Share

Sisa Permen

Author: Bastiankers
last update Last Updated: 2025-06-24 15:58:43

Jena mengangguk pelan. Dia mengerti sekarang. Jadi, Brian cemburu, kan? Yang artinya … lelaki itu masih mengejarnya seperti kemarin-kemarin, kan? Jena menahan senyum sambil mengangkat wajahnya tinggi. “Memangnya kenapa? Suka-suka ak—”

Seharusnya Jena tidak menantang lelaki itu. Jena menyesalinya, tapi juga menikmatinya mungkin? Dia merutuki dirinya yang diam saja saat bibir itu melumat habis bibirnya. Dia memaki dirinya tatkala permen karetnya sudah direbut oleh lidah lelaki itu. Dia juga terdiam saja saat wajah itu sudah menjauh sambil mengunyah permen karet sisanya.

“Sudah aku peringatkan, tapi kamu malah menantang. Jadi, terima akibatnya.” Perkataan itu beriringan dengan langkah Brian yang mulai berjalan mendekati pintu. Dia menghentikan langkahnya sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar. “Pulangnya aku anter, ya.” Bukan pertanyaan, melainkan ucapan yang tidak bisa ditawar.

Jadi, Jena hanya menghembuskan nafas gusarnya. Namun, matanya melotot seketika saat daun pintu yang belum d
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • DIKEJAR DUDA KEREN   Om Ferdi

    Namun, di sela-sela lamunannya, perawat segera bertanya, “Bagaimana, Mbak? Sudah ditandatangani?”Jena menggeleng pelan. “Sus, emangnya nggak bisa dilakukan operasinya dulu? Saya janji bakal bayar semuanya, yang penting segera lakukan tindakan secepatnya.” Dia menggigit bibir bawahnya sambil meremas kuat berkas yang tengah digenggamnya saat beberapa orang di sana menatapnya iba.Perawat menghela nafasnya. “Maaf, Mbak. Kita hanya mengikuti prosedur.” Bahu Jena merosot, dia segera memberikan berkas itu kembali di atas meja. Lalu, melangkah pergi yang tujuannya pun dia tidak tahu. Kakinya berjalan di atas koridor panjang dengan lemas. Kemana lagi dia harus mencari uang tiga ratus juta itu? Pelupuk mata Jena kian memanas. Dia menutup wajahnya saat melewati beberapa orang. Dia tidak boleh menjual tangisnya. Sesusah apapun itu.Langkahnya telah sampai di sebuah kursi panjang dekat taman rumah sakit. Dia terduduk sambil menatap layar ponselnya. Siapakah yang bisa dia hubungi saat ini?Ibu.

  • DIKEJAR DUDA KEREN   Biaya Yang Mahal

    Seseorang dengan jas putih andalannya, seorang dokter muda itu segera duduk di kursinya. “Dengan keluarga Pak Robi?”Jena segera bangkit dari tempatnya dan duduk di kursi yang berhadapan dengan dokter itu. “Iya, Dok. Saya anaknya.” Jena menoleh sebentar, menatap ayahnya yang tengah menahan sakit sambil memegangi lehernya. “Ayah saya sakit apa, Dok?”Dokter berdehem sebentar, meletakkan kedua tangannya di atas meja. Dia mendekatkan wajahnya dan menatap Jena lurus. “Belum. Saya belum bisa memberikan jawaban pastinya, karena kami belum melakukan pengecekan secara keseluruhan. Namun …” Dokter membenarkan sebentar kacamatanya. “Kenapa, Dok?” Jena merasakan degup jantungnya semakin cepat. Apalagi, saat raut wajah dokter berubah.“Namun, dari riwayat batuk yang lama, benjolan di lehernya, kesusahan menelan, itu suatu gejala … tumor tenggorokan.”Deg!Jena menahan nafasnya. Mulutnya terbuka dengan mata yang terbelalak. Dia menoleh sebentar pada ayahnya, sebelum kembali menatap Dokter dengan

