Share

Bab 6. Ketemu Sumiyati

**

"Ya kalo sudah jodoh, mau gimana lagi Bu?! Mau perawan tua, mau perawan ting-ting, semua sama aja di mata Allah." Ilham menjawab lugas, ia terlihat tenang setenang air lautan. Menatap ponselnya sekali lagi, Ilham mengecek baterai ponsel yang tinggal tiga puluh persen.

"Ya kalo bisa cari yang ting-ting, yang kinyis-kinyis. Kamu tuh ya, masih perjaka, ganteng. Masa iya mau sama perawan tua, miskin lagi. Enggak deh Ham, coba pikirkan lagi niatnya. Kamu pasti mleyot gara-gara belum sarapan tadi." Bu Wiryo berceramah, sesekali menepuk lutut putranya dengan nada bicara yang menggebu-gebu.

"Buat apa Bu yang ting-ting, yang muda, kalo akhirnya juga kagak bener," timpal Ilham lantas memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket jeans yang ia pakai.

"Maksud kamu Nela? Udah dong jangan pikirin Nela lagi. Dia memang gadis gak bener, udah dipinang eh malah hamidun sama cowok lain. Bener-bener nggak bener itu bocah," ucap Bu Wiryo sambil menggelengkan kepala dan berdecap.

"Dia pilihan ibu kan waktu itu?!" Ilham mengomentari membuat Bu Wiryo diam seribu bahasa dan tak mampu berkicau lagi. "Itu menandakan bahwa akhlak yang ting-ting sama yang ayu dan muda tidak kalah baik sama yang perawan tua. Udah deh Bu, jangan ceramah lagi soal jodoh. Ilham puyeng, Ilham mau mengalir aja sama nasib yang diberikan Allah."

"Yang mulai kamu duluan kan tadi?" Bu Wiryo menyanggah, meski begitu ia tidak berani menatap wajah putranya.

"Iya, iya, Ilham yang mulai tadi." Ilham mengalah, ia hanya tidak ingin terdengar berisik di ruang tunggu pasien. "Bu, aku tak pulang dulu ya. Mau mandi ini, nanti agak sorean paling jemput Mbak Sum ke terminal. Kasihan Bu, kita harus nolong orang yang kesusahan."

"Lha terus Bu Saritun bagaimana?" Bu Wiryo nampak panik saat Ilham berpamitan ingin pulang terlebih dahulu.

"Ya Bu Saritun Ibu yang nungguinlah. Bentar aja Bu, aku pulang dulu ya. Assalamualaikum," ucap Ilham lantas menyalami tangan ibunya dan beranjak pergi.

"Wa'alaikum salam. Nah ini nih! Punya tetangga tua aja ngerepotin banget. Udah pingsan, gotongan, eh masih suruh nunggu. Dasar si Sum, emang anak kagak tahu diri. Hmm..."

**

Siang itu Sumiyati lantas mengurus ijin untuk pulang kampung, berbekal informasi yang dikirimkan via W******p oleh Ilham, Sumiyati diijinkan pulang dan hanya bekerja selama setengah hari.

Sumiyati tak tahu harus bagaimana bersikap, ia tidak ingin menyinggung Susilo tapi ia sendiri juga merasa berat dengan keadaan ibunya. Setelah dipikir cukup lama ditambah lagi pertolongan Ilham, Sumiyati akhirnya nekat pulang untuk menjenguk ibunya yang sakit.

Tidak peduli bagaimana Susilo akan marah nanti, Sumiyati tetap pada pendiriannya untuk pulang. Setelah memasukkan beberapa helai pakaian ke dalam tas ransel yang ia bawa, Sumiyati bergegas pamit pada Bu Retno -si pemilik kos-kosan.

"Bu, saya pulang kampung dulu ya," pamit Sumiyati pada Bu Retno yang kala itu sedang menyuapi anak kembarnya makan.

"Kamu mau pulang kampung Sum? Sama siapa? Susilo mana?" tanya Bu Retno sambil berlari ke arah Sumiyati yang berdiri di depan teras rumah.

"Sendirian Bu, ibu saya sakit di kampung." Sumiyati menjawab pelan, wajahnya murung dan penuh beban.

"Udah pamit sama Susilo? Ntar dia marah-marah lagi sama kamu?"

"Udah Bu tapi dia tetep gak mau saya ajak pulang kampung. Ya mau bagaimana lagi, ibu lagi sakit dan saya gak bisa abai terus-menerus."

"Pulang kampung berapa hari Sum? Kerjaan gak papa ditinggal lama?" Bu Retno nampak serius, sebagai ibu kos dia begitu perhatian pada Sumiyati.

"Nggak tahu Bu, nanti kalo ibu cepetan pulih ya saya segera balik kalau enggak ya nanti saya kabarin Ibu lagi deh." Sumiyati terlihat menggendong tas ranselnya yang nampak berat.

Bu Retno menganggukkan kepala tanda paham. "Ya sudah, hati-hati di jalan ya Sum. Nanti kalo Susilo datang biar aku kasih ceramah orangnya."

"Iya Bu, makasih ya. Kalau begitu saya balik dulu ya Bu, assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam, hati-hati ya Sum." Bu Retno menatap kepergian rekan ngerumpinya dengan tatapan hampa. Ya, selama ini keberadaan Sumiyati memang bermanfaat untuk dirinya. Selain membantu membelanjakan sayur setiap pagi, Sumiyati juga membantunya momong si kembar. Jadi bisa dibayangkan jika gadis itu tidak ada, betapa repotnya Retno setelah ini.

