Happy Reading!
Zeline tidak bisa menyembunyikan rasa malunya di depan Fello. Setelah apa yang terjadi tadi diantara mereka berdua. Meskipun Fello sama sekali tidak menyinggung apa yang telah mereka berdua lakukan atau apa yang sudah Zeline rasakan lebih tepatnya. Pria itu tampak santai, berbincang dengan Pradipta, Miguel dan Robert.
Para pria sedang berkumpul entah membicarakan apa, Zeline tidak mau tahu dan tidak begitu peduli. Semua wajah pria di sana memancarkan kebahagiaan masing-masing.
Saat ini Zeline, Vera, Mesya dan Fini sedang duduk di teras resort, memandang langsung hamparan sawah dengan aliran sungai yang indah.
"Bagaimana rasanya menikah?" tanya Vera pada Mesya.
Mesya tertawa menanggapi pertanyaan Vera, Zeline menoleh penasaran akan jawaban Mesya.
"Rasa apa? Tidak ada yang berbeda."
"Sebelum menikah, aku sudah terbiasa tinggal dengan Dipta. Melakukan nananina pun bukan hal
Sepanjang perjalanan menuju New York, Mesya, Fini dan Vera tak henti-henti mengagumi isi jet pribadi ini. Mereka bahkan tidak menyangka jika pada akhirnya bisa menaiki jet pribadi mewah seperti yang sering Syahrina, salah satu artis populer di Indonesia lakukan.Meskipun mereka memiliki uang lebih, tapi tetap saja mereka harus berpikir ulang untuk sekedar menyewa apalagi membeli jet yang harganya tidaklah murah."Apa Fello seorang mafia?" bisik Mesya membuat Pradipta melotot mendengarnya."Atau Fello itu bandar narkoba?" tebak Vera."Mungkin dia teroris!" celetuk Fini."Lebih baik kalian tidur, perjalanan masih panjang. Jangan buang energi untuk menebak-nebak. Fello tentu akan memberitahu kita semua." Pradipta menengahi para wanita yang sibuk bergosip mengenai Fello.Sedangkan Fello dan Zeline berada di ruangan khusus. Saat masuk ke dalam pesawat dan sudah hampir 4 jam berada di perjalanan, Zeline hanya diam. Wanita itu memilih bungkam.
"Baiklah..." ucap Ricard.Senyum lebar ditampilkan oleh Mr. Gordon mendengar ucapan Ricard. Steven melotot mendengar ucapan Ricard, jantungnya berdebar kencang melebihi saat ia merasakan jatuh cinta."Steven ...." Panggil Ricard dan Steven dengan cepat menoleh."Siapkan surat untuk agensi yang menaungi Patricia Gordon. Aku ingin ia dikeluarkan dari sana. Hubungi seluruh pihak yang sudah mengontrak Patricia Gordon, suruh mereka semua membatalkan kontraknya." Ucapan santai yang dikatakan Ricard seketika melenyapkan senyuman di wajah Mr. Gordon.Steven kembali menganga mendengar perintah ekstrem yang diberikan padanya. Ricard yang ia kenal, tidak pernah melakukan hal-hal kejam seperti saat ini."Bagaimana Mr. Gordon? Apakah perintah saya pada assisten saya membuat anda terkesan?" tanya Ricard santai dengan menyandarkan tubuhnya di kursi kebanggaannya.Mr. Gordon menggertakan giginya, tatapannya menajam s
"Kau siapa?" tanya wanita paruh baya itu dengan tegas. Wanita itu begitu fashionable dan memakai make up begitu pas di wajahnyaZeline sampai susah menjawab pertanyaan simple yang diajukan wanita itu, karena Zeline begitu terpukau dengan penampilannya. Wanita yang berkelas dan elegan.Belum sempat Zeline membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan wanita paruh baya itu, ada suara lain yang memotongnya."Mama ...""Tante ..."Zeline hanya diam memperhatikan kedua pria yang baru masuk ke dalam ruangan yang sama dengannya.Fello dan pria yang tidak Zeline kenal menyapa wanita itu secara serempak."Mama, ada apa Mama tiba-tiba kemari?" tanya pria yang datang bersama Ricard.Ricard berjalan mendekati Zeline dan merangkulnya, ikut melihat apa yang akan dilakukan kedua orang di hadapan mereka."Ada apa? Kau tanya ada apa? Sudah
Setelah ciuman menggebu itu berakhir, baik Ricard maupun Zeline sama-sama sibuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.Zeline mengatur napasnya yang tersengal seperti habis maraton. Pandangannya menajam pada Ricard. Tanpa aba-aba, telapak tangannya mendarat di wajah tampan Ricard. Ricard yang sangat tidak siap itu tercengang melihat apa yang dilakukan Zeline padanya."Hadiah untuk paksaanmu!" desis Zeline.Pria itu memegangi pipi kanannya yang terasa panas akibat tamparan Zeline. Belum sempat Ricard berkata-kata, Zeline kembali menyela."Di mana kamar untuk beristirahat? Aku lelah, badanku lengket. Ah-tanggungjawab, siapkan aku pakaian karena aku tidak mau tidur dengan pakaian ini lagi. Ingat, ini adalah karena kau semena-mena padaku," perintah Zeline pada Ricard.Pria itu kehilangan kata-kata menghadapi tingkah tak terduga dari seorang Zeline. Ricard tersenyum kecil melihat Zeline b
