Beranda / Romansa / DIKEJAR DUDA KEREN / Dianterin makanan

Share

Dianterin makanan

Penulis: Bastiankers
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-19 14:02:37

Namun, ternyata Dian bisa mendengarnya. Alhasil, dia kembali mendekatkan kursinya. “Bisa kok. Daripada Lo simpan sendiri terus depresi berat?” Seketika Dian mendapatkan tatapan tajam darinya. “Hayo? Mau yang mana? Mending sharing.”

“Iya. Iya! Balik sono!” Dengan kedua tangannya, Jena berhasil mendorong kursi Dian hingga perempuan itu sudah kembali di kubikelnya.

Dian melayangkan telunjuknya. “Beneran, ya? Gue tunggu sampai Lo mau cerita.”

Jena tidak menggubris peringatan itu. Dia sudah larut dalam monitor yang menampilkan beberapa data. Belum lama setelahnya, Aran memasuki partisinya dan langsung menerobos kubikel Jena.

“Je? Gimana kabar kamu?”tanya lelaki itu. Dia tengah meletakkan kedua tangannya di atas kubikel Jena.

Jena menoleh singkat, “Baik. Emangnya ada apa?” Jarinya kembali menari di atas papan ketik.

“Aku prihatin atas apa yang menimpa kamu.” Dan saat itu, Jena menghentikan aktivitasnya. Lalu, Aran kembali melanjutkan. “Ibuku yang menyampaikannya. Beliau mendengar langsun
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • DIKEJAR DUDA KEREN   Dianterin makanan

    Namun, ternyata Dian bisa mendengarnya. Alhasil, dia kembali mendekatkan kursinya. “Bisa kok. Daripada Lo simpan sendiri terus depresi berat?” Seketika Dian mendapatkan tatapan tajam darinya. “Hayo? Mau yang mana? Mending sharing.” “Iya. Iya! Balik sono!” Dengan kedua tangannya, Jena berhasil mendorong kursi Dian hingga perempuan itu sudah kembali di kubikelnya.Dian melayangkan telunjuknya. “Beneran, ya? Gue tunggu sampai Lo mau cerita.”Jena tidak menggubris peringatan itu. Dia sudah larut dalam monitor yang menampilkan beberapa data. Belum lama setelahnya, Aran memasuki partisinya dan langsung menerobos kubikel Jena. “Je? Gimana kabar kamu?”tanya lelaki itu. Dia tengah meletakkan kedua tangannya di atas kubikel Jena.Jena menoleh singkat, “Baik. Emangnya ada apa?” Jarinya kembali menari di atas papan ketik. “Aku prihatin atas apa yang menimpa kamu.” Dan saat itu, Jena menghentikan aktivitasnya. Lalu, Aran kembali melanjutkan. “Ibuku yang menyampaikannya. Beliau mendengar langsun

  • DIKEJAR DUDA KEREN   Waktu yang tersisa

    Waktu yang dimiliki Jena tersisa sedikit. Tidak sampai satu bulan acara pertunangan paksa itu akan terjadi. Jena dengan segala yang telah dicobanya, hanya terduduk di tepi ranjang setelah memakai kemejanya.Nafas yang berhembus kencang dengan sangat berat. Pasrah. Juga, kecewa. Namun, Jena tidak ada pilihan lain. Dia sudah menghabiskan banyak waktu untuk berunding dengan ibunya, namun semua itu sama sekali tidak membuat keputusan ibunya goyah.Ayahnya apalagi. Jena tidak mungkin mengharapkan bantuan ayahnya yang tidak punya power itu. Dia sudah banyak sekali menyusahkan ayahnya. Jadi, saat pintu kamarnya terbuka. Dia segera berdiri, menghampiri sosok itu. “Ayah, jadi ke luar kotanya?”Ayahnya tersenyum. Matanya berkaca-kaca dibalik kaca mata besarnya. Kepalanya menggeleng pelan. “Nggak jadi. Teman ayah sudah duluan. Lagian ‘kan ayah harus jagain kamu. Kalau ayah pergi, siapa yang jagain kamu? Iya, kan?”Jena mengangguk. Keduanya berjalan beriringan menuruni anak tangga. Dan ayahnya,

