Serena tersenyum tipis ketika pintu ruang pertemuan mereka dibuka dari luar. Alterio Inzaghi muncul dalam balutan kemeja dan jas serta celana yang keseluruhan berwarna hitam.Satu warna yang mampu menampilkan sisi terbaik dari seorang Alterio. Parasnya rupawan dengan aura dominasi begitu kuat.Marvel bahkan tidak berkedip untuk beberapa waktu. Melihat Al berjalan ke arah Serena lantas mencium mesra bibir wanita yang mengenakan setelan kerja berwarna biru.Satu pemandangan yang membuat hati Marvel berdenyut resah. Benarkah Serena sudah menikah? Jika iya, kapan dan siapa suaminya. Kenapa pria di depannya punya tatapan tajam tak terbantahkan.Ditambah sikap dingin juga ekspresi datar yang seketika berubah lembut dan penuh cinta kala berhadapan dengan Serena."Sudah selesai?""Aku sempatkan mampir. Apalagi waktu Mona bilang ada yang mengunjungimu."Alterio memanahkan tatapan penuh peringatan pada Marvel Delayota. "Dengan tuan ...." Marvel kembali berucap setelah mendapatkan kepercayaan d
"Apa saya bilang, Nya. Saya tidak hamil." Raut wajah Lalita kembali ceria, usai dia tahu kalau test pack-nya negatif.Serena dan Mona kembali saling pandang, untuk kemudian menghela napas. Semua bisa terjadi, termasuk hamilnya Lalita yang urung jadi kenyataan. Tapi itu wajar, sebab Max telah memberi pil kontrasepsi pada Lalita."Ya, berarti mereka masih disuruh jalan di tempat aja." Mona berkomentar pada akhirnya."Bisa juga. Ya sudahlah, kita cuma jalanin, Dia yang ngatur jalannya. Nikmati sajalah."Mona mengangguk, mereka lantas berpisah jalan. Mona kembali ke meja kerjanya dan Serena juga Lalita menuju ke tempat di mana klien mereka sudah menunggu.Begitu pintu dibuka, seorang perempuan segera menyambut kedatangan Serena dan Lalita. Namun kehadiran sosok lain yang mendampingi wanita tadi seketika membuat Serena jengah."Nona Serena, selamat siang. Senang bertemu Anda.""Nyonya, saya sudah menikah. Putra saya sudah berumur enam tahun. Selamat siang juga. Silakan duduk."Serena melur
Dengan mood memburuk dan kepala mendadak nyeri, Serena kembali ke Eternal Diamond. Di tangan Lalita sudah ada beberapa berkas yang harus dia periksa. Mona juga telah menyambutnya dengan setumpuk dokumen yang musti dia telaah. "Dia kenapa?" Mona berbisik pada Lalita."Ketemu Benjamin Cestra.""Oh, pantas." Mona paham betul sebesar apa kebencian Serena pada Ben. Tapi kalau dia jadi Serena, dia juga akan melakukan hal sama. Walau yang terjadi bukan salah Ben seratus persen, tetap saja tindakan Ben jadi pemicu Serena kehilangan calon bayinya.Untuk perempuan manapun, hal tersebut sangat menyakitkan. Perlu waktu untuk memulihkan tubuh dan jiwa akibat kehilangan yang rasanya sangat sulit diungkapkan."Bu, ada klien yang ingin bertemu," Mona mengingatkan jadwal Serena.Perempuan itu mengangguk, Serena minta Mona untuk tidak banyak bergerak mengingat perut besarnya.Tapi Mona menjawab dengan manis. "Bukannya disarankan untuk banyak bergerak jelang lahiran."Serena tepuk jidat, "Sudah lupa
"Hai."Serena berdecak kesal sebelum pilih berbalik arah. Enggan berhadapan dengan sosok yang mendadak muncul di hadapannya.Pun dengan Lalita yang sigap mengikuti sang nyonya. Lalita beberapa waktu terakhir kembali ditugaskan untuk mengawal Serena sekaligus membantu pekerjaan ibu Arthur di kantor. Mengingat Mona sudah memasuki bulan kelahiran. Perempuan itu juga ingin cuti untuk sementara sambil merawat anaknya sendiri. Jadilah tugasnya mulai diambil oleh Lalita."Ren, aku kan cuma menyapa," sosok tadi ikut mengejar ternyata."Gak usah nyapa-nyapa. Gak penting juga." Nada jengkel terdengar kentara dalam suara Serena.Bukannya pergi orang tadi justru makin getol menggoda."Setidaknya aku harus menyapamu meski cuma sekali. Bukan begitu kakak ipar?"Senyum Ben mengembang begitu Serena menghentikan langkah. Tapi yang terjadi setelahnya membuat Lalita menggulung senyum, sang nyonya kalau mode bar-bar memang selalu mengagumkan."Malah nendang, salahku di mana coba." Ben meringis, mengaduh
"Masalah Alex clear."Lapor Max pada Al yang pagi itu sudah memijat pelipisnya. Kepalanya mendadak terasa berat. Padahal dia tidak merasa lelah."Dia juga jelaskan soal video itu." Max menambahkan.Ucapan Max mengacu pada video Al dan Alex yang terlihat di hotel yang sama, waktu Abby dan Alex diduga tidur bersama, hingga lahirlah Sisil.Walau pada akhirnya terungkap kalau malam itu bukan Alex yang tidur dengan Abby melainkan Axel Ferguso, kakak kembar Alex."Lalu masalah Mateo?""Sudah naik. Mungkin nanti siang kita akan lihat reaksinya. Bersiaplah. Dia mungkin akan menyerang balik habis-habisan.""Atau malah memohon belas kasihku." Al tersenyum kecil. Untuk kemudian lanjut bertanya."Sebenarnya apa yang dia cari di labmu? Kenapa dia kekeuh ingin mendapatkan akses masuk ke tempatmu.""Begini, Paul dan Beita sudah mencari tahu. Juga menelusuri masa lalu Mateo. Kata mereka Mateo mengincar serum penyembuh kita.""Itu milikmu, bukan milik kita.""Tapi kamu kan andil dalam pendanaan, jadi
"Alex, aku mohon jangan lakukan itu!" Teriakan Abby menggema di rumah dengan desain minimalis yang keseluruhannya terbuat dari kayu. Rumah yang menampilkan kesan alami dengan warna coklat berpadu putih.Abby, perempuan itu berdiri di depan Alex yang wajahnya tampak tenang. Namun Abby tahu kalau ada badai yang tersimpan di baliknya.Atau sebagian memang sudah ditunjukkan. Di tangan Abby ada selembar kertas yang menunjukkan jati diri Sisilia yang sesungguhnya.Gadis kecil yang selama ini Alex sayangi sepenuh hati. Putri yang selalu dia prioritaskan tiap kali ingin mengambil keputusan dalam hidupnya.Demi Sisil, Alex bisa dikatakan rela melakukan segalanya. Termasuk menggantung status Jesica Miria. Gadis yang sejak awal telah menarik perhatian Alex.Pria itu tidak berani melangkah maju sebab takut menyakiti Sisil. Dia tidak ingin Sisil kehilangan momen berada di tengah keluarga yang harmonis. Demi Sisil, Alex mampu menyiksa hati dan perasaannya.Tapi kini setelah kebenarannya terkuak, Al