"Lebih kuat, Ren. Fokus!"Yang disebut namanya hanya melengos, sambil kembali memusatkan perhatiannya ke depan. Sasaran tembak yang berjarak lima meter."Aku latihan menembak bukan adu jotos."Peluru dilesatkan, bunyi dengungnya teredam oleh head phone yang Serena kenakan."Habis ini kita adu jotos."Brak! Yes! Serena mengepalkan tangan, penuh selebrasi ketika tembakannya tepat mengenai sasaran."Lihat, aku masih lihai dalam menembak.""Lebih lihai lagi kalau mancing. Sini," balas Alterio seraya melambai ke arah Serena. Meminta wanita itu mendekat.Begitu dalam jangkauan, Al langsung menarik Serena hingga perempuan itu terduduk di pangkuannya."Alterio!" Desis Serena penuh peringatan. Mata birunya melirik kiri dan kanan, takut ada yang melihat kelakuan mesum suaminya."Tenang saja. Ini area private. Tidak akan ada yang mengganggu. Di rumah ada putramu yang super rempong kalau lihat kita berduaan.""Memang bapaknya tidak rempong. Kalian itu sama, gak ada beda. Beda umur saja.""Makanya
Mateo mengamuk, surat permintaan resmi darinya mendapat penolakan dari kubu Alterio. Bahkan ketika dia sudah menggunakan dalih untuk kebaikan bersama. Serum yang Max ciptakan bisa menjadi terobosan penyembuhan dalam dunia kedokteran."Tidak, ini tidak sesederhana itu. Mereka tahu apa tujuanku melakukan hal ini."Dari kemarahan, raungan Mateo berubah jadi putus asa. Saat itulah ponselnya berdering. Pria itu bergetar waktu menjawabnya."Bagaimana keadaannya?""Buruk, dia tidak akan bertahan.""Aku pastikan dia akan sembuh. Aku hanya punya dia! Aku tidak akan biarkan dia tinggalkan aku.""Teo, apa kamu bisa dengarkan Bibi sekali saja. Bukan mereka yang tinggalkan kamu, tapi kamu yang meninggalkan mereka."Brak! Tinju Mateo menghantam meja. Dada Mateo berdebar kencang. "Mereka membuangku. Menghancurkan hidupku dan ibuku. Tidak salah jika aku membalasnya sekarang. Alterio, Benjamin Cestra, tunggu saja.""Bibi aku pergi dulu."Suara itu membuat kemarahan Mateo menguap seketika. Sica? Apa y
"Seseorang mengkhianati kami, dia mengambil Black Diamond, selain itu dia juga berniat mengambil Rever. Saat itu, Rever belum sempurna. Bahkan antidotnya masih di tahap awal pembuatan. Kalau Rever sampai disalahgunakan, tidak ada penawarnya. Sangat berbahaya.""Demi melindungi Rever ayahmu mengorbankan diri. Kami terlambat datang waktu itu. Tapi kabar gembiranya, Rever aman meski semua kami tebus sangat mahal, kepergian ayahmu. Maaf, Glen. Maaf."Glen menitikkan air mata, sementara tangannya terkepal erat. Satu aksi yang menyuarakan kebimbangan sang pemilik raga. Hatinya ingin percaya, tapi logikannya sibuk mencerna. Yang mana yang harus dia percaya. "Sampai saat ini, aku belum bisa memutuskan apa yang harus kita lakukan dengan Rever. Dia mahakarya ayahmu. Satu bukti kalau kemampuan ayahmu sangat mengagumkan. Aku saja tidak bisa menyamai levelnya.""Tapi di sisi lain, ada bahaya mengancam jika ada orang luar yang tahu soal hal ini. Mereka bisa menyalahgunakan Rever untuk kejahatan."
"Arthur De Angelo!"Telinga sang bocah langsung tegak seperti kelinci yang mendengar ancaman dari musuh. Tapi ini bukan musuh, ini alarm tanda bahaya dari sang kakek.Dari tempatnya mancing koi, dia bisa melihat Edgar yang sudah dua hari tidak pulang. Urusan bisnis katanya, berdiri di ambang pintu sambil berkacak pinggang."Ishh, Kakek bikin koi aku kabur." Alih-alih takut, Arthur justru menggerutu."Anaknya Al bener-bener gak ada lawan. Kenapa kamu retas kartunya kakek gak bilang-bilang." Marah Edgar tanpa basa basi."Kalau bilang namanya minta. Bukan retas. Jumlahnya enggak banyak, Kek. Cuma dua juta."Iya, cuma dua juta. Jumlah segitu memang "cuma" bagi Edgar. "Bukan masalah dua jutanya. Etikamu mana. Kakek gak marah kamu mau minta semiliarpun, tapi ngomong. Gak retas kartu Kakek. Kakek kan mikirnya jadi aneh-aneh. Tolong, Kakek masih pengen gelut sama kamu sampai kamu punya bayi, jangan dibikin kena serangan jantung sekarang."Menangis Edgar di depan Arthur. Sekali lagi bukan mas
Di ujung telepon, Yue terpaku. Kakaknya menyuruh dia tinggal sementara di rumah temannya, yang artinya di rumah kakek Arthur. Yang benar saja.Tidak! Tidak mungkin, Yue harus kembali ke asrama, tinggalkan tempat ini. Tapi ...."Bagaimana jika orang itu kembali untuk menculikmu?"Ucapan Sergie terngiang di telinga Yue. Bagaimana ini? Dia sendiri sudah melihat rekaman kamera pengawas yang ada di bandul kalungnya.Mereka sangat seram. Saat Yue pingsan seseorang menghubungi para preman itu. Orang tersebut bilang kalau mereka bisa berbuat sesuka hati pada Yue.Merinding Yue waktu mendengarkan. Kalau begini caranya dia jadi takut kembali ke asrama. Takut mereka sungguh mendatanginya lagi."Tapi tujuan mereka apa? Aku tidak merasa punya musuh. Kakak juga kerja di laboratorium. Jarang berhubungan dengan orang luar."Yue bingung sendiri. Lebih bingung lagi, bagaimana dia sekarang. Apa yang akan dia lakukan. Selain itu, kenapa kakaknya minta dirinya tinggal di luar. Apa kakaknya tahu kalau dia
"Dan kamu setuju? Lalu jika Arthur bertanya itu kecebong keluarnya dari mana, aku harus jawab apa?"Lah masih ribut urusan kecebong dan adik bayi. Pasangan Inzaghi terlibat diskusi bisik-bisik, pasalnya Arthur tidak mau tidur di kamarnya sendiri. Jadilah bocah itu meringkuk di kasur besar orang tuanya."Jangan keras-keras, nanti dia bangun. Apa salahnya memberi pendidikan seks untuknya," balas Al tak kalah lirih."Dia masih enam tahun, Al. Apa yang bisa dilakukan anak umur segitu?" Serena mulai emosi."Heh, kamu tidak lihat berita terbaru. Ada anak-anak yang pegang punya temannya gegara nonton video di hape.""Arthur gak pernah nonton video begituan," sergah Serena."Kamu mana tahu. Anakmu itu cerdas di atas rata-rata. Penting buat kita untuk memberitahunya, sampai di mana batasannya. Aku tidak peduli anak lain, tapi anak-anakku beda. Apalagi Arthur."Al memegang dua bahu istrinya. Coba meyakinkan Serena kalau yang dilakukan Beita tidak salah. "Selama dia paham dengan apa yang kita j