Share

BAB 3 - Serangan Ghaib

Office Boy di tempat kantor saya juga seorang Indigo. Dia santri keluaran Pondok Gontor!” kata Dimas yang menikah dengan keponakan tertua Nana. Kebetulan Nana pulang ke Jogja untuk beberapa hari. Sehari sebelum balik ke Bali, tanpa sengaja Nana berbincang dengan Dimas.

"Almarhum Papa juga mengalami peristiwa ghaib," kata Dimas ketika Nana menceritakan tentang si judes. "Beruntung Office Boy di tempat saya kerja bisa membantunya."

"Peristiwa ghaibnya seperti apa?" Nana penasaran.

"Waktu itu kan Papa sedang merenovasi rumah yang di luar Jogja. Jadi rumah itu bersebelahan dengan rumah Pakde. Ada pintu penghubung diantara rumah Pakde dan rumah Papa. Ketika semua tukang sudah selesai, pintu penghubung dan pintu depan otomatis dikunci." Dimas mennceritakan panjang lebar. Nana hanya diam mendengarkan.

"Tiba-tiba pintu depan dan pintu penghubung terbuka. Padahal selain dikunci juga dipalang. Tidak ada seorangpun yang ada di rumah selain Papa dan Mama. Dan mereka tidak membukanya sama sekali. Sudah ditutup lagi, ech kebuka lagi sampai tiga kali. Setelah yang ketiga, tiba-tiba pintu penghubung jebol dan rebah."

"Ternyata karena apa?" Nana tidak sabar mendengar akhir cerita.

"Singkat kata, setelah Office Boy itu ketemu Papa dan datang ke rumah itu ...penjaga rumah itu tidak senang jika ada pintu penghubung," ujar Dimas menyudahi ceritanya.

“Aku tertarik untuk ketemu dengan Office Boy di kantormu. Tapi besok, aku sudah harus kembali ke Bali. Gimana caranya?” tanya Nana.

            “Apa Tante mau saya kasih kontaknya.” Dimas menawari. “Coba saya telepon dulu ya?”

            “Sudah malam, jangan ganggu dialah. Siapa tahu sudah tidur,” Nana mengingatkan. Dimas segera mematikan panggilan handphonenya.

            “Besok kalau ketemu, coba minta dia untuk melihat apakah ada mahluk yang mengikutiku? Jika ada sejak kapan dan apa alasannya?” pinta Nana. Seperti sebelumnya, Nana tidak menceritakan bahwa sudah ada empat orang berbeda dan tidak saling kenal yang mengatakan hal yang sama tentang si judes.

Keesokan harinya, Dimas ketemu office boy tersebut di kantornya dan meneruskan permintaan Nana. Si office boy itupun meminta foto wajah, alamat dan tanggal lahir Nana. Saat istirahat makan siang, Nana melihat ada WA masuk dari Dimas.

Nana terhenyak! Otaknya bekerja keras untuk mengingat kejadian-kejadian puluhan tahun lalu. Siapakah orang yang telah disakitinya hingga memiliki kebencian sedemikian hebat dan menggunakan ilmu hitam demi membalas sakit hatinya?! Nana kesulitan menemukan orang tersebut. Jika hanya karena putus cinta misalnya, masak sampai hati orang melakukan santet seperti ini?

Dulu Ayu juga mengatakan hal yang sama. Kemungkinan besar adalah orang yang merasa sakit hati karena cintanya ditolak atau diputuskan cintanya. Atau seseorang yang iri kepadanya atau hal lain. Ntahlah! Nana tidak berani menduga-duga. Kini sudah tidak penting lagi. Yang dia inginkan adalah bagaimana dirinya bisa terlepas dari si judes itu.

Pada saat yang sama, Nana sangat berhati-hati untuk meminta bantuan “orang pintar”. Kata hatinya mengatakan, jangan pergi ke orang pintar manapun. Ada dorongan kuat dihatinya untuk menunggu hingga kelas meditasi intensif yang akan dia ikuti tiga hari lagi. Meditasi itu berlangsung selama 12 hari. Selama itu pula diterapkan Noble Silent; artinya para peserta tidak diperbolehkan berbicara, membaca dan menulis selama 24 jam penuh selama program berlangsung. Semua handphone di sita di awal program dan dikembalikan di saat program selesai. Namun para peserta meditasi diminta memberikan nomor kerabatnya kepada Asisten jika ada keadaan darurat yang perlu diketahui.

Para peserta meditasi masih boleh berkonsultasi dengan para Asisten jika benar-benar mendesak, atau bertanya kepada Guru Utama melalui secarik kertas yang sudah disediakan. Tujuan noble silent ini agar peserta meditasi benar-benar bisa fokus kepada dirinya sendiri dan penyembuhannya.

