Share

RAHASIA SUAMIKU

Penulis: Jingga Rinjani
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-29 16:37:40

"Mas, kamu di mana? Ibu di mana?" tanyaku.

"I-ibu lagi tidur. Ini Mas lagi di rumah teman, Dek."

"Oh, maksud Mas, Ibu lagi tiduran di sini?"

Kusorot Ibu yang sedang tiduran. Mas Tohir tampak melebarkan matanya. Jelas saja dia terkejut.

"Dek, kok Ibu bisa sama kamu, sih? A-apa kamu sudah pulang?"

"Ya, aku sudah pulang, Mas! Dan aku melihat rumahku masih berbentuk gubuk, Ibuku sakit parah, dan anakku kamu masukkan pesantren gratis, tapi kamu tetap meminta uang padaku. Jahat kamu, Mas!"

Klik. Panggilan video dimatikan oleh Mas Tohir. Benar-benar lelaki itu, ya! Tak ada rasa terima kasihnya.

"Nak, sudah, jangan bertengkar. Yang terpenting sekarang kamu sudah ada di sini."

Aku mengangguk, meski sebenarnya masih ingin sekali marah-marah pada Mas Tohir. Bayangkan saja! Aku di luar negeri selama 3 tahun demi hidup Ibu dan anak-anakku terjamin, tapi ternyata uangnya entah raib ke mana. Dan yang paling membuatku jengkel kenapa harus membangun rumah di samping rumah mertua?

"Pokoknya, nanti pulang dari sini, Sarah akan buat perhitungan Mas Tohir, Bu."

Ibu mengangguk, tak lagi melarang. Sepertinya beliau memang sudah lelah memilili menantu seperti Mas Tohir.

--

Beberapa hari kemudian.

Ibu sudah diperbolehkan pulang. Aku begitu sedih melihat beliau harus tinggal di rumah yang sudah banyak lapuknya. Rumah ini memang peninggalan Bapak, karena itu aku berencana merenovasinya. Toh, nanti aku yang akan menempati rumah ini karena aku adalah anak tunggal.

"Ibu bisa di sini sendirian? Atau mau Sarah panggilkan Bi Minah?" tawarku.

Menurut Ibu, Bik Minah adalah tetangga yang dibayar oleh Mas Tohir untuk memberi makan beliau. Tapi tetap saja, Mas Tohir menelantarkan Ibuku dan tak benar-benar merawatnya.

Memang benar, seharusnya aku yang merawat beliau, tapi dilihat dulu. Aku harus kerja banting tulang ke luar negeri, demi mereka. Mas Tohir pun tak perlu banjir keringat untuk bekerja.

"Ibu di sini saja, Nak, gak usah panggil si Minah. Selesaikan lah masalahmu."

Aku mengangguk, lalu gegas memesan ojek online. Amarah yang sudah di ubun-ubun, akhirnya akan kukeluarkan semua. Setelah tahu aku sudah pulang dan Ibu dirawat di rumah sakit, Mas Tohir sama sekali tak menghubungiku. Entah ke mana saja ia?

Saat sampai di halaman rumah Mama mertua, tampak pintu rumahnya terbuka. Di sebelahnya juga ada sebuah rumah minimalis. Melihatnya membuatku perih. Aku mengirimkan uang sebesar seratus tujuh puluh juta. Hasil dari menabungku selama ini. Tapi, apa yang kudapat? Hanya rumah seperti ini? Sementara jika merenovasi rumah Ibu, hanya perlu mengubah depannya saja, karena bagian dapur masih layak. Astaghfirullah, Mas Tohir!

Aku berjalan pelan menuju rumah Mama. Terdengar gelak tawa beliau dengan Mas Tohir. Bahagia sekali kamu, Mas? Kamu bahkan tak ada niat untuk menghubungiku?

"Kamu pikirkan alasan ketika bertemu dengan Mbak Sarah nanti, Mas." Ini adalah suara Ranti, adik iparku.

"Betul itu. Kamu pura-pura kecopetan, kek. Atau, kerampokan, kek. Biar dia balik lagi ke luar negeri buat cari duit. Rumah itu buat Ranti saja," ucap Ibu.

Mataku membeliak saat mendemgar ucapan Ibu. Apa katanya? Aku disuruh ke luar negeri lagi?

"Gampang itu, Bu. Tohir sudah punya rencana. Dia mana bisa menolak ucapan Tohir."

Aku terkekeh mendengar jawaban Mas Tohir. Iya memang, aku sepenurut itu. Tapi dulu. Sementara sekarang? Aku takkan bertindak seperti itu lagi, Mas. Sementara aku sudah tahu rencana busukmu dan keluargamu.

