“Aku tak mau tahu malam ini kamu harus tetap di rumah Mas,” sergah Sekar keras pada sang suami yang sudah terlihat rapi dan bersiap untuk pergi.
Nehan hanya melirik sekilas pada istri keduanya itu, tetap saja melangkah menuruni anak-anak tangga.
Nehan benar-benar mengabaikan Sekar yang bahkan sekarang sudah mulai mengejarnya.
“Ini pertemuan penting, aku tak bisa membatalkannya, ada seorang investor dari USA yang tertarik untuk menanamkan modal di perusahaan.”
Meski kesal dengan rajukan Sekar tapi Nehan tetap berusaha sabar dan memberikan penjelasan bahwa pertemuan malam ini benar-benar tak bisa ditunda.
“Tapi kenapa harus dengan Meyra, bukankah aku ini juga istri resmi kamu Mas?” tolak Sekar yang masih saja menunjukkan keberatannya. Tentu saja Sekar keberatan saat Nehan mengatakan bahwa dia akan menemui investor itu dengan didampingi Meyra, ist
Nehan memandang dengan jengah pada sosok beriris biru itu yang kini bahkan menatap begitu lekat pada istrinya yang sedang berada dalam gandengan tangannya.“Kamu juga ikut datang Ken?” tanya Meyra ramah saat melihat pria itu mulai mendekati mereka.Nehan semakin mengeratkan tangannya, membuat Meyra segera tersadar bahwa suaminya tak pernah suka jika melihatnya akrab dengan sosok yang sebenarnya masih saudara sepupu suaminya sendiri itu.“Kenapa aku harus melihatmu di tempat seperti ini?” gumam Nehan yang tak bisa menyembunyikan kekesalannya.Setelah itu Nehan mengajak Meyra bergabung bersama dengan teman-temannya yang lain, para kolega bisnisnya.Nyatanya Kenrich juga ikut duduk di sana, terlibat dalam pembicaraan itu karena circle mereka yang ternyata sama. Teman-teman Nehan juga teman-teman Kenrich dan ia menerima ajakan itu untuk meluaskan sayap bisnisnya di negara ini. Kenrich sudah bersiap melakukan ekspansi di sekitar Asia Tenggara dengan menjadikan Indonesia sebagai pusat kenda
Gerimis membawa aroma petrikor yang kuat, menghanyutkan Meyra yang sedang memandang tanah yang basah dari balik jendela kamarnya dengan aura muram yang membelenggu. Sudah beberapa waktu ini Meyra tak mendapat kunjungan dari suaminya. Ada sebentuk rasa rindu yang meruap hati. Bayangan kemesraan yang pernah mereka lewati menyesakkan dada wanita cantik itu yang kini harus membagi sosok sang suami dengan wanita lain. Perlahan Meyra mulai menyusut bening di matanya, berusaha mengabaikan nuansa sendu yang mendadak menghampiri. Meyra memutuskan untuk mengenyahkan rasa sepinya ini dengan kegiatan yang lain. Saat libur seperti ini, Meyra selalu tak bisa membuang rasa sepinya. Tanpa ada kegiatan berarti membuat wanita itu merasakan hampa. Akhirnya tanpa berpikir panjang ia memutuskan untuk menghubungi sahabatnya yang selama masih kuliah dulu sering menghabiskan waktu bersama. Seseorang yang juga berprofesi sama sepertinya seorang dokter meski dengan spesialisasi yang berbeda, karena Widya ad
“Apa kamu percaya lelaki seperti itu yang sedang memperlakukan wanita yang lain dengan begitu mesra masih menyimpan cinta untuk kamu?”Widya kembali memperjelas pertanyaannya.Meyra tercekat diam. Kesedihannya sudah terlalu dalam menghujam hati.Sampai akhirnya ia tak sanggup lagi menahan derai air mata di wajahnya.“Bahkan istri kedua Nehan sekarang sudah mengandung lagi, apa kamu masih tetap akan mempercayai ucapan lelaki seperti itu Mey? Cukup, cukup Mey, hentikan semuanya kalau kamu tak bahagia.” Widya seakan memberi ultimatum pada Meyra yang sebelumnya bahkan masih mempertahankan cinta di dalam hatinya.“Apa kamu pikir kamu tak bisa mendapatkan lelaki lain yang bisa mencintai kamu? Carilah kebahagiaan kamu sendiri, kamu berhak untuk menjalani hidupmu dengan bahagia.”Meyra malah menggeleng sedih dengan air mata yang masih saja jatuh.“Lalu apa ada lelaki yang bisa menerima wanita mandul seperti aku Wid, katakan apa ada Wid?” Meyra mengunggah ketidakpercayaannya.Widya kembali mer
Meyra melangkah dengan cepat dari kliniknya segera setelah ia menyelesaikan pemeriksaan pada pasien terakhir. Malam ini ia sudah membuat janji dengan Kenrich untuk makan malam bersama. Meyra menduga pasti Kenrich sudah menunggunya di pelataran parkir. Meyra tak ingin Kenrich menunggunya terlalu lama.Namun ketika baru sampai di pelataran parkir nyatanya Meyra malah tak mendapati Kenrich, melainkan Nehan, yang bahkan saat ini sedang menatapnya dengan begitu tegas.Lelaki yang masih bergelar suaminya itu berdiri dengan tatapan menentang mengarah pada Meyra yang terlihat sangat kaget dengan kedatangan yang tak teduga itu.Meyra tertahan sesaat, berdiri mematung di tempatnya tak segera mendekat di mana Nehan sedang menanti sembari bersandar pada body mobil.“Kenapa Mas Nehan ke sini?” tanya Meyra ketika akhirnya ia sudah berada di dekat sosok pria yang sedang memindainya tajam.Nehan masih saja memindai wajah wanita yang masih berstatus sebagai istrinya itu. Sudah nyaris satu bulan ini Ne