⸙⸙⸙

Tepatnya mulai 3 Maret 2020, akhirnya Nana mengikuti kelas yang sudah dia tunggu selama dua tahun terakhir. Setiap kali kembali ke tempat meditasi, ada perasaan bahagia, haru dan damai. Tempat meditasi itu ada di tengah-tengah sebuah hutan di desa Baturiti, sekitar 30 menit sebelum Bedugul. Lahannya diapit oleh dua buah sungai di kiri dan kanan dan bertemu di satu titik sehingga membentuk sebuah pulau di tengah hutan. Itulah mengapa tempat tersebut dinamakan Forest Island. Nana sangat menyukai tempat ini. Udaranya masih sangat sejuk serta segar.

Begitu selesai briefing dan meletakkan kopor di kamarnya, Nana bergegas menyelinap ke ruang meditasi, sementara rekan peserta meditasi lain ada yang beristirahat atau melihat-lihat sekeliling Forest Island yang luas dan asri. Masih sekitar empat jam lagi untuk dimulainya meditasi sesi pertama meditasi, yaitu sekitar jam 19.00. Jadi Nana menggunakan kesempatan ini untuk bermeditasi serta berdoa dalam kesendirian. Permohonannya hanya satu agar Tuhan melalui KuasaNya berkenan melepaskan pengaruh ilmu hitam dan si judes dari dirinya. Dia punya keyakinan yang sangat kuat bahwa dengan teknik meditasi yang diajarkan Guru Meditasinya bisa membantunya melenyapkan atau mengusir mahluk itu.

⸙⸙⸙

            Hari pertama_ peserta meditasi diminta untuk mengulang teknik-teknik dasar meditasi Tapa Brata tingkat sebelumnya, yaitu merasakan seluruh 36 bagian tubuh dan 7 chakra termasuk teknik dasar pernapasan. Malam itu semua berjalan normal dan lancar. Tidak terjadi apa-apa. Para peserta bermeditasi hingga jam sembilan malam. Hari pertama adalah hari terakhir bisa makan malam. Untuk hari-hari berikutnya menu makan malam diganti dengan snack ringan. Karena sejatinya makan malam tidak diperlukan karena tubuh akan beristirahat, agar semua organ tubuh dalam bisa beristirahat dan melakukan fungsinya dengan baik. Dengan demikian, penyembuhan menjadi relatif lebih cepat dan effektif. Tentu saja ada sarapan buah, sarapan dan makan siang lengkap dengan nasi, sayur dan lauk. Selama meditasi tersebut para peserta diwajibkan menjadi vegetarian.

            Hari ke-dua_ para peserta meditasi memulai bermeditasi jam 05:00 pagi. Petugas sudah berkeliling pesanggrahan mulai jam 4.30 pagi sambil membunyikan lonceng. Bangun sepagi itu di tempat yang cukup dingin adalah perjuangan tersendiri. Namun karena sudah terbiasa, Nana otomatis terbangun jam 4.30 setiap pagi. Dia sangat suka mengikuti meditasi tapa brata ini.

            Dalam sehari ada sembilan sesi meditasi. Tentu saja diselingi dengan olah raga, istirahat, sarapan, makan siang dan snack di malam hari. Saat itu Nana sedang di dapur untuk mencuci piring dan gelasnya setelah istirahat makan siang. Tiba-tiba penglihatannya gelap gulita!! Kepalanya terasa bagai dihantam godam dengan sangat keras dari segala arah. Sakit dan pusingnya luar biasa!!! Tak terperikan! Ntah kekuatan apa yang membuatnya tetap bisa berdiri hanya berpegangan satu tangan pada meja dapur. Sedang satu tangannya lain mencoba melindungi kepalanya dari hantaman godam yang kasat mata. Tidak ada seorangpun di sana. Beruntung Nana tetap sadar dan terus menyebut Asma Allah -“Allah hu-Akbar”. Setelah sekitar lima menit berlangsung, hantaman godam itu tiba-tiba menghilang bersamaan dengan seorang Asisten Guru Meditasi memasuki dapur.

Sejenak, Nana duduk di kursi makan di dapur yang luas itu. Menelungkupkan kepalanya di meja selama beberapa saat, sebelum kemudian berjalan tertatih-tatih kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Untunglah, ada waktu sekitar dua jam  sebelum sesi meditasi berikutnya. Jadi Nana, punya cukup waktu untuk memulihkan keadaannya.

(bersambung)

⸙⸙⸙

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status