Lihat apa yang akan kulakukan nanti!

_______

Aku pun kembali ke rumah, dan mengemas pakaian Ibu ke dalam tas. Tadi, aku tak sempat melihat Ibra. Padahal sudah rindu. Tapi tak apa, sebentar lagi aku akan bertemu dengan anak bungsuku.

"Kita mau ke mana, Rah?"

"Sudah, Ibu tenang saja. Kita akan pindah ke rumahku, Bu."

"Rumahmu?"

"Iya. Rumah yang ada di samping rumah mertuaku itu kan rumahku, Bu. Bangunnya aja pakai uang yang Sarah kirim."

"Tapi, apa nggak papa, Nak?"

"Tentu nggak papa, Bu. Lebih berhak kita daripada Ranti. Mereka berencana akan berbohong supaya Sarah kembali bekerja di luar negeri dan rumah itu akan ditempati oleh Ranti. Tidak, Bu. Sarah tidak ridho."

"Sama, Nak. Ya sudah, ayo kita pergi."

Aku mengangguk, dan menuntun Ibu menuju tukang ojek di pangkalan. Beberapa dari mereka adalah temanku dulu.

"Loh, Sarah? Kamu sudah pulang? Apa kabar?" tanya Bowo.

"Alhamdulillah baik, Wo. Kamu juga apa kabar? Tolong antar aku ke rumah mertuaku, Wo."

Bowo langsung memanggil Andi yang sedang rebahan di pos ronda, lalu kami meluncur ke rumah mertuaku. Dalam hati aku berdo'a supaya dikuatkan nantinya.

"Kamu mau pindah ke rumahnya Tohir, Rah?" tanya Bowo yang membawaku.

"Iya, Wo. Biar bagaimana pun, itu uangku yang ia pakai. Aku suruh dia buat renovasi rumahku, malah dipakenya buat bangun di sebelah mertua. Padahal mertuaku itu nggak suka sama aku. Paling dia dihasut."

"Sebenarnya, Rah..."

"Iya, kenapa, Wo?"

"Ah, nggak papa, Rah. Kita udah mau nyampe."

"Oh, iya."

Aku mengerutkan kening, sepertinya ada yang mau Bowo sampaikan padaku, namun ia urungkan. Kenapa, ya?

Kami sampai di depan rumah mertuaku. Kubantu Ibu untuk turun, dan mengetuk rumah bercat biru muda itu. Begitu dibuka, wajah Mas Tohir begitu terkejut.

"Hai, Mas."

"Sarah..."

"Iya, Mas. Kenapa kaget gitu? Bukankah kamu sudah tahho aku pulang dari beberapa hari yang lalu?"

Mas Tohir terlihat salah tingkah. Aku pun mengajak Ibu untuk masuk, tak lupa kuminta Mas Tohir untuk membawakan koperku dan tas milik Ibu.

"Kamu kenapa bawa koper ke sini, Rah?" tanya Mas Tohir.

Apa?

"Maksudmu gimana, Mas?"

"Ya kamu kenapa bawa Ibu ke sini? Kamu juga bawa koper."

"Loh, kok masih nanya? Ya tinggal di rumahku lah, Mas. Apalagi memang alasannya? Oh, iya, Ibra mana, Mas?"

"Tapi, rumah ini kan dibangun di atas tanah orang tuaku. Jadi Ibu nggak boleh numpang di sini."

Deg!

Apa katanya? Numpang? Allahu Rabbi! Kudekati ia, lalu...

Plak!

Kutampar wajahnya untuk pertama kali. Kekuatan anak yang mendengar seorang Ibu dihina, bahkan bisa membuatku menampar suamiku. Dosa? Biarkan.

"Kamu menamparku, Sarah?" teriak Mas Tohir.

Teriakannya mengundang kedatangan Mama dan Ranti. Di belakangnya, menyusul seorang anak kecil dengan pakaiannya yang lusuh. Ya Allah, Ibra!

"Ada apa ini? Sarah?"

"Iya, Ma. Ini Sarah."

"Kenapa kamu menampar Tohir, Rah? Dosa! Besan juga, kenapa biarkan anaknya durhaka pada suami?" hardik Mama.

"Sarah menampar Mas Tohir karena dia sudah kurang aj*r, Ma! Dia, tega menghina dan mengusir ibu kandung Sarah dari rumah ini."