  • DIKEJAR DUDA KEREN   Sisa Permen

    Jena mengangguk pelan. Dia mengerti sekarang. Jadi, Brian cemburu, kan? Yang artinya … lelaki itu masih mengejarnya seperti kemarin-kemarin, kan? Jena menahan senyum sambil mengangkat wajahnya tinggi. “Memangnya kenapa? Suka-suka ak—”Seharusnya Jena tidak menantang lelaki itu. Jena menyesalinya, tapi juga menikmatinya mungkin? Dia merutuki dirinya yang diam saja saat bibir itu melumat habis bibirnya. Dia memaki dirinya tatkala permen karetnya sudah direbut oleh lidah lelaki itu. Dia juga terdiam saja saat wajah itu sudah menjauh sambil mengunyah permen karet sisanya.“Sudah aku peringatkan, tapi kamu malah menantang. Jadi, terima akibatnya.” Perkataan itu beriringan dengan langkah Brian yang mulai berjalan mendekati pintu. Dia menghentikan langkahnya sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar. “Pulangnya aku anter, ya.” Bukan pertanyaan, melainkan ucapan yang tidak bisa ditawar. Jadi, Jena hanya menghembuskan nafas gusarnya. Namun, matanya melotot seketika saat daun pintu yang belum d

  • DIKEJAR DUDA KEREN   Jangan Coba-coba

    Dian. Menggerakkan kursinya hingga membentur kursi Jena. Dian tersentak kaget saat melihat Jena tersedak dan minuman jeruknya menumpahi kemeja bagian dada. “Ya ampun! Maafin gue, Je.”Jena meraih air mineral yang diberikan oleh seseorang di belakangnya. Setelah merasa tenggorokannya sudah membaik, Jena menoleh ke belakang. “Makasih, ya …” Dia tersenyum pada Azka yang membalas senyumnya.“Je, maafin gue, ya …” Dian menggigit bibirnya dengan perasaan bersalah.Jena mengangguk sambil berdiri. “Nggak apa-apa. Gue bawa baju ganti kok.” Perkataannya itu bersamaan dengan langkahnya yang menjauh dan segera hilang dari balik pintu.Tangannya mengibas-ngibas sisa-sisa bulir jeruk yang melekat di bagian dada kemejanya. Saat berpapasan dengan karyawan laki-laki, Jena segera merapatkan kedua tangannya dan berjalan tergesa untuk segera masuk ke dalam toilet.Jena menghembuskan nafasnya tatkala telah berada di dalam toilet wanita. Langkahnya mendekat, menatap dirinya sendiri di cermin itu. Dia meng

  • DIKEJAR DUDA KEREN   Terpaksa

    Dia celingak-celinguk untuk mengetahui siapakah yang berjalan ke arah mereka sekarang, namun seseorang yang tengah berjalan itu belum nampak sama sekali.“Lepasin.” Jena berusaha melepaskan dirinya. Namun, Brian tetap menahan kedua pergelangan tangannya dengan erat.“Kasih aku kesempatan. Okey?”Jena melotot. “Bisa lepasin dulu, nggak?!” Dia kembali memberontak, namun tetap saja tenaganya tidak lebih besar dari Brian. “Brian.”“Kasih aku kesempatan. Baru aku lepasin.” Brian memasang wajah datarnya. Dia tidak peduli dengan seseorang yang kini langkahnya akan menemukan keduanya.Jena menggigit bibirnya kuat. “Okey! Aku kasih kesempatan.” Dan saat itu, saat seorang perempuan terlihat berjalan ke arah mereka, tangan Jena sudah terlepas.Dian, tersenyum aneh sambil mengerutkan keningnya memandangi Jena dan Brian yang menatapnya aneh. “Eh, kalian belum ke ruang rapat? Jadwalnya tinggal lima menit, lho.” Perempuan itu melanjutkan jalannya saat Jena menjawab sebentar lagi.Tatkala Dian sudah

  • DIKEJAR DUDA KEREN   Meminta Kesempatan

    Namun, Brian tidak mempedulikan itu. Di saat semua orang tengah sibuk dengan pemikiran masing-masing. Dia justru melihat bagaimana dress yang tengah dipakai Jena itu begitu mempesona. Lekuk-lekuk tubuhnya. Brian tersenyum tipis sambil memainkan ujung rambut Jena. Enak kali, ya, kalau dijambak?Riski berdehem sesaat ketika melihat aksi Brian. Membuat semua karyawan yang ada di sana berbalik padanya. “Sori. Tenggorokan gue sakit.” Matanya melirik tajam pada Brian.Brian menahan tawa. Saat semua orang kembali sibuk dengan urusan mereka, Brian melihat kepala yang setara dengan dagunya. Dia mendekat. Meletakkan dagunya di atas kepala itu. Tidak. Dia tidak menyentuh kepala itu. Seolah ada pembatas antara dagunya dan kepala Jena. Namun, bisa saja Jena merasakannya, kan? Sehingga saat perempuan itu merasakan ada sesuatu di atas kepalanya, dia berbalik sambil menatap tajam Brian. Brian yakin, kalau tidak ada karyawan lain di sini, dia pasti sudah dicakar oleh Mak Lampir cantik di hadapnya ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status