Share

Bab 3

last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-25 13:05:33

"Gimana Le, kamu berhasil meminang gadis yang katamu sangat cantik itu??" tanya Nek Rahayu, nenek dari Abdul, yang telah merawat pemuda itu, semenjak masih bayi, karena kedua orangtuanya yang telah meninggal.

Abdul hanya tertawa kecil, dengan pertanyaan neneknya itu.

"Kok malah ngguyu!!" sang nenek yang tengah membuat sulaman di tangan nya, tampak kesal.

"Benar ternyata, apa yang Nenek katakan waktu itu" ucap Abdul, kemudian duduk di sisi sang Nenek.

"Kecantikan perempuan, ternyata tidak menjamin kecantikan hatinya" ucap Abdul.

"Yo wes, mungkin dia memang bukan jodohmu Le, masih banyak di luaran sana, gadis yang cantik luar dalamnya" ucap Nek Rahayu mengusap kepala cucu kesayangan dan satu-satunya itu.

"Oh iya, tadi Tedjo kesini, katanya cabang bakso kamu yang di dekat kecamatan, mau di lebarkan. Soalnya para pembeli kadang sampai tidak kebagian tempat duduk"  ucap wanita yang sudah terlihat sangat sepuh itu, menoleh ke atah sang cucu.

"Ooh, iya nanti biar Abdul kesana saja Nek, sekalian mau cari lokasi, untuk cabang bakso yang ke berapa yaa, kok Abdul jadi lupa" Abdul tampak menggaruk kepalanya, sambil nyengir..

"Oalah Le, belum tua kok sudah pelupa. Nenek saja masih ingat, bukannya 2 bulan lalu, kamu baru buka cabang yang ke 10 di kota sebelah?" ucap sang Nenek, mengingatkan.

"Ooh iya!! Masya Allah, Nenekku ini, walaupun sudah sepuh, tapi daya ingatnya kok masih topcer!" puji Abdul, membuat sang Nenek tergelak. 

"Kamu pengen tahu rahasianya Le?" tanya sang Nenek , masih tetap sibuk membuat sulaman, untuk taplak meja.

Abdul segera mengangguk, meskipun hal itu sudah berulang kali ia dengar.

"Yang rajin baca Alquran, setiap hari di sempatkan, walaupun cuma selembar dua lembar...

Selain gak bikin cepet pikun, yang jelas kita juga mendapatkan ketenangan batin, yang akan membuat kita selalu bersyukur dan bahagia" nasihat sang Nenek.

"Nggih Nek, pasti Abdul akan selalu lakukan nasihat Nenek" jawabnya tersenyum.

"Yo wes, kamu makan dulu sana, tadi Mbak Sum, bikinin kamu sayur lodeh gori (nangka muda) plus sambel terasine" perintah Neneknya itu.

Mendengar itu, tak terasa liur Abdul serasa terkumpul semua di mulutnya, sehingga membuatnya menelan ludah karenanya.

"Ya sudah, Abdul makan dulu, Nenek sudah makan? " tanya Abdul.

"Yo sudah to Le, Nenekmu ini gak kanti di suruh, kalau urusan makan" jawabnya terkekeh, memamerkan gigi gigi nya yang sedikit kemerahan, karena hobi makan daun sirih dan pinang.

Abdul sungguh merasa beruntung, karena memiliki Nenek, yang sangat menyayanginya.

Neneknya memang orang kaya di desa itu. Dia mempunyai banyak sawah, dan juga kebun, yang di kerjakan oleh warga, dengan sistem bagi hasil..

Namun sang Nenek tidak sembarangan, memasrahkan dan mengajak kerja sama orang,  mengingat sawahnya yang lebar-lebar, dan luas..

Nek Rahayu hanya akan mengajak orang yang benar-benar membutuhkan.

Sekalian bantu perekonomian katanya, dan Alhamdulillah, dengan sistemnya itu, Nek Rahayu bisa banyak membantu warga yang membutuhkan.

Jika orang yang dia bantu sudah cukup mapan, dan berhasil mempunyai sawah sendiri, maka Nek Rahayu akan mengalihkan sawahnya kepada orang lain lagi, yang tentunya lebih membutuhkan.

Seperti itu terus, sehingga warga menjuluki sawah Nek Rahayu, sebagai sawah barokah.