Sementara itu Sumiyati lantas pergi menuju ke terminal dengan menaiki angkot. Berbekal uang yang dipinjamkan Ilham, Sumiyati membeli tiket bus dan segera pulang kampung secepatnya.

Berterima kasih sekali telah bertemu dengan orang baik seperti Ilham, Sumiyati berjanji akan membalas kebaikan pria itu di lain hari.

Rasa lelah yang mendera membuat wanita usia tiga puluh tahun itu terlelap dalam bus, melintasi beberapa kota besar, menempuh perjalanan jauh selama enam jam untuk pulang kampung dan menemui ibunya yang sakit. Semoga saja ibunya segera sadar dan bisa pulih kembali.

**

Perjalanan jauh dengan menggunakan bus memang melelahkan tapi apa boleh buat Sumiyati harus menempuhnya dengan sabar. Jarak yang membentang dari Semarang ke Wonogiri memang jauh, ia membutuhkan sekitar enam jam untuk bisa sampai ke kampung halamannya.

Setelah enam jam berada di dalam bus, tujuan akhirnya telah tiba. Ia membuka ponselnya, memberitahu pada Ilham bahwa ia telah sampai di terminal. Sebelumnya ia sempat mengirim pesan bahwasanya bus yang membawanya pulang telah sampai di dekat kota sehingga Ilham bisa mulai berangkat dari kampung.

Setelah mencari hampir sepuluh menit, keduanya akhirnya bertemu di salah satu pojok terminal. Dengan membawa ransel berat di punggung, ia menemui sosok pemuda tampan dengan jaket jeans warna biru yang ia punya.

"Mas Ilham?" Sumiyati memanggil dengan ragu, ia takut salah sapa dan berbuah malu.

"Iya, ini Mbak Sum?" Pria itu balas bertanya, menatap Sumiyati dengan bola mata bersinar lebar.

Sumiyati mengangguk, ia melepas masker yang ia pakai lantas senyum. "Assalamualaikum Mas."

"Wa'alaikum salam Mbak. Bingung nyarinya ya Mbak? Maaf, soalnya tadi mau jemput di dalam nggak dibolehin sama petugasnya. Maaf ya Mbak," ucap Ilham dengan sopan. "Oh ya kenalan dulu biar akrab. Saya Ilham Suntoro Mbak."

"Sumiyati Mas," jawab Sum tak kalah ramah. Perlahan ia menjabat tangan pria yang diulurkan kepadanya. "Ibu saya bagaimana Mas keadannya? Maaf ya Mas udah ngrepotin Mas sejauh ini."

"Ibu masih belum siuman Mbak, kata dokter ya kita memang harus sabar soalnya Bu Saritun itu sudah tua dan fisiknya juga sudah lemah. Doa saja Mbak semoga Bu Saritun cepat siuman dan pulih kembali. Oh ya, tasnya berat ya Mbak? Sini saya bawain. Pasti capek ya perjalanan jauh dari kota." Ilham menawarkan bantuan pada Sumiyati yang nampak tidak nyaman menggendong tas ranselnya.

"Nggak papa Mas, nggak berat kok." Sumiyati menggeleng, segan untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Nggak papa Mbak, sini saya bawain." Ilham tak mau kalah, ia lantas meraih tas Sumiyati dan mau tak mau Sumiyati merelakan tas itu kini berada di gendongan punggung Ilham.

"Kebetulan saya bawa mobil tapi maaf Mbak mungkin mobilnya jelek jadi nanti klo tidak nyaman, maaf ya Mbak."

"Nggak papa Mas, saya berterima kasih sekali Mas Ilham sudah bantuin saya sejauh ini. Nanti kalo tiba hari gajian, saya balikin lagi ya uangnya."

"Mbak ini bicara apa sih?! Jangan bicarakan hal itu di sini Mbak, saya jadi nggak enak. Sekarang kita pulang atau makan dulu? Saya lihat Mbak kayaknya lelah gitu. Istirahat aja dulu gimana Mbak?"

Sumiyati terdiam, ia nampak segan dengan segala keramahan yang ditawarkan Ilham kepadanya. Sudah tampan,muda, ramah, perhatian lagi. Sikap Ilham terbanding terbalik dengan sikap Mas Susilo.

Astagfirullah! Sumiyati menggeleng pelan, ia memejamkan mata sejenak untuk mengusir pikiran buruknya terhadap susilo-calon suaminya.

"Gimana Mbak? Kok malah diam? Kita istirahat dulu ya, makan atau minum dulu. Saya lihat wajah Mbak pucat banget, Mbak tadi pasti belum makan. Iya kan?!" Ilham nampak khawatir, ia berjalan bersandingan dengan Sumiyati menuju ke luar terminal.

Sumiyati masih diam, gadis itu bingung harus berucap apa. Kebaikan ilham memang tiada terkira jumlahnya. "Mas-"

"Iya Mbak?"

"Makasih ya untuk semuanya. Saya beruntung sekali memiliki tetangga sebaik Mas di kampung. Saya janji akan balas kebaikan Mas suatu hari nanti."

Ilham tersenyum lalu menggeleng. "Nggak usah kayak gitu Mbak, tetangga tugasnya memang saling membantu. Tapi, ngomong-ngomong dimana calon suami Mbak? Kok nggak ikut? Apa dia sudah tahu kalo Bu Saritun sakit?"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status