Share

Bab 7. Mengenal Tetangga Baru

Sumiyati hanya diam, wajahnya terlihat murung ketika pemuda yang baru saja ia kenal itu menanyakan tentang calon suaminya yang tidak ikut pulang bersamanya. Gadis itu mengenakan kembali masker duckbill yang ia pakai, kekecewaan yang tergambar di wajahnya tersamarkan ketika ia mengenakan kembali masker tersebut.

"Ah, pasti calon suami Mbak sibuk ya?! Dia pasti punya pekerjaan mapan sehingga tidak bisa pulang ke kampung sama Mbak. Wah beruntung sekali punya calon imam seperti itu," ucap Ilham meneruskan ucapannya ketika tahu Sumiyati tak bisa menjawab apa yang menjadi pertanyaannya. "Ayo Mbak, itu mobil saya yang warnanya hitam."

Ilham tersenyum, ia menunjuk pada mobil sedan mulus warna hitam yang terparkir rapi di luar terminal. Sekali lagi Sumiyati merasa rendah sekaligus takjub, pemuda yang sangat ramah itu bahkan memiliki kendaraan pribadi yang cukup bagus untuk ditumpangi.

"Itu-itu mobilnya Mas?" Sumiyati bergumam lirih, merasa ragu untuk mengikuti langkah Ilham.

"Iya Mbak, kenapa Mbak? Jelek ya?! Maaf Mbak, saya punyanya cuma itu." Ilham menyeringai, sama sekali tidak tersinggung bilamana Sumiyati mengatakan mobilnya jelek. Ya wajar jelek sih soalnya mobilnya keluaran tahun lama.

"Oh, enggak kok Mas. Mobilnya justru bagus, saya malah ragu ingin menaikinya. Sandal saya jelek dan kotor Mas, nanti malah ngotorin lagi."

Ilham tertawa, ia bisa tertawa lepas kali ini karena gadis bernama Sumiyati ini. "Oalah Mbak, kotor ya dicuci. Kayak gak ada air aja. Yuk Mbak, kita makan dulu yuk."

Ilham lalu berjalan duluan menuju ke mobil, ia membuka kunci pintu mobil dan mempersilakan Sumiyati untuk masuk ke dalam. Layaknya seorang gadis terhormat, Ilham bahkan menbukakan pintu khusus untuk Sumiyati. Perlakuan manis itu membuat wajah Sumiyati memerah dan salah tingkah.

"Kita makan apa Mbak?" tanya Ilham ketika ia masuk ke dalam mobil, melepas tas ransel milik Sumiyati lalu memakai seatbelt. "Bagaimana kalau bakso rusuk? Sekitaran sini ada warung bakso yang terkenal enak."

Sumiyati terdiam, ia memikirkan sisa uang yang masih ia kantongi. Uang itu ia jadikan pegangan selama belum gajian, jika ia menggunakannya untuk membeli bakso rusuk yang harganya mahal itu artinya—

Ilham lagi-lagi terkekeh, ia menyalakan mesin mobil lalu meninggalkan area terminal. "Saya yang traktir Mbak, nggak usah ragu. Anggap saja ini sebagai traktiran pertama sebagai tanda persahabatan."

"Ah nggak usah Mas, saya aja yang bayar. Saya masih ada uang kok," tolak Sumiyati dengan enggan.

"Nggak papa Mbak, yang tenang aja." Ilham terlihat tak keberatan. Ia terus menatap jalanan ramai yang terdapat di depannya, kali ini ia berniat untuk mengajak Sumiyati makan di warung bakso yang viral di tok-tok itu.

"Mas, saya jadi nggak enak nih. Apa-apa yang bayarin Mas," gumam Sumiyati lirih sambil tertunduk.

"Nggak papa Mbak, ya kalo Mbak nggak enak bayar saja nanti kalo pas gajian. Gimana? Enak nggak? Biar Mbak gak bingung dan merasa nyaman juga temenan sama saya." Ilham berkata tenang sesekali ia menatap wajah Sumiyati lalu tersenyum.

"I-iya deh, nanti kalo gajian saya balikin sama uang yang tadi ya?!"

"Siap Bosku!" Ilham mengangguk-angguk, tersenyum dan terkekeh dengan suasana canggung di kala senja menjelang malam tersebut.

Dengan mobil sedan yang ia punya, Ilham akhirnya mampir juga di warung bakso yang ia maksud. Perkenalan pertama bukankah harus berkesan baik, bukankah begitu?!

**

"Jadi calon suami Mbak itu kerja jadi tukang ojek online ya Mbak?" Ilham mengulangi apa yang menjadi ucapan Sumiyati barusan.

Gadis itu mengangguk, menatap mangkuknya yang penuh dengan butiran bakso dan juga rusuk sapi. Mengembuskan napas panjang, Sumiyati melanjutkan ucapannya.

"Kerjaannya selalu sibuk Mas, dia kerja dari pagi sampai malam. Kita aja jarang ketemu kecuali kalo pas pagi mau berangkat kerja aja."

"Nggak papa Mbak, saat ini cari kerja aja susah. Bersyukur calonnya Mbak Sum kerja, coba kalau dapat pengangguran kayak saya. Wah pasti tekor mbaknya," hibur Ilham lalu terkekeh. Pria itu menyendok kuah bakso, meniupnya sejenak lalu menyeruputnya perlahan.