"Lah, memangnya kenapa? Ini rumahnya Tohir. Dia berhak untuk mengatur dengan siapa ia akan tinggal."

Mendengar omongan Mama mertua membuatku terbahak-bahak. Apa katanya? Rumah Mas Tohir? Kini aku tahu, dari mana asalnya ucapan itu.

"Tapi rumah ini dibangun dengan uang Sarah, Bu. Mas Tohir tak ada sepeserpun menggunakan uangnya!"

"Tapi rumah ini dibangun di atas tanah warisan milik Tohir, Sarah. Rumah tak akan bisa berdiri kalau tak ada tanah."

"Itu kesalahan anak Mama, karena jadi orang yang tak amanah. Sarah sudah bilang, untuk merenovasi rumah. Kenapa harus mendirikan rumah di sini? Kamu benar-benar nggak tahu malu, Mas!"

"Apa? S*alan kamu, Rah!"

"Apa? Memang benar, kan? Suami mana yang dengan pedenya dihidupi oleh istri? Dikasih makan oleh istri namun tetap tenang-tenang saja? Sementara, aku ngelunjak dikit, kamu bahas dosa. Heh, Mas! Kamu lalai dari tanggung jawab, memangnya tak dosa?"

Wajah Mas Tohir memerah. Jelas saja, ia pasti merasa sudah terhina. Namun, apa peduliku? Lihat saja, Mas. Kamu memang pantas mendapatkan balasan dariku.

"Pokoknya, aku tak mau Ibumu, tinggal di rumahku!"

"Baik, kalau begitu, aku minta uang seratus lima puluh juta, dan juga uang yang selalu kukirimkan tiap bulan kamu kembalikan!"

"A-apa?"

"Ya, kembalikan semuanya! Cukup tiga ratus juta saja! Atau kalau tidak, akan kurobohkan rumah ini!"

Mas Tohir membeliakkan matanya. Nah, mau apa kamu, Mas?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   ADA APA DI RUMAH SARAH?

    Ranti ikut panik melihat mamanya panik. Segera ia berlari ke luar dan memanggil perawat yang baru saja lewat. "Suster! Kakak saya!" Dua suster itu saling berbagi tugas. Satu ke kamar pasien, satu lagi menuju ruangan dokter. Tak lama kemudian, seorang dokter datang dan mengecek keadaan Tohir. Ia menggeleng, membuat Rita histeris. "Saya turut berduka cita, Bu. Sepertinya ada pembekuan darah di otak Pak Tohir." "Kenapa kalian baru ngasih tahu sekarang, hah! Kalian kan, yang ingin anak saya mati?!" teriak Rita, ia justru menyalahkan pihak rumah sakit. "Ibu sendiri yang tak mau menyetujui tindakan operasi Pak Tohir, bahkan sampai tak mau melakukan serangkaian pemeriksaan. Jadi, begini lah akhirnya. Kami mohon maaf, Bu. Pasien Tohir, telah tiada." Rita meraung. Ia menggenggam tangan sang putra, masih tak menyangka jika ia bisa kehilangannya. "Bu, sudah. Mayat Mas To

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   BERPULANG

    Ranti yang tengah tertidur, terbangun karena dering ponselnya. "Hm?" ucap Ranti begitu panggilan ia angkat. "Dengan saudari Ranti, adik dari saudara Tohir?" Ranti membuka matanya sedikit, lalu melihat layar. Nomor tak dikenal. Ia letakkan lagi di dekat telinganya. "Iya, benar. Siapa ya? Kalau cari Mas Tohir, dia nggak ada." "Kami dari kepolisian. Saudara Tohir mengalami kecelakaan dan sekarang tengah dilarikan ke rumah sakit Citra Kusuma. Silakan untuk datang dengan membawa surat-surat guna registrasi perawatan nantinya." Ranti langsung terbangun. Ia masih sulit menangkap ucapan dari seberang sana. "Mau nipu, ya?" tanya Ranti, mengingat beberapa hari terakhir ini marak sekali kasus penipuan model begini. "Mohon maaf, kami dari kepolisian. Silakan anda langsung datang ke rumah sakit Citra Kusuma demi membuktikannya." Ranti termangu sesaat, l