Sedangkan Abdul, begitu selesai kuliah di kota, dia sama sekali tidak tertarik untuk bekerja di perkantoran, ataupun bertani.

Abdul malah membuka sebuah warung bakso di dekat rumahnya, setelah berhasil meraih gelar sarjana...

Awalnya, banyak warga yang merasa heran, dan juga menyayangkan, karena Abdul hanya berjualan bakso, padahal seorang sarjana. 

Tapi tidak dengan sang Nenek, dia biarkan saja cucunya itu, melakoni karirnya sebagai pedagang bakso. 

Setelah berjalan beberapa bulan, banyak orang yang ingin bekerjasama, dengan mengambil bakso dari cucunya itu.

Baksonya yang terkenal enak, dengan harga yang bersahabat, membuat warga banyak yang berminat, untuk ikut berjualan dengan gerobak, dan menjajakannya.

Hingga saat ini, Abdul telah memiliki 20 gerobak, yang setiap hari nya mengambil baksonya, dan menjajakannya secara keliling.

Kemudian baru tiga tahun ini, dia merintis warung-warung bakso, hingga memiliki 10 cabang.

Tak ada lagi warga yang menyayangkan keputusannya berjualan bakso. 

Karena ternyata, usaha baksonya, membawa berkah, untuk warga sekitarnya.

Bersambung 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 34

    Waktu terus berlalu, Ustadz Ibrahim yang awalnya terus melakukan pendekatan pada Mayang, kini malah sedikit demi sedikit mulai menjauh.Padahal Rudi sudah mulai mengalah, karena ia merasa, mungkin Mayang akan lebih cocok bersama dengan Ustadz Ibrahim, yang alim itu.Semuanya berawal, kala itu ustad Ibrahim secara tidak sengaja, mendengar percakapan Mayang bersama sang ibu.Ustadz Ibrahim, yang ingin menjemput Raya bersekolah seperti biasanya, mendadak membeku di depan pintu rumah Bu Retno, saat dia secara tak sengaja, mendengar percakapan mereka."Aku ini tidak pantas untuk ustad Ibrahim Ibu..apalagi dulu aku pernah hamil di luar nikah dan menggugurkannya, bahkan juga sering berzina" ucap Mayang, saat sang ibu menanyakan tentang ustad Ibrahim, yang sering bertandang ke rumah mereka.Ustadz Ibrahim yang bersiap mengetuk pintu rumah itu, segera menurunkan tangannya, dan berbalik, bergegas pergi dari rumah Mayang.Sepanjang jalan menuju madrasah, pikirannya terus saja berkecamuk, dengan

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 33

    "Aku mohon Mayang, kembalilah kepadaku" mohon Mahmudi sore itu, saat Mayang bersiap untuk berangkat menuju kedai bakso, tempat dia bekerja sekarang, setelah tadi pulang sebentar, untuk melihat ibunya, dan menyiapkan peralatan sekolah Raya, untuk belajar mengaji di Madrasah.Raya tampak ketakutan, takut di bawa pergi oleh ayahnya, yang selama ini tak begitu dekat dengan nya."Kenapa Mas? harus berapa kali lagi, kamu menyakiti ku?? aku sudah capek Mas, terus-menerus di khianati, dan di bohongi sama kamu.Aku juga sudah lelah, dengan semua perlakuanmu, yang selalu merendahkan aku" jawab Mayang dengan suara yang bergetar, karena menahan emosi yang selama ini terpendam."Aku pikir, menikah dengan orang yang jauh lebih tua sepertikamu, bisa melindungi dan membuatku nyaman. Tapi nyatanya apa yang aku dapat selama ini??" ujar Mayang lagi, kemudian menyeka air matanya, dari pipi tirusnya. "Aku mohon sayang, kali ini Mas sungguh-sungguh" tahan Mahmudi, mencekal lengan Mayang erat."Lepas Mas!!