"Iya sih Mas, bersyukur juga. Setidaknya dia mau kerja keras dan mau nabung untuk pernikahan kami nanti."

"Bagus sih Mbak planningnya." Ilham manggut-manggut, ia fokus pada mangkuk baksonya yang masih mengepulkan asap panas.

"Mas sendiri kerja apa sebelumnya?" Sumiyati kini balik bertanya, ia mengambil butiran bakso dengan garpu yang ia pegang lalu mengunyahnya.

"Kan saya pengangguran Mbak," jawab Ilham sekenanya lalu kembali terkekeh. "Pengangguran ya kerjanya makan tidur aja di rumah. Mau bagaimana lagi?!"

Mendengar candaan Ilham sejenak rasa bosan Sumiati hilang, ia tersenyum tipis lalu melanjutkan aktifitasnya makan bakso malam itu.

"Sama seperti Mbak, kalo saja bencana itu tidak datang mungkin tahun ini saya juga menikah mbak," ucap Ilham setelah jeda sesaat. Wajah pria itu terlihat mulai serius, ada mimik sedih yang terlukis disana.

"Bencana apa Mas?" Sumiyati mengerutkan dahi, ia hampir tak percaya jika pria humoris dan ramah sepertinya memiliki masalah hidup yang Sumiyati sendiri tidak menyadarinya.

"Iya Mbak, calon saya hamil sama pria lain. Padahal waktu itu kami sudah tunangan tiga tahun lamanya," cerita Ilham tanpa menatap bola mata Sumiyati.

"Kenapa bisa Mas?"

"Ya bisalah Mbak, kan mereka cewek cowok. Ya bisalah hamil," seloroh Ilham membuat Sumiyati harus melepaskan ketegangan yang tercipta kala itu.

"Iya Mas, maksud saya kenapa bisa kejadian seperti itu?!" Sumiyati mengusap dahinya yang berpeluh, bakso yang ia makan terasa panas dan juga pedas namun apa yang dikatakan Ilham membuat suasana makin pedas.

"Bisa Mbak, kami tinggal di kota yang berbeda. Saya besar di Jakarta ikut Bapak sejak kecil sedang dia ada di Jogja untuk kuliah. Saya sih percaya-percaya saja Mbak wong dia juga anaknya alim pinter dan pokoknya Sholehah sekali. Tapi beberapa bulan terakhir tiba-tiba orang tua dia W******p saya, bilang kalo sebaiknya pertunangan dibatalkan saja." Ilham mulai bercerita sambil memandikan bakso di dalam mangkuk dengan kuahnya beberapa kali, wajah pria itu terlihat sedih. "Pada awalnya saya kaget Mbak, loh kok bisa gitu? Ada apa?! Eh usut punya usut dia udah hamidun sama temen kuliahnya di Jogja."

Sumiyati terdiam, ia mendengarkan cerita Ilham penuh seksama. Nasibnya hampir sama dengan ketiga calon suaminya yang kabur akibat masakan asin buatan ibunya. Rasanya Sumiyati juga ingin bercerita tapi apakah pantas masalah pribadi seperti ini diumbar terlebih pada pria yang baru beberapa jam ia kenal?!

"Saya turut berduka ya Mas, semoga Mas segera didekatkan sama jodohnya yang baru."

"Aamiin Mbak, aamiin." Ilham mengamini sambil mengangguk. "Saya juga sudah ikhlas kok Mbak, mungkin benar dia bukan jodoh terbaik untuk saya."

Ilham menutup ceritanya sambil tersenyum. Ia lalu kembali fokus pada bakso yang mulai mendingin di mangkok bakso. Kedua pemuda-pemudi berbeda usia itu kini sibuk makan malam dengan bakso rusuk yang nikmat serta banyak isinya. Satu porsi mangkok bakso cukup membuat perut mereka terasa kenyang.

"Setelah ini Mbak mau balik lagi ke Semarang? Gimana dengan Bu Saritun Mbak? Beliau sudah tua, kasihan kalo sendirian di rumah." Ilham kembali bersuara setelah bakso di mangkoknya telah habis.

"Nggak tahu Mas, kita lihat aja perkembangannya Ibu kayak apa. Kalo memang tidak memungkinkan ya terpaksa nggak balik Mas," jawab Sumiyati sambil mencabut tisu dan membersihkan mulutnya.

"Gak usah kerja aja Mbak, kan calonnya udah kerja. Suruh aja tinggal di sini lalu nikah, kalian berdua bisa rawat ibu sama-sama," saran Ilham sambil tersenyum.

Sumiyati balas tersenyum, ia tidak menjawab apa yang dikatakan Ilham kepadanya. Andai saja Ilham tahu yang sebenarnya, andai saja pria ini tahu alasan kenapa Mas Susilo tidak mau ikut pulang kampung bersamanya. Ah, rumit sekali kisah cinta ini!

"Mbak, calon suami Mbak itu kayak apa ya? Pengen kenalan aja siapa tau kita nyambung dan bisa temenan juga." Ilham berkata dengan ramah. "Kapan-kapan ajak Mas-nya pulang ya Mbak, kenalin ke saya. Saya pengen ketemu dan kenalan juga, boleh kan Mbak?"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status