Beranda / Romansa / DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH / CHAPTER 37. MONTAVARO: JEJAK DALAM KELAM

Share

CHAPTER 37. MONTAVARO: JEJAK DALAM KELAM

Penulis: Selena Vyera
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-03 19:30:21

Malam menelan Montavaro dalam sunyi yang mencurigakan.

Dendy Alexander berjalan perlahan di antara bangunan tua yang dindingnya penuh retakan dan bercak karat.

Bau solar basi dan debu menyengat. Langkahnya nyaris tanpa jejak di aspal pecah-pecah.

“Tempat ini mati, atau pura-pura mati,” batin Dendy, matanya tajam menyapu setiap sudut.

Montavaro dulunya markas jalur suplai bawah tanah Ronald Xavier.

Gudang logistik, bengkel senjata, dan terowongan lama yang kini sebagian runtuh. Tapi malam ini... terlalu banyak jejak segar untuk sebuah wilayah yang seharusnya sunyi.

Salah satu loyalis berbisik ke rekannya, cukup keras untuk terdengar Dendy, “Raja turun tangan sendiri... pasti takut kekuasaannya runtuh.”

Dendy tak menoleh, seolah bisikan itu cuma desir angin yang lewat di telinga.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 78. LUKA BERBIBIR RACUN

    Gudang tua di Velmora Selatan berdiri sunyi dalam kabut dan bau oli yang pekat.Di dalamnya, satu meja panjang dari baja berdiri di tengah ruangan.Dendy Alexander melangkah masuk.Langkahnya tenang, presisi. Tanpa pengawal. Tanpa suara.Sylvania berdiri di ujung meja.Gaun gelapnya menyatu dengan bayangan.Bibir merahnya melengkung seperti ancaman manis.Rambutnya digelung rapi, lehernya terbuka, seperti menawarkan kelemahan. Tengkuk tertatto lambang resmi keluarga Xavier.“Dendy,” sapa Sylvania lembut.“Kau datang juga.”Dendy tak menjawab.Ia menarik kursi, duduk. Meja baja menjadi jarak dingin di antara mereka.“Langsung saja.”katanya datar.Sylvania tersenyum kecil.Tangannya bergerak membuka folder berisi peta digital.“Jika David jatuh, semuanya runtuh. Kau tahu itu. Aku punya jalur suplai. Aku punya pasukan. Dan aku punya… kelemahan yang mere

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 77. DINDING YANG MENGINTIP API

    Lorong-lorong Blackstone tak pernah benar-benar tidur.Tapi malam ini, langkah Helena terasa seperti bunyi pengkhianatan yang disembunyikan dalam bisikan.Ia melangkah diam-diam keluar dari ruang rawat David.Pintu ia tutup setengah, cukup agar suara derit tak terdengar oleh siapa pun.Cahaya redup dari lampu dinding menyentuh sisi wajahnya, tapi tak bisa menembus kegelapan yang tumbuh di dadanya.Langkahnya pelan menuruni tangga darurat menuju lantai empat. Nafasnya pelan, tapi dada bergolak.Ruang taktis Blackstone menyala dari balik kaca mat dobel baja. Panel kontrol aktif.Proyeksi peta menyala biru pucat di dinding. Di tengah ruangan, Dendy berdiri membelakangi pintu.Helena bersembunyi di balik dinding setengah terbuka.Ia tak tahu kenapa ia di sini. Mungkin ingin tahu. Mungkin ingin memastikan.Atau mungkin—ia ingin membuktikan bahwa rasa curiganya bukan luka kosong."...Kalau d