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 32

    Lima tahun telah berlalu....Desa Mekarsari kini menjadi lebih ramai, apalagi saat Abdul mendirikan sebuah Madrasah, tempat sekolah mengaji setiap sore di desa itu. Hal itu di sambut dengan sangat antusias oleh warga.Dengan menggandeng para pemuda dan tokoh agama, sekolah itu sudah berjalan selama kurang lebih 3 tahun lamanya.Muridnya yang awalnya hanya puluhan orang, kini sudah menjadi ratusan, karena dari desa-desa tetangga, juga banyak yang belajar mengaji di situ.Letaknya yang ada di sebelah rumah bu Siti, menjadikan rumah itu tak pernah sepi setiap harinya. Apalagi Abdul juga membuka cabang baksonya yang entah ke berapa, di dekat Madrasah nya itu.Fitri pun sekarang juga tengah hamil anak yang kedua, setelah Salman putra sulungnya berusia 4 tahun."Sayang, jangan terlalu lelah, ingat kandunganmu" peringat Abdul, saat istrinya itu masih saja membuat adonan kue-kue donat, yang akan ia bagikan untuk anak-anak mengaji nanti, di bantu oleh beberapa tetangga. "Aku kan cuma tunjuk

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 31

    "Selamat datang kembali di desa ini bu Siti" ucap para tetangga, sambil memeluk bergantian, berharap juga bisa mendapatkan keberkahan, dari para tamu Allah, yang baru kembali. Cukup lama para warga bercengkerama, mendengarkan cerita bu Siti, selama menjadi tamu Allah, dan berkunjung ke tempat-tempat bersejarah. Semuanya larut dalam ceritanya, bahkan ada yang sampai meneteskan air mata, karena juga ingin, bisa segera mendapat panggilan, supaya bisa segera berangkat ke Baitullah. Di penghujung acara, setelah semua para tamu mendapatkan makan, dan juga mencicipi air Zamzam, walau hanya sedikit, bu Siti meminta Abdul, untuk melantunkan doa, supaya semua yang hadir, juga bisa segera berangkat.Abdul kemudian membacakan doa, yang segera di amini oleh hadirin.Selesai doa, Yu Karsiyem dan kawan-kawan nya, di mintai tolong, untuk membagikan oleh-oleh, yang telah disiapkan, berupa sajadah, tasbih, dan minyak wangi. Dengan cekatan, oleh-oleh yang sudah di siapkan pun di bagikan kepada selur

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 30

    Keberangkatan bu Siti dan anak menantunya, juga besannya, di iringi oleh para warga, yang juga hadir, untuk ikut doa bersama. Semua warga, mendoakan yang terbaik. Agar senantiasa selamat sampai tujuan, hingga kembali lagi ke rumah.Sebelum berangkat, tak lupa bu Siti menitipkan rumahnya kepada para tetangganya. Supaya tidak kosong dan sepi.******Dua minggu telah berlalu, pak Suryo dan Juminten, tengah cemas, menunggu pembagian keuntungan, yang telah di janjikan oleh pihak investasi. "Mas, kok belum cair-cair ya" ucap Juminten, sambil terus memeriksa ponselnya.Pak Suryo hanya diam, tak menyahut, karena pikirannya saat ini juga sedang kalut.Bagaimana tidak, uang di tangannya sudah semakin menipis, sawahnya juga sudah habis ia jual, menuruti perkataan Juminten, dan uangnya semua dia investasikan. Juminten tampak resah, sambil terus mengusap perutnya yang sudah membesar, karena sudah memasuki masa melahirkan. Di saat mereka tengah menunggu pembagian hasil itu, bu Retno datang ke r

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 29

    Mahmudi meraup wajahnya kasar. Dia benar-benar merasa tertipu oleh Juragan Suryo. Karena waktu itu, katanya masih gadis, nyatanya sudah tak ber segel.Mau di kembalikan, sayang. Untung saja Mayang cantik, andai biasa saja, tentunya ia akan langsung minta ganti rugi, dan mengembalikannya."Ya sudah lah, mau bagaimana lagi, sekarang kamu harus selalu patuh pada perintahku!! supaya tidak rugi, aku sudah membayar maharmu dengan sangat mahal!!" ucap Mahmudi, kemudian melanjutkan aksinya lagi, dengan kasar.Tak di perdulikannya Mayang yang menangis kesakitan, dia benar-benar merasa sangat jengkel, karena sudah di tipu oleh ayah mertuanya. Semalaman Mayang di paksa nya, untuk terus melayaninya, tanpa mengenal belas kasihan, pada istri yang baru ia nikahi itu.***"Mana istrimu Di?? pagi-pagi kok belum keluar dari kamar?!!" decak bu Susan tampak kesal."Masih tidur tuh, di kamar" jawab Mahmudi, sambil membuat kopi di dapur.Bu Susan benar-benar murka melihat ini, sudah bayar mahar mahal, te

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status