDAM LUKA LAMA   84. Pagi yang Manis 2

    Mendengar kalimat terakhir pakdenya, tatapan Erlangga berkobar penuh amarah. "Jangan libatkan Mbak Alin dalam perbincangan ini. Sudah cukup menghina kakak saya. Yang jelas apapun yang terjadi dengan Mbak Alin, itu tidak merugikan Pakde sekeluarga."Pak Tirta semakin geram. Erlangga-lah keponakan yang berani menentangnya. Walaupun sebenarnya Erlangga tidak berniat untuk berani pada orang tua, tapi kalau dia diam, semakin diinjak harga dirinya. Direndahkan juga karena papanya sudah tidak ada. Semenjak papanya meninggal, sang mama tidak boleh lagi berkecimpung di perusahaan oleh saudara mereka. Padahal selama ini, Bu Ambar memiliki kontribusi besar dalam perusahaan. Ipar-iparnya tidak tahu menghargainya."Kamu masih beruntung bisa duduk di jajaran kepemimpinan BR," ujar Pak Tirta lagi. Tak peduli meski Pak Danuarga sudah kembali duduk di sana."Saya duduk di kursi Buana Raya bukan gratis, Pakde. Saya juga pemegang saham di perusahaan. Saya tidak hanya diam dan memerintah, tapi banyak ya

  • DENDAM LUKA LAMA   83. Pagi yang Manis 1

    DENDAM- Pagi yang Manis"Ini privasi saya, Pakde. Nanti kalau sudah waktunya, pasti akan saya kenalkan pada keluarga." Erlangga lalu memandang Pak Danuarga. "Maafkan saya, Kek. Kalau kali ini saya tidak bisa menuruti keinginan Kakek. Saya akan menikah dengan gadis pilihan saya sendiri."Sebenarnya Erlangga tak sampai hati mengecewakan kakeknya. Orang yang selalu membela dan sangat menyayanginya. Namun kali ini, ia tidak bisa mengabulkan permintaannya. Terlihat wajah tua itu kecewa.Sesaat hening. Erlangga bisa merasakan tatapan Pak Tirta yang menyimpan amarah. Pria itu menghela napas panjang, lalu berkata, "Ajak dia kemari. Aku ingin melihat siapa yang membuatmu menolak perjodohan sebesar ini. Kamu tahu kan, Jenny berasal dari keluarga yang bagaimana?""Maaf, Pakde. Sekarang ini saya belum bisa membawanya untuk berkenalan dengan keluarga. Suatu hari nanti, saya pasti akan mengajak gadis itu bertemu dengan keluarga besar kita.""Kamu dan dia belum ada perbincangan serius dengan pihak

  • DENDAM LUKA LAMA   82. Penolakan 3

    Namun Erlangga tidak bisa membiarkan istrinya pulang sendirian. Di samping dia rindu ingin bertemu, Erlangga juga cemburu kalau Vania bertemu dokter Raka.Ketika tengah sibuk dengan pikirannya, pintu ruangan diketuk dua kali dan masuklah Rendy. Asistennya itu membawa map dan beberapa file di tangannya."Besok pagi kamu jadi nganterin Vani?" tanya Rendy setelah duduk di depan bosnya."Ya. Aku tidak peduli dia menolak," jawab Erlangga seraya menegakkan duduknya."Kalau kamu jemput dia, jaga jarak aman dari temannya yang bernama Ciciana itu. Nanti aku lagi yang kena damprat."Erlangga tersenyum samar. Kemarin Rendy sudah cerita tentang pertemuannya dengan Cici di depan minimarket. "Ini yang harus kamu tanda tangani, Bro." Rendy membuka map dan menunjukkan berkas pada Erlangga. Kemudian ia memperhatikan bosnya yang masih meneliti sebelum tanda tangan. Jika ingat ucapan Cici tempo hari, Rendy ingin rasanya tertawa. Sekelas Erlangga dibilang menggunakan pelet. Duh, Cici belum tahu Jenny.

  • DENDAM LUKA LAMA   81. Penolakan 2

    "Saya serius, Dok. Saya dan Vania menikah siri saat dia masih koas di Rumah Sakit Harapan Sentosa. Sudah setahun lebih."Gestur dokter Fatimah semakin tertarik. Kenapa banyak sekali tentang rahasia Vania yang sama sekali di luar dugaannya. Dan dokter dengan wajah keibuan itu bertambah kaget, nyaris tak bisa bernapas saat Erlangga menceritakan semua kisahnya dengan Vania. Termasuk siapa Vania yang sebenarnya. Membuat dokter Fatimah membeku."Saya mencintai dokter Vania, Dok. Makanya saya butuh waktu dan situasi yang tepat untuk memberitahu Mbak Alina. Saya sayang keduanya, satu sebagai kakak dan satunya sebagai istri."Saya percaya, Dokter Fatimah bisa membantu saya jika suatu hari nanti, saya akan memberitahu Mbak Alina. Sebab Dokter yang paham dan tahu banyak bagaimana kondisi psikologis kakak saya. "Hubungan saya dan dokter Vania, belum diketahui siapa pun selain Mama dan dokter Fatimah. Dokter Ciciana juga belum tahu."Dokter Fatimah mengangguk-angguk. "Ya, saya mengerti, Mas. Wal

  • DENDAM LUKA LAMA   80. Penolakan 1

    DENDAM- Penolakan Tatapan dokter Fatimah terlihat biasa tapi penuh selidik, bergantian memandang mobil hitam itu dan Vania. Beberapa waktu yang lalu terbesit keinginan hendak mengenalkan Vania dan Erlangga. Namun sepagi ini ia dibuat terkejut karena melihat Vania turun dari mobilnya Erlangga dalam keadaan agak kusut.Dada Vania berdebar kencang, antara malu dan bingung hendak menjelaskan. Erlangga yang memandang dari dalam mobil, segera membuka pintu dan turun. Ia tidak ingin ada kesalahpahaman yang menjejaskan internship istrinya. Mereka tidak berzina, hanya saja hubungan ini belum waktunya dipublikasikan.Melihat Erlangga, dokter Fatimah kembali terkejut. Pria itu tersenyum ramah, lalu menyalami dokter pemilik klinik langganan. "Selamat pagi, Dok.""Selamat pagi, Mas Erlangga. Sungguh saya terkejut bertemu kalian di sini." Dokter Fatimah memandang Erlangga dan Vania bergantian. Sebagai orang dewasa yang sudah berpengalaman, dia bisa menebak kalau sudah terjadi sesuatu dengan Erla

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status