Share

DERITA ISTRI PERTAMA
DERITA ISTRI PERTAMA
Author: Mastuti Rheny

1. BUKAN WANITA SEMPURNA

“Bagaimana hasil pemeriksaan kesuburan itu?” tanya Nehan pada sang istri yang sejak tadi diam menyaksikan salju turun di awal Desember, saling berebut jatuh ke tanah juga pada pucuk-pucuk Cemara tinggi yang tumbuh berderet di sepanjang jalan.

Meyra menyaksikan semua keindahan itu di balik jendela ruangan tengah rumah mereka yang hangat dengan sepasang netranya berembun menyiratkan kesedihan yang membuncah.

Menyaksikan gurat muram di wajah sang istri membuat Nehan segera bisa paham jika hasilnya sama sekali tak baik.

Meyra bahkan kini hanya mampu menunduk tak kuasa menentang tatapan sang suami yang sedang memindainya menunjukkan rasa simpatinya yang besar.

Bahkan saat tangan hangat itu meraih tangan Meyra yang ia letakkan di atas meja di samping semangkuk sup ayam buatannya sendiri yang malah tak ia sentuh sama sekali, Meyra masih bergeming.

“Apapun hasilnya itu, tetap tidak akan merubah apapun termasuk juga perasaanku padamu.”

Meyra menarik nafas panjang, pada akhirnya tetes-tetes bening itu jatuh membasahi wajahnya yang pias.

Meski setelahnya Meyra tetap bersikeras menampilkan ketegaran di depan suaminya yang mulai terlihat lebih segar, setelah menyantap masakannya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Meyra memilih menyerahkan kertas hasil pemeriksaan yang semenjak tadi diselipkan di balik saku overallnya, di hadapan sang suami.

Nehan membukanya dengan perlahan, sementara saat ini wajah Meyra terlihat kian memucat. Meyra menunggu bagaimana reaksi suaminya. Kegelisahan menekan sanubarinya sangat kuat, hingga ia kini lebih memilih menunduk demi dapat menghindari gurat kecewa yang pastinya akan segera hadir di wajah suaminya sebentar lagi.

Meyra nyatanya tak mendapati itu. Aura wajah Nehan masih terlihat tenang tanpa memunculkan semburat kecewa sedikit pun, seperti yang telah ditakutkannya. Hingga Meyra dapat menatap langsung pada kedua sorot mata suaminya yang masih saja terlihat memancarkan cinta yang besar untuknya.

“Aku tak pernah mempersoalkan bagaimanapun hasil tes ini. Tidak akan ada yang berubah bagiku, kamu tetap yang terutama bagiku,” ucap Nehan sembari meraih tangan Meyra yang sedang diletakkan di atas meja.

Meyra menentang tatapan suaminya yang sama sekali tak menyiratkan keraguan sama sekali. Sepasang mata teduh itu tetap sama, memandangnya dengan tatapan memuja. Tapi tekanan yang dirasakan di batinnya masih saja terasa kuat. Meyra telah merasa bukan lagi menjadi wanita yang sempurna.

“Aku yakin Mas pasti tahu artinya infertil, kan?” Meyra tetap berusaha untuk terlihat tegar, meski semua ini terlampau sulit untuk diterima.

Nehan masih saja menatap Meyra yang gusar dengan tatapannya yang dalam penuh arti.

“Aku adalah wanita mandul Mas,” tegas Meyra dengan suara gemetar. Kedua matanya kini mulai berkaca-kaca.

Nehan hanya menarik nafas perlahan tanpa melepaskan tatapannya dari sosok wanita yang selalu dicintainya.

“Artinya aku tak akan pernah bisa menjadi seorang ibu, aku tak pernah bisa menghadirkan keturunan untuk rumah tangga kita, seorang anak yang selalu ditunggu oleh mamimu Mas,” ujar Meyra semakin lugas seakan ingin menghadirkan kesadaran atas apa yang sedang terjadi pada rumah tangga mereka saat ini.

”Aku bukan wanita yang sempurna,” tegas Meyra seakan ingin menggugah kesadaran suaminya tentang keadaan dirinya saat ini.

Lelaki bermata jernih itu masih tenang memandang istrinya, wanita cantik yang sejak awal pertemuan mereka sudah menggetarkan hatinya. Ia semakin erat menggenggam tangan istrinya seakan ingin melipur gundah yang berkecamuk hebat di dalam hati wanita yang memiliki kulit sehalus pualam itu.

“Apa kamu pikir itu akan mempengaruhiku?”