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   TOHIR SEMAKIN MENJADI

    Sarah tersenyum. Memang ia akui Zakki sungguh menawan. Parasnya yang tampan, kumis tipis dan matanya bak mata elang. Tajam. Tapi, untuk membangun rumah tangga kembali nantinya, ia masih belum tahu. "Jalan hidup nggak ada yang tahu, Zak. Siapa tahu, kamu setelah ini malah nemu jodoh, kan?" "Iya, jodohnya kamu." "Masih lama, Zak. Aku masih mau lihat Farhan kuliah dulu dan Ibra sekolah. Belum ada terpikir buat bangun komitmen lagi dengan seseorang. Anak sulungku sekarang tujuh belas tahun, aku sendiri sudah tiga puluh enam. Kayaknya fokus ke anak-anak dulu." Zakki mengangguk. Meski sedikit kecewa, ia bisa memaklumi keinginan Sarah itu. Keluar dari lubang kesakitan butuh waktu lama. Ditambah bukan hanya ia yang tersakiti, melainkan ibunya pun juga. Sarah tersenyum melihat Ibra dan Farhan yang sibuk melihat hewan-hewan. Beruntung Zakki membawanya ke kebun binatang Ragunan sehingga mereka bisa sambil jala

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   FINAL!

    Tanpa disangka, Hera justru mendekat ke arah Sarah dan memeluk erat mantan sahabatnya itu. Sarah yang terkejut berusaha melepaskan pelukan namun, Hera justru semakin erat mendekapnya. "Her, lepaskan! Kamu itu kenapa sih?""Maafkan aku, Sar. Aku salah, mungkin sekarang aku lagi menuai Karma atas perbuatanku padamu. Maafin aku, Sar. Aku khilaf." Sarah melepaskan tangan Hera, dengan sedikit mengurutkan kening Ia pun bertanya tentang maksud dari ucapannya barusan."Aku sudah ditalak oleh Mas Tohir, karena kami menikah secara siri otomatis hubungan kami pun sudah terputus seiring dengan kata talak yang terucap dari mulutnya. Mungkin ini peringatan dari Allah, karena aku sudah menghancurkan rumah tanggamu. Maafkan aku, Sar." Hera menangis tersedu di depan rumah Sarah. Beberapa tetangga mulai berdatangan karena suara tangis Hera yang semakin kencang. "Ayo masuk. Kita omongin di dalam." 

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   KEPUTUSAN SARAH

    Rita yang mendengar teriakan Hera pada Tohir itu pun langsung berjalan menuju kamar anaknya. "Cuma gara-gara anggur, kamu suruh anakku ngusir aku? Heh, Hera, sadar! Aku ini mertuamu. Ranti itu adik iparmu. Melek matamu itu!" Hera terkesiap, tak menyangka jika mertuanya sekasar itu. "Apa, Ma? Cuma? Ma, dia itu banyak utang, belum utang ke si Sarah, belum utang yang lain. Malu aku!" "Kalau gitu, bantu lah dia bayarin utang-utangnya itu." Hera terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Benar kata Bu RT tempo hari, mereka hanya ingin memeras uang Hera saja. "Nggak, ya! Kalian yang nikmati kok aku yang suruh bayar. Di mana letak harga dirimu, Mas? Pantas saja Sarah gampang banget nyerahin kamu ke aku. Taunya, rumah tangga kalian banyak parasitnya dulu!" ketus Hera. "Hera!" Plak! Hera mendelik saat menerima tamparan dari Tohir. "Mas? Kamu

  • DERITA IBUKU SAAT AKU MENJADI TKW   NGUTANG KOK BANGGA!

    "Maksudnya, kamu nyindir aku, Sar?" tanya Riska sinis. "Oh, kesinggung, ya? Maaf, deh. Aku cuma kasih peringatan aja, nggak semua orang itu suka sama kita. Jadi jaga sikap dan ucapan. Pantas dulu kamu dibully, ternyata begini kelakuanmu?" Riska melengos. Ia jadi teringat kembali kejadian beberapa puluh tahun silam. Saat ia baru saja mencela Adel dan datang anak lain membullynya, bahkan sampai merobek bajunya. "Sudah lah, maaf ya kalau aku ngerusak acara. Udah malam, aku pamit dulu," ucap Sarah. "Sama aku, Rah," ucap Adel, ia pun sudah malas di sana. "Kamu sama aku aja, Del." Adel menoleh, terlihat Asrul melambaikan tangannya. Sarah melihatnya dan tersenyum sekilas. Ia paham jika keduanya tengah pendekatan. "Nggak usah, Del. Aku bisa sama Zakki. Kan tadi sama dia berangkatnya," ucap Sarah. "Dih, bisanya ngrepotin orang aja! Zakki mau sama aku. Iya kan, Zak?" tanya Riska sambil tersenyum ke arah Zakki, tangannya mengamit lengan lelaki itu, membuat riuh dari teman-teman yang lain

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status