Mateo menipiskan bibir ketika asistennya melapor, kalau Serena mengkonfirmasi bisa hadir dalam makan siang yang sengaja dia adakan. Selain Sica, ternyata Mateo penasaran juga dengan sosok Serena, istri Alterio Inzaghi.Sama seperti Ben, Mateo juga berniat mendekati Serena. Kalau Ben sebab dia mengaku suka, tapi Mateo, motifnya masih belum jelas. Mateo kirimkan undangan tadi pada Sica. Sejatinya apapun yang Mateo lakukan, dia kerap melapor pada gadis itu. Entah untuk apa.Di ujung sana, Sica mengerutkan dahi. Sebelum pusing menderanya. Mateo benar-benar mewujudkan niatannya untuk mendekati Serena."Semua laki-laki sama saja!" Makinya serta merta."Sica, celanaku mana. Aku tidak bisa ngantor kalau gak pakai baju."Suara Alex menambah level emosi Sica kembali naik. Dia masih ingat bagaimana Alex semalam balik menyerangnya. Setelah Sica seret ke kamar mandi, lalu mengguyur raga kekar Alex di bawah aliran shower.Pria itu langsung menarik tubuh Sica untuk bergabung dengannya di bawah alir
"Dia benar-benar cantik."Wanita di sebelah Mateo langsung menoleh begitu foto Serena terpampang di layar ponsel."Jangan coba mengusik mereka!" Peringat sang gadis."Kenapa? Dia sepertimu, bar-bar, cantik, badas. Benar-benar tipeku. Bagaimana jika dia mau tidur denganku, Sica."Sica menggetarkan tawa. Pria di sebelahnya sepertinya sinting. "Jangan terlalu percaya diri. Kau tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Tuan Inzaghi.""Kamu memihaknya?" Mateo mulai gusar."Dia klienku, sudah seharusnya aku membelanya!""Kalau begitu, kamu harus dengar ini." Mateo menunjukkan sebuah berita yang menyebutkan kalau Alterio dan Alex sudah pecah kongsi.Sica awalnya terkejut sebelum dirinya kembali tenang. Ekspresinya tetap datar. Meski hatinya bergolak tidak mengerti. Di depan Mateo, Sica harus pandai mengatur alur emosi. Jika tidak kepura-puraannya selama ini akan terbongkar."Kamu pikir aku akan percaya. Kamu itu licik, manipulatif, tidak bisa dipegang ... emmphhh."Sica mendorong jauh da
Arthur mencebik kesal, dengan Serena menarik sudut bibirnya. Di depannya ada Alterio, yang sepertinya juga punya alasan untuk muncul di sana."Ada teman yang mengajak makan. Sepertinya kamu juga begitu." Tatapan Serena lurus mengarah ke belakang Alterio. Pria itu menyadarinya, tampak kikuk untuk sesaat. Sampai dia menjawab, "Hanya kebetulan bertemu.""Benarkah? Sepertinya Nona ini suka sekali menguntit suami orang. Apa Nona tidak tahu kalau dia sudah beristri."Wanita yang sejak tadi hanya diam mulai gelisah. Dia belum pernah melihat istri Alterio Inzaghi. Menurut rumor, kabar pernikahan Alterio tidaklah benar.Namun kali ini, perempuan berpakaian super seksi itu seolah kena batunya. Dilihat dari sisi manapun, dia kalah telak dari Serena.Tampilannya menggoda tapi tidak secemerlang Serena. Ibu Arthur bak memiliki lampu yang selalu menyala di atas kepala. Membuat sosoknya terlihat glowing, cantik seperti bidadari.Pesonanya tidak perlu diragukan lagi, baru lima menit berada di sana. S
Serena dan Arthur saling pandang. Keributan masih terdengar dari arah depan. "Aku akan atasi ini." Kata Arthur seraya mengulik ponselnya. Entah apa yang dia lakukan. Yang jelas saat itu Serena melepaskan cengkeraman tangannya di leher Ben.Pria itu tersengal tapi tidak balas menyerang. Dia hanya kembali duduk sambil memandang Serena yang kini ikut duduk di samping Arthur.Sungguh mempesona, bahkan Vasti dan Tere kalah. Ben tidak akan pernah menyangka kalau Serena akan berubah secantik itu paska ia suntik Rever."Max memang hebat. Aku harus akui itu," kata Ben seraya mengusap dagunya."Jaga matamu, Om!" Arthur tegas memberi peringatan seiring keributan mulai menghilang dari arah depan."Dia ada di depan mataku, buat apa aku menyia-nyiakan pemandangan ini," balasnya licik.Serena sendiri langsung melemparkan tatapan penuh peringatan pada Ben. Tapi ini Ben, semakin dilarang, makin penasaran dia. Ibu Arthur benar-benar memenuhi kriteria perempuan yang Ben inginkan. Wajah cantik dengan v
"Lagi ngapain?"Arthur menoleh, dengan tangan bergerak pelan menyelipkan flash disk ke bawah kasur. Jarinya menggeser cursor, hingga layarny berubah tampilan jadi game. "Main game-lah," balas Arthur santai.Serena mengintip laptop Arthur dan benar saja. Sang putra dengan antusias menghajar lawannya. Tanpa ampun, tanpa jeda, tanpa ada waktu sang lawan membalikkan serangan.Dalam hitungan detik game over jadi back ground layar laptop Arthur. "Ada apa Ibu?" Tanya Arthur pada Serena.Serena menghela napas. "Apa kamu tahu ayah Ivander?""Tahu." Ekspresi Arthur berubah serius."Bisa pertemukan Ibu dengannya?" Pinta Serena."Ibu mau hajar dia?" Tebak Arthur."Tidak. Ibu mau bicara dengannya." Serena menegaskan."Kalau Ibu mau hajar dia, Arthur bantuin." Arthur langgsung"Pertemukan Ibu dengannya. Kita lihat nanti, apa Ibu perlu bantuan untuk menghajarnya atau tidak. Bagaimana?"Arthur mengulas senyum. "Tentu saja."...."Apa?!" Ben langsung menyalak galak begitu tahu Arthur menghubunginya
Alterio memijat pelipisnya. Pening dan nyeri menyerang sekaligus. Arthur dengan tegas meniru dirinya. Padahal dia tidak sekejam dulu. Hanya kadang-kadang."Kenapa tidak meniru ibumu?""Ibu juga bar-bar kalau kepepet."Habis kosakata Alterio meladeni putranya. Pria itu berusaha agar Arthur tidak terlalu kejam saat mengeksekusi targetnya. Tapi Arthur dengan tegas menyahut, "Apa yang Arthur lakukan, sepadan dengan perbuatan mereka.""Lagi pula Arthur tidak akan sejahat itu pada orang kalau mereka tidak memulainya lebih dulu."Jaminan dari Arthur membuat lelaki itu bisa menarik napas berat. Selain itu sang putra menegaskan kalau dia tahu batas."Jangan terlalu dipikirkan. Kita akan tetap awasi dia." Max mendadak muncul, seolah tahu apa yang Alterio pikirkan."Diawasi saja masih bisa lolos," gerutu Al tidak habis pikir.Sungguh, dia kelabakan menghadapi Arthur yang fisiknya saja bocah, tapi kelakuan dan omongan sudah seperti orang dewasa. Eh, putranya bukan orang tua yang terjebak dalam t