Meyra semakin gusar ketika melihat tanggapan suaminya yang terlalu tenang, bahkan semua kenyataan ini sama sekali tak memberi pengaruh untuk lelaki yang sudah menjadikannya istri lima tahun silam itu. Satu sisi hatinya yang lain merasa ikut menjadi tenang, karena Nehan masih memberinya curahan cinta yang besar, tak berubah sama sekali. Namun kesedihannya tak bisa ditepis begitu saja karena untuk selamanya dia tak pernah bisa memberikan buah cinta untuk rumah tangga mereka.

“Tapi Mas …,” ucap Meyra tertahan karena Nehan segera mengunci bibir Meyra dengan telunjuknya.

“Cukup jangan dilanjutkan,” tegas Nehan masih memberikan tatapannya yang penuh cinta. Setelah itu Nehan mendesah sesaat. “Lagipula bisa saja terjadi kesalahan dalam pemeriksaan. Kita bisa mencari second opinion, jika kamu memang masih ingin memastikan. Tapi aku sudah tidak peduli dengan semua itu. Bagiku yang terpenting adalah tetap adanya dirimu di sampingku, dengan ada atau tidaknya anak dalam rumah tangga kita.”

Meyra kini malah menjatuhkan air mata saat mendengar ucapan suaminya. Sejak awal, Nehan selalu menjaga perasaannya, begitu juga saat ini ketika Meyra mengetahui tentang ketidaksempurnaannya. Perhatian Nehan yang selalu besar untuknya kini membuat Meyra terseret rasa haru.

“Tapi ini tidak adil untukmu Mas,” gumam Meyra sedih.

“Aku tak pernah merasa seperti itu,” tegas Nehan yang menjadi semakin enggan untuk membahas hal yang kini membuat mereka berdua jatuh dalam palung kesedihan. Nehan selalu tak kuasa melihat air mata di wajah istrinya.

Meyra menggeleng keras ketika mendengar penerimaan suaminya yang selalu tulus.

“Kamu terlalu banyak berkorban untukku Mas. Bahkan sejak awal pernikahan kita, aku memang bukan wanita yang sempurna. Aku terlalu banyak memiliki kekurangan. Mas tahu,  sekarang peristiwa itu memberi dampak yang sangat buruk, hingga membuatku menjadi wanita yang tak sempurna.”

Nehan mulai mengusap lembut wajah istrinya yang basah bersimbah air mata.

“Kamu tetap wanita yang sempurna untukku,” gumam Nehan tegas, sembari memberikan senyumnya demi dapat menghadirkan kembali ketegaran di wajah istrinya. “Jadi jangan lagi mengungkit tentang peristiwa yang hanya akan membuatmu sulit meraih kebahagiaan.”

Meyra masih saja diselimuti gelisah, bahkan kini air matanya jatuh kembali ketika kilatan peristiwa pahit itu kembali hadir.

”Kenapa Mas, masih saja menerimaku? Sejak awal aku sudah mengatakan padamu tentang masa laluku ini, bahwa aku bukan wanita yang suci lagi, kamu masih saja tetap menerimaku. Bahkan kini saat dokter memvonisku mandul kamu masih tak mempersoalkan apapun. Aku sudah berulangkali membuatmu kecewa Mas.”

Nehan menggeleng tegas tatapannya masih menyiratkan rasa sayangnya yang besar untuk sosok yang selama ini telah menjadi sumber kebahagiaannya.

”Kamu tidak pernah membuatku kecewa, karena aku selalu mencintai kamu bagaimanapun keadaanmu.”

Meyra kembali menyusut bening di matanya, meski setelahnya air mata tetap kembali jatuh. Ia tak dapat membayangkan tekanan berat yang akan menghantam rumah tangga dengan keadaannya sebagai seorang wanita mandul. Keadaan ini semakin menekan jiwa wanita muda itu, menelusupkan penyesalan yang teramat besar untuk peristiwa di masa lalu, yang memercikkan dendam di hatinya.

Setelahnya tatapan wanita cantik itu menerawang, mengingat kembali fragmen buruk itu, yang membuatnya harus kehilangan segalanya.

Sekarang bahkan tatapan wanita itu berubah kosong, dengan gurat muram yang terunggah lugas.

“Jika saja dia tak ….” Sekali lagi Meyra tak dapat menyelesaikan kalimatnya karena jari Nehan sudah membuat bibirnya terkatup.

“Sudah cukup, sayang, jangan dibahas soal itu.”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status