  • DIKEJAR DUDA KEREN   Ayah Jena

    Brian mengambil ponselnya. Tangannya dengan cepat mengotak-atik kontak dan melakukan panggilan. Panggilan itu tersambung, namun seseorang di sana memutuskan panggilan. Brian melakukannya berulang kali. Namun, berulang kali itu juga panggilannya ditolak. Tidak ada pilihan lain, selain untuk turun dari mobil. Dan hal itulah yang membuat Brian telah sampai di pintu utama. Pintu yang masih tertutup rapat itu sesekali membuat Brian menghela nafas. Tangannya terangkat, dan dia mengetuknya dengan keberanian yang tersisa sedikit.Ceklek!Seorang wanita paruh baya yang cantiknya mirip dengan Jena, sudah Brian yakini itu ibunya. Wanita itu mengernyitkan dahi sambil memerhatikan penampilan Brian. “Ada keperluan apa?”Brian tersenyum tipis. Dia mengangsurkan tangannya untuk bersalaman. “Saya temannya Jena.” Belum sempat salam itu bersambut, pintu rumah kembali ditutup. Kepala Brian bahkan hampir saja terpentok pintu. Brian mengangkat kepalanya. Memandang heran pada wanita paruh baya itu.“Pulan

  • DIKEJAR DUDA KEREN   KUALAT

    Di sela perdebatan yang tidak penting itu, Pak Ari muncul. Di tangannya ada beberapa dokumen dan tas laptop. “Kita langsung meeting. Panggil yang lain.” Dan Riski langsung mengangguk dan mengabarkan lewat ponselnya.Pak Ari masih berdiri di sana, memerhatikan Brian dengan tatap lama. “Kamu kurang komunikasi, Yan. Kalau mau dekati cewek itu harus gunakan semua yang ada. Telpon dong, kabari, gitu!” Pak Ari melanjutkan saat Brian hendak menyela. “Saya dengar dari Pak Satpam. Jangan salah paham, ya, kamu.” Riski tertawa kecil sambil melihat ponselnya. “Denger, ga? Saran saya sih, kalau mau dekati cewek ubah pola pikir kamu. Jadikan dia satu-satunya pusat dunia yang kamu miliki.” Pak Ari menepuk pundak Brian, lalu melanjutkan jalannya.Riski kembali tertawa dan Brian hanya tersenyum kecut. “Tuh dengerin! Pak Ari lebih pro dari pada Lo!”“Pak Ari ‘kan berpengalaman,”sahut Brian.“Lo juga, dongo! Udah pernah nikah emangnya nggak berpengalaman?” Riski memberikan cup kopi yang dipegangnya ta

  • DIKEJAR DUDA KEREN   Jena kemana?

    Siang itu, setelah makan siang di kantin, Brian berdiri lama di ujung koridor hanya untuk menunggu seseorang. Sejak pagi tadi, Brian tidak melihatnya. Brian hanya cemas bahwa pesan yang dikirimnya semalam mengganggu perempuan itu. Jadi, dia memutuskan untuk berdiri di sana dengan satu tangan yang memegang cup kopi dan tangan lainnya dimasukkan ke dalam saku celana.Dia melirik penampilannya di depan jendela kaca divisi Humas. Kemeja coklat dan celana khaki itu rupanya sangat pas untuk dipakainya hari ini. Tangannya terulur hanya untuk melihat sisi dirinya yang lain. Dia melakukan beberapa gestur dengan wajah datar, sok cuek lah menurutnya, namun tingkahnya itu membuat semua karyawan divisi humas tertawa.Seseorang keluar dari sana. Dia menghampiri Brian sambil tersenyum lebar. “Ngapain, Yan?” Sisa tawanya terdengar lepas.Brian berdehem, lalu memperbaiki posturnya. “Oh ini, lagi menikmati waktu luang aja, sih.” Dia menjawab, tapi matanya tertuju di sebuah pintu bagian ujung lain dari

  • DIKEJAR DUDA KEREN   Mengetahui rencana ibu

    Isak tangis itu memburu dan berlalu dalam waktu yang lama. Isakannya masih terdengar saat dia menghapus jejak air matanya. Jena mulai bangkit, dia memilih untuk segera pergi dari sana. Tanpa membawa kedua es kopi yang sudah tidak dingin lagi. Jena, sama sekali tidak mempedulikan apapun lagi.Dia berjalan di bawah lampu jalan. Rintik hujan yang membasahi sedikit-demi sedikit tubuhnya, sudah tidak dia hiraukan. Kakinya bergerak lunglai. Tangannya memeluk tubuh yang dadanya saja masih sesak. Brian, lelaki itu mampu membuat Jena seperti perempuan paling bodoh malam itu. Tangan Jena melambai, menghentikan sebuah taksi yang akan melewatinya. Setelahnya, Jena masuk dan menyebutkan alamatnya. Dia membisu saat taksi sudah melaju. Tatapnya terpaku pada jalanan yang masih ramai oleh pedagang dan lalu lalang kendaraan. Jena, menyeka air matanya yang keluar tanpa suara. Dia merutuki sikapnya yang terlalu mudah percaya. Dia tidak lagi mempedulikan apapun, meski ponselnya bergetar beberapa kali.