Triliuner tampan yang hanya mengenakan celana pendek tanpa pakaian menutupi tubuh bagian atasnya itu, menjatuhkan tubuh Zeline ke atas ranjang king size yang berada di dalam kamarnya.Tubuh Zeline sontak kaku, pikiran buruk dan ketakutan-ketakutannya segera muncul. Bulir-bulir peluh membasahi dahi membuat Ricard tersentak kaget melihatnya.Pria itu menyadari jika fobia Zeline mulai timbul. Ia segera menegakkan tubuhnya, sedikit memberi jarak antara dirinya dan Zeline. Wanita itu memejamkan mata dengan tubuh gemetaran."Honey, it's okay. Aku tidak akan melakukan apa pun."Ricard mengelap peluh yang membasahi sekujur wajah kekasihnya. Sungguh, ia tidak berniat apa pun dan melakukan apa pun. Ia hanya becanda, tapi ia tidak tahu jika akibatnya akan sefatal ini. Ini pertama kali bagi Ricard melihat bahkan membuktikan jika ucapan Zeline mengenai genophobia yang wanita itu derita bukan sekedar alasan Zeline untuk menolak ajakanny
Zeline memakan sarapannya dengan penuh perjuangan. Bagaimana tidak, Ricard telah terlebih dahulu menyelesaikan sarapannya dan memilih untuk berolahraga. Peluh yang Zeline hasilkan bukan lagi karena fobianya melainkan kegemasannya ingin membelai otot dada dan perut Ricard yang begitu menggoda.Konsentrasi Zeline terpecah belah, padahal Ricard sama sekali tidak menggodanya. Pria itu hanya fokus melakukan olahraga dan gym. Setelah itu, Ricard membuka gorden yang ternyata dibalik gorden itu ada sebuah kolam renang pribadi.'Jangan bilang dia akan berenang di sana,' batin Zeline ketika melihat pria itu berjalan pelan menuju kolam renang di penthouse miliknya.Tiba-tiba, ponsel Zeline berdering dan nama Papa nya tertera di layar."Yes, Papa," sapa Zeline."Papa baru membaca chat yang kau kirimkan, Nak. Kau sudah sampai di New York,""Yes, Papa."Konsentrasi dan fokus Zeline dala
Semalam merupakan malam yang paling indah sepanjang Fini melakukan kegiatan olahraga malamnya dengan pria asing. Sepulang dari kelab ternama untuk menghabiskan malamnya dengan mencoba bergoyang-goyang di tengah hingar bingar suara musik, ia bertemu dengan seorang pria hot dimatanya.Mereka berdua sepakat untuk melakukan nananina di kamar hotel yang ditempati Fini. Meskipun pria itu sempat bernegosiasi untuk mengajaknya melakukan di tempat lain, Fini menolak dengan halus.Fini tidak ingin terbangun di tempat asing yang menyulitkan ia pulang ke hotelnya, apalagi biasanya pria di negara asing seperti ini senang bermain kasar. Meskipun dirinya dipenuhi oleh kabut gairah, tapi otak Fini masih cukup baik dalam memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi.Ia tidak ingin pulang ke hotel hanya dengan menggunakan handuk karena pakaiannya hancur tak berbentuk akibat robekan kasar yang dilakukan pasangan kencannya. Pemikiran yang jarang sekali terpikirkan
Semua kembali makan dengan hikmat dan bijaksana. Sampai pada akhirnya ucapan Ricard membuat semua orang di sana tersedak."Apa boleh aku menikahi Zeline minggu depan?" Pertanyaan polos dan santai dilontarkan Ricard pada kedua orangtua ZelineTernyata lagi-lagi kejutan datang menghampiri mereka terutama untuk Zeline.'Crazy' batin ZelineSemuanya segera menegak air minum untuk membantu menormalkan pencernaan mereka kembali. Zeline mendelikkan matanya ke Ricard, tapi pria itu mengabaikannya.Papa Zeline menatap lekat wajah Ricard, begitu pun pria itu. Keduanya saling bersitatap, baik Mama, Zeline, Zacco dan Cindy tidak ada yang berani menginterupsi keduanya."Kau mau menikahi Zeline minggu depan?" tanya Jacobs, Papa Zeline.Ricard mengangguk mantap tanpa melepas pandangan-nya pada Jacobs."Tidak semudah itu anak muda." Jawaban Jacobs membuat semua orang di sana tercengang termasuk Ricard."Meskipun kau kaya raya d