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 76. CIUMAN LAMA

    Lorong lantai lima belas Blackstone tak berubah. Tapi langkah Helena… tak lagi sama. Cahaya lampu langit-langit memantul di ubin putih, terang tapi tak hangat. Bau disinfektan menempel di hidung. Tapi yang paling menusuk… adalah sepi yang merayap dari balik pintu terbuka itu. Helena berdiri di ambang ruang rawat David. Hening. Langkahnya tertahan. Dunia terasa mengambang. Jari-jarinya yang selama ini sigap membungkus pistol, kini hanya gemetar menahan emosi yang membusuk di tulang. Ia menarik napas, lalu menghembuskannya sepelan mungkin. Suara napas sendiri kadang bisa terdengar seperti pengkhianatan. Masih hidup, bisiknya dalam hati. Kau masih di sini. Langkahnya pelan memasuki ruangan. Seolah jika terlalu cepat… sesuatu akan

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 75. AKU MASIH DISINI

    Bukan darah yang menahannya. Bukan luka.Tapi satu alasan: agar dia tetap bisa bilang… aku masih di sini.Lampu-lampu langit-langit di Lantai 15 Blackstone menyala konstan—terlalu konstan. Dingin. Terang. Tak kenal waktu. Tapi dada Helena… masih gelap.Tak ada suara tangis. Tak ada jeritan. Tapi waktu terasa seperti menahan napas bersamanya.Helena duduk di lantai luar ruang intensif. Punggungnya bersandar ke dinding, lutut dilipat, dagu bertumpu.Jaketnya terlepas entah ke mana. Keringat dingin menggantikan rasa takut.Di balik dinding kaca buram itu—dua pria sedang bertarung. Bukan di medan perang. Tapi di atas meja bedah.David Morgan. Kevin Xavier.Suara mesin EKG terdengar samar. Nada monoton. Nada hidup. Tapi bagi Helena, setiap bunyi seperti cambuk di rongga dadanya.Wolf duduk tak jauh dari Helena. Tegak. Tangannya bertaut di pangkuan. Satu kaki menggoyang pelan, cemas terselubung dalam dia

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 74. AFTERMATH

    Angin baling-baling helikopter belum sepenuhnya reda saat roda-roda mereka menyentuh rooftop Alpha di Gedung Blackstone.Langkah-langkah tergesa langsung mengambil alih. Sirine medis tidak meraung, tapi tekanan suasana lebih keras dari suara apapun.Tim medis berlarian mendekat—dengan brankar, peralatan, dan darah yang belum tahu harus diselamatkan lebih dulu dari siapa.David dibopong keluar lebih dulu. Tubuhnya masih tegak, tapi darah dari sisi perutnya tak berhenti mengucur.Lalu Kevin. Punggungnya sobek, lengan kirinya nyaris tak bergerak, namun matanya masih terbuka—menatap seolah satu tarikan napas lagi akan ia paksa, demi bertahan.Helena melompat turun dari kabin, langkahnya terhuyung. Tapi matanya… bukan mata orang yang bisa ditahan.“Awas…” katanya, pelan namun tajam.Langkah tim medis yang hendak menyentuh Kevin terhenti.“Jangan sentuh mereka,” bisik Helena—matanya menaj

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 73. VELVENNE: DARAH DI UJUNG PINTU

    Tak ada yang bicara saat mereka melangkah keluar dari gudang.Bau darah Falcon masih melekat, tapi sunyi yang menggantung terlalu licik untuk disebut aman.David berjalan paling depan.Dendy dan Kevin di kanan-kiri. Wolf di belakang, menjaga Helena.Langkah mereka waspada, tapi tidak tergesa.Dua bayangan tiba-tiba meluncur dari sisi kanan dan kiri pintu utama—cepat, senyap, seperti dua panah kematian.Eksekutor Tristan. Berpakaian tempur hitam, wajah tertutup, hanya matanya yang menyala seperti mesin.Mereka tak melepaskan peluru. Tapi pedang.Pedang senyap, melengkung, tajam seperti niat untuk mengoyak waktu.Satu mengincar Kevin.Yang lain—langsung ke Dendy.Kevin sempat mengangkat bahu dan memutar tubuh, menghindar tepat sebelum pedang itu menembus dadanya.Dendy memutar tubuh seperti angin dan menangkis tebasan dengan bayonet pendek

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status