"Bu, sekarang kita mau ngapain? Masak kita akan tinggal di sini terus."Pertanyaan Aria sama dengan isi kepala Lucia. Masalahnya, dia tidak tahu cara menghubungi Paul. Dia tidak punya ponsel, tidak punya uang. Di rumah itu tidak ada orang lain selain mereka.Aria tampak lebih dewasa dari umurnya. Nasib kurang baik memaksanya hingga ke tahap ini.Lucia dan Aria bisa bertahan hidup sebab ada banyak bahan makanan di kulkas. Pekerjaan Lucia sejak kemarin hanya memasak dan membersihkan rumah.Rumah itu lumayan berdebu, sepertinya sudah cukup lama tidak dihuni. Satu hal bagus di rumah itu adalah ada televisi super besar yang membuat Aria tidak terlalu bosan.Dulu Aria tidak bisa menonton acara TV, sebab tidak punya. Anak-anak lain sibuk dengan ponsel masing-masing. Aria hanya bisa menatap iri pada mereka.Jangankan membeli TV atau ponsel, untuk makan saja mereka kesusahan. Hanya saja sejak mereka bertemu Paul, Lucia dan Aria bisa mendapatkan makanan layak untuk mereka makan.Lucia pandai me
Serena memijat pelipisnya yang mendadak pening. Alterio adalah bosnya di RD. Kenapa juga dia tidak menyadari hal tersebut. Al terlalu santai untuk jadi staf. Selain itu kenapa dia tidak menyadari kalau pekerjaannya sangat ringan dibanding yang lain.Jadi itu pengaturan dari bosnya sendiri. Juga revisi desain itu. Aihh, harusnya Serena sadar kalau tidak ada yang bisa melakukannya selain si empunya kantor.Pria itu tukang tipu! Maki Serena dalam hati."Mandi, Ren. Gak gerah apa seharian gak ganti."Alterio sudah berganti pakaian, mengenakan piyama sutra yang halus dan licin. Arthur sendiri telah terlelap sejak keluar mansion.Nandito sempat berpesan untuk sering membawa Arthur ke mansion kalau akhir pekan. Pria itu benar-benar menyukai dan menyayangi Arthur. "Gak mood," balas Serena."Mau kumandikan sekalian ...."Serena melempar bantal sofa yang sejak tadi dia peluk ke arah Al. Mereka ada di kamar di lantai tiga Palazo. Kamar dengan view pantai di sisi kiri.Pria itu tersenyum sambil
"Apa suamimu melarang kamu menghandle ED?""Tidak, Om. Sejujurnya kami belum membicarakan apapun. Kami baru menyelesaikan kesalahpahaman kami hari ini."Serena tertunduk sebelum akhirnya menoleh ketika Arthur berteriak. Dia bisa mengalahkan Riva dalam permaian rubik. Padahal Arthur belum pernah melihat permainan itu sebelumnya."Yang kalah harus dicium.""Idih, tante obses banget mau nyium aku."Serena tepok jidat, sementara Nandito dan Ravi melongo. Gaya bicara Arthur sungguh tak terselamatkan. "Ini pasti gara-gara Leo," umpat Serena lirih.Acara berlanjut dengan makan malam. Arthur baru kali ini makan dengan konsep resmi. Untungnya anak itu sangat cerdas hingga mampu beradaptasi dengan cepat. Saat mereka sedang makan, dua mobil datang. Bisa ditebak siapa yang datang. Alterio dan ... Beita. Riva mendelik melihat Beita mengikuti Alterio datang ke sini.Ravi biasa saja melihat Beita, meski mata pria itu tajam menyorot "pacar" sang adik. Tapi Nandito dan Elle seketika mengerutkan dahi
"Biar aku saja, Bi. Siapa sih jam gini bertamu." Gerutu Riva sambil mendorong jauh seorang ART-nya yang ingin membuka pintu.Dia sedang bosan, pekerjaannya banyak tapi otaknya buntu. Biang kerok yang selalu menaikkan mood-nya tadi mengirim pesan tidak bisa menemaninya tidur.Riva tidak bisa mencegah Beita menyelinap masuk kamarnya untuk memeluknya sebelum tidur. Adegan yang tak jarang melenceng jauh dari rencana.Sebab yang terjadi selanjutnya pastilah pergumulan panas tanpa penetrasi. Riva sebenarnya geram tiap kali Beita menyentuhnya. Dia merasa seperti perempuan murahan yang tubuhnya dengan mudah bisa digrepe-grepe oleh Beita.Namun pria itu meyakinkan kalau dirinya hanya pernah menyentuh Riva. Dan selamanya akan tetap sama. Itu janji yang terucap dari bibir seksi Beita.Teringat kelakukan lelaki tanpa status itu membuat Riva mengerucutkan bibir. Tapi wajah manyun Riva langsung berubah senang begitu melihat siapa yang ada di balik pintu."Kak Rena! Aaaa, kakak pulang!" Jerit Riva m
Rahang Al mengatup rapat dengan dada mendadak sesak. Dia pandang tajam ke arah Beita yang sedang menggendong Arthur.Arthur langsung melompat ke arah Beita begitu melihat pria itu. "Mereka saling kenal?" Tanya Al pada Serena."Aku tidak tahu. Dia suka main di tempat Leo, di empang. Kebon, sawah, main layangan ...."Max dan Glen nyaris meledakkan tawa, mendengar deretan tempat bermain sang tuan muda. Sungguh di luar nurul semua. "Dan tempat Rodrigo."Ah! Itu dia. Beita pasti minta dihubungkan dengan Arthur. Ingatan Al lantas tertuju pada rekaman video call di kamar Beita. Sial! Itu adalah rupa putranya sendiri."Om tinggal di sini?""Iya.""Jadi bisa dong kasih latihannya sekarang.""Em, minta izin dulu sama papa. Arthur punya papa sekarang. Jadi semua yang Arthur lakukan harus seizin papa atau ibu."Beita geli sendiri tiap bicara dengan Arthur. Dia seperti bukan dirinya tiap berbincang dengan putra sahabatnya. Pasalnya dia yang mode kutub utara mendadak hangat bak laut di perairan t
"Namanya Arthur?" Max mendekat ke arah Al. Tangannya terulur ingin menyentuh Arthur."Jangan ganggu, dia tidur," kata Al ketus."Tes DNA apaan?" Serena protes pada permintaan Al."Masih kurang jelas ya. Tentu saja untuk memastikan siapa bapaknya Arthur."Serena terbelalak. Mendadak lambat loading. Sudah tahu tes DNA untuk apa masih juga tanya."Tapi ...." Serena ingin membantah. Namun perkataan Max memangkas niatnya."Buat apa tes DNA?" Max malah ikut memanasi."Aku ingin tahu siapa bapak anak ini. Orang ibunya gak mau ngaku." Alterio memandang tajam pada Serena."Terserah!" Respon Serena pada akhirnya. Pasrah adalah jalan ninjanya. Dia lelah, dia ingin tidur kalau bisa. "Tidak perlu!" Max langsung menolak.Tak berapa lama Glen muncul membawa satu berkas yang langsung Max berikan pada Al. Glen undur diri setelah memberi hormat pada Al dan Serena.Pria itu jelas kepo setengah mati pada bocah yang ada dalam perlindungan sang tuan. Itukah tuan mudanya."Apa ini?" Al membaca lembaran ker