  • DIKEJAR DUDA KEREN   Dua es kopi

    “Mbak, masuk aja. Saya kebetulan udah selesai, tinggal pulang,”ucap Pak Satpam. Dia meraih jaketnya yang berada digantungan. Setelah berpamitan, Pak Satpam pun berlalu pergi.Mata Jena berpendar. Dia melihat ke arah satu-satunya kursi yang berada di ruangan sempit itu. Lalu, memilih duduk di sana. Saat ada sebuah mobil melintas, dengan cepat kepalanya melongok. Dia pikir, pemilik mobil hitam itu adalah Brian, ternyata jemputan untuk karyawan lain.Embusan nafas pelannya tidak terdengar. Tergantikan oleh suara hujan yang ribut di atas genting. Matanya menerawang, namun sesekali dia mengikuti beberapa mobil yang datang dan pergi.Berharap seseorang yang menjanjikannya malam itu segera muncul.Bertepatan dengan itu, sebuah mobil hitam datang dan berhenti di depan kantor. Jena kembali melongokkan wajahnya. Dia pikir, lelaki yang keluar dari mobil itu adalah Brian. Ternyata bukan. Jena menghela nafas. Pandangannya menunduk. Dia melihat tentengan yang masih berada di jemarinya. Mengeluark

  • DIKEJAR DUDA KEREN   Kalung untuk Jena

    Brian mengecek arlojinya beberapa kali. Sesekali dia mengecek ponselnya, sesekali juga dia menoleh saat Pak Ajri meminta jawaban darinya. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Jena juga tidak menjawab pesan yang dikiriminya sore tadi. Jadi, Brian berpikir untuk menunda rencananya malam ini. Pandangannya tertuju pada dinding kaca yang membatasi setiap sudut restoran. Dari sini, Brian bisa melihat dengan jelas pemandangan Kota Metropolitan dari luar. Begitu macetnya. Lalu lalang kendaraan membuatnya menghela nafas. Rencananya akan ditunda. Ya, malam ini, Brian berencana untuk mengutarakan perasaannya. Dia tidak ingin menunda lagi. Perempuan itu, seperti mempunyai magnet yang kuat. Apalagi, Brian sudah menantikan waktu ini. Namun, apalah daya, semua hanya bisa direncanakan. “Brian, apa kamu punya janji dengan seseorang?”tanya Pak Ajri. Rupanya beliau menyadari sikap Brian yang tidak se-antusias tadi. Tidak semangat seperti tadi. Brian menggeleng. “Tidak, Pak.” Bohong. Ta

  • DIKEJAR DUDA KEREN   Brian kembali

    Notes : Ada part tentang malam yang dilalui Jena dan Brian di apartemennya. Buat yang penasaran, bisa buka di Karya Karsa. Cari. Kreator : Bastiankers Seri : Dikejar Duda Keren Ada part terkunci yang menceritakan soal malam itu. Bagi yang penasaran aja. Keep reading! ***“Presentasi kamu sangat bagus,”puji Pak Mungga. Beliau bertepuk tangan kecil, lalu yang lain mengikuti. Jena tersenyum senang. “Terimakasih, Pak.” Pak Mungga mengangguk. Lalu, Doni berdiri dan mengakhiri rapat di siang ini. Setelahnya, satu persatu mulai keluar ruangan. Sementara Jena, harus merapihkan laptop dan barang-barangnya yang berada di atas meja. Memasukkannya satu persatu, tentu saja sambil mendengar ocehan Mbak Nurul.“Lo denger, kan?”tanya Mbak Nurul. “Gue butuh banget bantuan seseorang untuk gantiin gue Minggu depan, Je. Lo bisa, kan?”Jena menggeleng cepat. Lalu, menenteng tasnya. “Enggak, Mbak. Lo tahu, kan, pekerjaan gue harus numpuk karena P

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status