"Kok bisa?" tanya Luna dengan raut wajah penasaran.
"Ya bisalah, Lun. Wajahnya sedikit mirip sama Indah. Matanya, hidungnya. Tapi juteknya itu luarrr… biasa …."
"Kalau gue sih gak suka cowok jutek apalagi dingin. Bukan penuh tantangan. Cuma gak enak aja dijutekin. Cowok jutek sulit ditebak dan sulit mengungkapkan rasa cintanya. Kita tidak tahu dia itu cinta atau gak sama kita. Sayang atau gak sama kita. Ya kan? Gak suka gue sama cowok jutek dan cuek. Secara gue kan ramah dan menyenangkan seperti ini, Nov," ucap Luna lagi. Aku hanya nyengir kuda.
"Gak mungkin juga aku mau sama Edwan. Secara, pernah pas acara makan malam keluarga aku sama dia di rumahnya, disuruh salaman aja gak mau. Bayangin aja. Mana aku udah ngulurin tangan. Eh dicuekin. Malu-maluin banget kan? Sumpah ya aku mah gak bakalan melupak
Pov Indah"Indah, kamu dipanggil bos suruh ke ruangannya sekarang." Risma karyawan lama di restoran tempatku bekerja saat ini menyapaku. Aku yang merasakan kepala sedikit pusing pun langsung mengangguk."Kamu sakit yah? Wajah kamu pucet banget.""Hanya sedikit pusing saja, Ris. Mungkin kaget karena lama gak kerja. Nanti juga biasa," ujarku. Memang sudah lumayan lama aku tidak pernah bekerja kasar seperti ini."Ya sudah sekarang kamu temui bos yah? Dia sudah nunggu jangan sampai marah. Emosian orangnya. Oh iya, kalau dia ngomong apa juga, kamu dengerin aja ya. Yang penting kita di sini kompak," ucap Risma lagi aku mengangguk. Kemudian aku pun berjalan menuju ruangan bos.
"Bapak serius mau minta nomor saya?" ujarku ragu menerima ponsel itu dari tangan Pak Bos."Emang kenapa? Tidak boleh? Kamu karyawan saya, tidak ada salahnya kan saya minta nomor ponsel kamu?" ucapnya sembari menatap mataku."Ya gak apa-apa si, Pak.""Ya udah! Ambil ponsel saya dan catat nomor kamu! Cepat! Begitu saja lama! Pake acara banyak drama. Biasa perempuan yang goda saya! Minta nomor saya! Tapi saya tidak tertarik! Jadi kamu seharusnya beruntung dapat perlakuan istimewa dari saya!" ucapnya lagi membuat bola mataku mendelik sempurna."Memang yang minta diperlakukan secara istimewa oleh bapak siapa?" Tak sengaja aku menjawab lagi ucapannya. Aku pun langsung menutup mulut dengan kedua telapak tangan. Seraya sedikit nyengir kuda menyipitkan kedua mata karena
"Rey! Nanti aja ya gue telpon balik. Gue lagi di rumah sakit," ucap Pak Bos kemudian mematikan ponsel."Rey? Rey siapa, Pak?" Aku bertanya dengan raut muka sedikit penasaran."Oh teman saya. Bukan siapa-siapa. Sepertinya dia mau datang kesini. Sejak saya pulang dari luar negeri, tidak sekalipun dia menemui saya," ujarnya. Aku mengangguk."Oh iya, Ndah. Boleh saya bertanya sesuatu?" Laki-laki itu kembali menarik kursi dan duduk di sampingku. Wajahnya mulai terlihat serius. Meski begitu ia tersenyum ramah ke arahku."Boleh, Pak. Silahkan," ujarku sambil mencoba membenarkan posisi tidur. Memilih sedikit bersandar."Kamu bilang, ka
"Indah," lirih Adit menatap dengan tatapan tajam dan penuh keanehan. Kemudian, Adit memandangi Pak Bos dengan seksama. Aku sendiri dengan cepat langsung melepas tangan Pak Bos. Namun, Pak Bos malah langsung menggenggam tanganku. "Anda kenal dengan istri saya?" tanya Pak Bos."Istri?" balas Adit sambil mengerutkan kening."Bbu-bu," lirih aku menjawab masih lemas karena belum ada tenaga."Iya istri saya. Kenapa ada masalah? Anda kenal?" sambar Pak Bos. Aku menatap Adit sambil menggeleng."Jangan bercanda anda. Indah ikut aku." Adit langsung menarik pergelangan tanganku. Namun, Pak Bos juga tidak melepaskan genggaman tangannya."A
Dengan menahan perut yang terasa mual, aku pun membuka pintu."Indah." Ternyata Pak Bos yang datang dengan beberapa teng-teng belanjaan."Bapak ngapain kesini, Pak. Saya gak enak. Ini kan kosan khusus wanita," ucapku."Ya saya cuma mau mastiin kamu baik-baik saja! Emang tidak boleh?" ujarnya."Boleh kok. Tapi bapak jangan terlalu baik sama saya! Apalagi kita cuma karyawan sama bos. Nanti timbul fitnah," ucapku."Peduli amat apa kata orang. Yang penting adalah aku sama kamu," ujarnya lagi. Dengan santai ia pun duduk di kursi yang berada di depan kamar kostku."Mem
POV REYHAN"Oh iya, sekalian saya minta tolong Bapak pura-pura jadi pasangan saya ya saat bertemu laki-laki menyebalkan itu? Setidaknya dia tidak akan menerima perjodohan ini. Gimana? Sekali-kali tolongin saya, Pak," ucap Novi."Akan saya pikirkan ….""Gimana, Pak? Sudah dipikirkan?" tanya Novi setelah aku lama terdiam."Nanti setelah di dalam mobil saya jawab!"***"Gimana, Pak?" Novi kembali bertanya saat kami sudah berada di dalam mobil. Baru mau menginjak pedal gas, kutatap saja matanya hingga membuat perempuan itu langsung menunduk."Mem
POV REYHANPukul 00.30 kami tiba di rumah orang tua Novi."Pak, semisal nanti orang tua saya nanya, Bapak siapa, boleh tak saya jawab calon suami saya?" pinta Novi."Loh, kok malah semakin jauh? Bukankah perjanjiannya cuma ngaku di depan laki-laki yang mau dijodohin sama kamu? Jangan begini, takutnya nanti jadi semakin rumit," ucapku. Novi mendengus. "Tolong, Pak.""Kalau nanti orang tua kamu berharap dan nanti memaksaku untuk segera menikahimu bagaimana? Gak mau saya! Ribet nanti. Saya juga punya istri! Ngawur kamu!""Sumpah itu jadi urusan saya, Pak. Tolong!""Kamu bisa memaksa saya tapi kenapa tidak bisa memaks
"Loh, perempuan itu mau kemana?" tanya Novi. Saat melihat perempuan yang duduk di samping laki-laki itu, berdiri dari tempat duduknya kemudian beranjak. Mungkin ke toilet."Ya udah buru. Kamu bukan ingin bertemu perempuan itu kan? Tapi mau bertemu calon jodohmu?" ujarku. Novi pun mengangguk dan kami langsung menghampiri laki-laki itu."Permisi," ucap Novi. Laki-laki itu menoleh ke arah kami. Betapa terkejutnya aku ternyata laki-laki itu adalah Edwan. Temanku."Edwan!" ucapku girang langsung melepaskan tangan Novi."Reyhan!" Kami saling berjabat tangan dan saling berpelukan. Novi sendiri terlihat bingung. "Nov, laki-laki yang mau dijodohkan sama kamu ini sahabatku!" ujarku sambil menepuk bahu