“Apa kamu tak lelah Mas terus saja menuduhku?” sergah Meyra mulai geram.Pedebatan itu benar-benar membuat jiwanya lelah.“Sebaiknya turunkan aku di sini saja,” pinta Meyra tegas.Nehan segera menegaskan tatapannya ingin mengintimidasi Meyra yang masih saja membantahnya.“Tidak, aku akan mengantarmu ke rumah bunda dan aku akan menginap di sana malam ini.”Dengan cepat Nehan segera mengambil keputusan sepihak. Lelaki bertubuh tegap itu kemudian menyalakan mesin mobilnya, namun bersamaan dengan itu mendadak gawai milik Meyra berdering.Meyra segera melihat notiikasi di dalam layar gawainya dan ia melihat nama Kenrich terpampang di sana yang menandakan sedang berusaha menghubunginya.Meyra ragu untuk menerima bahkan kemudian ia melirik pada lelaki yang masih berstatus sebagai suaminya itu dengan tatapan pelik.Nehan segera bisa merasakan jika panggilan itu pasti dari Kenrich bila dilihat dari gelagat Meyra yang tampak resah seperti sekarang.Nehan urung melajukan mobilnya dan segera mera
Meyra masih menegaskan tatapannya pada sosok yang masih bergelar suami baginya itu. Sosok yang kini sedang mengunggah kemarahan dengan sangat nyata."Mau tidak mau kamu harus menerima keadaan kita yang seperti ini."Meyra menggeleng sarkas menampakkan kekecewaannya dengan sangat nyata."Tapi keadaan ini sudah sangat menyiksaku Mas. Bahkan saat aku melihatmu menghabiskan waktu bersama Sekar dan anak-anak kalian, aku merasa sangat tersisih. Kalian sudah tampak begitu bahagia dan aku yakin saat bersama mereka aku pasti tak ada dalam pikiran kamu Mas. Kamu jelas terlihat bahagia dengan kehamilan Sekar yang sekarang."Meyra mulai tak bisa menahan kesedihannya membayangkan keharmonisan sang suami dengan sang istri kedua.Beberapa tetes bening mulai jatuh, meski kemudian Meyra susut dengan cepat."Jadi sekarang aku mohon biarkan aku mencari kebahagiaanku sendiri." Tatapan tampak begitu luruh. Dengan sangat gamblang Meyra memampang jiwanya yang lelah.Nehan menggeleng tegas, menampik dengan l
"Tamu siapa ya Bun?" tanya Meyra mengulangi lagi pertanyaannya.Meyra menyergap pada sosok yang masih membelakanginya.Sementara Rida mengunggah gurat di gundah di wajahnya yang kian menyeret Meyra dalam rasa penasaran.Meyra kemudian mendekat perlahan walau agak digayuti ragu saat mendapati tatapan sang bunda yang resah.Ketika akhirnya ia bisa melihat dengan jelas sosok yang bertamu di rumah mereka sore ini, sontak Meyra tak dapat menahan rasa kagetnya. Ada rasa marah yang kemudian turut menyeruak, hingga mengubah wajah datarnya menjadi tegas penuh emosi."Untuk apa kamu datang?" sergah Meyra pada sosok yang kini tampil dengan hijab lebarnya.Sosok itu perlahan bangkit, mulai mengurai pelukannya pada Nana yang sejak tadi duduk dekat dan bercengkerama akrab.Meyra menggeleng, mengingkari keberadaan sosok itu, yang kini bahkan mulai berjalan menghampiri."Mey, ibu kangen sekali sama kamu Nak," gumam wanita itu dengan tatapan puas.Benar, memang wanita itu adalah sosok yang sudah meng
"Jangan jadikan bencimu pada masa lalu menutupi nurani. Ibumu datang membawa niat baik. Dia ingin meminta maaf. Tidakkah kamu lihat kalau sekarang dia sudah berubah?" Rida berusaha memberi pengertian pada Meyra.Meyra yang sudah merasakan hidupnya hancur, masih enggan untuk membuka hati. Benci di hatinya yang telah berubah menjadi dendam membuat Meyra menutup sanubari, mengabaikan perubahan dari sosok sang ibu, yang kini terlihat lebih religius."Tak pernah ada maaf untuk dia Bun, bahkan sekarang pernikahanku tak berjalan semestinya semua karena trauma masa lalu itu. Saat melihat dia datang lagi, bayangan buruk itu kembali datang. Selama bertahun-tahun Bunda mendampingiku untuk melawan trauma ini. Tapi barangkali aku harus mengulangi segalanya dari awal lagi karena kemunculannya yang tak pernah aku inginkan."Dahlia memandang sedih pada wajah pias putri sulungnya. Air mata penyesalan terus jatuh tanpa henti. Sangat sulit baginya untuk menyatukan kembali kepingan hati yang telah remuk.