Share

Bab 2

last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-25 13:04:57

"Rumah saya tepat di belakang tembok rumah juragan Suryo Mas" jawab Fitri, sambil menunjuk ke arah belakang rumah pak Suryo.

"Emm, ibu kamu sudah lama kerja di rumah pak Suryo?" tanya Abdul, ingin tahu. 

"Semenjak ayah saya meninggal, ibu terpaksa bekerja di sana, karena Ayah mempunyai hutang yang cukup besar kepada Juragan" jawab Fitri, tampak sedih.

Abdul merasa tak enak, karena pertanyaannya, sudah membuat gadis itu terlihat sedih.

"Karena hari sudah sore, saya pamit dulu ya. Oh iya, kapan-kapan, saya boleh kan, main ke rumah kamu?" tanya Abdul, tersenyum.

"Silahkan Mas, tapi sebenarnya, saya tidak biasa menerima tamu laki-laki" jawab Fitri, sambil membetulkan letak kerudungnya yang miring, karena angin.

Abdul tersenyum penuh arti, mendengar jawaban dari gadis di depannya itu.

"Tentu, saya akan membawa nenek saya juga, supaya bisa berkenalan dengan mu" ucap Abdul, tersenyum tipis. 

"Ya sudah ya, saya pamit dulu, Assalamu'alaikum!" pamit Abdul, mengucap salam. 

"Waalaikumussalam" jawab Fitri, juga tersenyum tipis. 

Setelah Abdul pergi, Fitri kemudian bergegas membawa belanjaannya, karena jika terlalu lama dan terlambat, bu Retno akan terus mengomelinya dan juga ibunya. 

Sedangkan belanjaan yang rusak tadi, Fitri menyimpannya di bawah tembok, dekat pagar.

Sepulang nya nanti, dia akan memilahnya, dan mengambil yang masih bisa di pakai.

Abdul tampak masih menoleh ke belakang.

Pemuda bertubuh jangkung dengan kacamata yang bertengger di atas hidungnya yang bangir itu, tampak tersenyum, melihat ke arah Fitri.

'Cantik, dan juga baik' batin Abdul, kemudian, memencet remot mobilnya, yang dia parkir agak jauh dari rumah pak Suryo. 

Andai tadi Pak Suryo melihat mobil mewah yang di bawa oleh Abdul, mungkin penyambutannya, tak akan seperti tadi.

*******

"Dasar pemuda tidak tahu malu, cuma jualan bakso, kok berani-beraninya melamar putriku yang ayu ini" gerutunya, masih terlihat kesal.

"Iyo Pak, padahal anak tadi wajahnya ganteng, dan juga gagah! tibak'e (ternyata) cuma bakul bakso!!" timpal bu Retno, juga terlihat kesal.

"Mayang!! dengerin Bapak Ibumu ini, kalau cari suami itu, yang penting sugeh nduk!!  Karena setampan apapun suami kamu nanti, tapi kalau kere! hidup mu bakalan susah!!" ucap bu Retno, untuk yang ke sekian kalinya, menasehati putrinya, dengan nasihat yang sama.

"Iya Buk! lagian siapa juga yang mau hidup susah" jawab Mayang, sambil asik memainkan ponsel mahalnya.

"Bagus!  itu baru anak Bapak sama Ibuk" ucap Pak Suryo terkekeh, sembari mengepulkan asap rokok dari mulut dan hidungnya.

"Siti!!! Siti!!" panggil bu Retno, kepada pembantunya, yang tak lain adalah ibu dari Fitri.

"Nggih Ndoro!!" jawab bu Siti, bergegas, menghampiri majikannya itu. 

" Ini di beresi, bawa ke belakang! " perintahnya ketus, seperti biasanya. 

"Oh iya, Fitri sudah datang atau belum dari belanja!! terus catatan dan uang kembaliannya mana! Jangan sampai kembaliannya di tilep sama anak kamu itu!!" ketus bu Retno lagi, selalu su'udzon, dan merendahkan pembantunya itu.

"Sudah Ndoro, ini catatan dan uang kembaliannya" jawab Bu Siti, kemudian menyerahkannya kepada sang majikan.

Bu Retno kemudian tampak sibuk mencocokkan jumlah belanjaan dengan uang kembalian yang tak seberapa itu.

"Yo wes, kamu tata di kulkas seperti biasa, setelah itu kamu masak , buat makan malam!" perintah bu Retno.

"Nggih Ndoro" jawab Bu Siti, kemudian undur diri, untuk ke belakang. 

***

"Kamu tadi kok lama sekali to Nduk, Ibu sampai ketar ketir, kamu bakal di marahi sama bu Retno " ucap sang ibu, kepada putrinya, yang sedang mencuci telur-telur, untuk di masukkan ke lemari pendingin. 

"Tadi sempat ada kecelakaan kecil setelah Fitri belanja Bu" ujar Fitri.

"Kecelakaan gimana?" tanya bu Siti, kemudian memeriksa tubuh putrinya.

Fitri terkekeh, melihat ibunya yang sangat khawatir. 

"Fitri gak kenapa-napa kok Buk" ujar Fitri tertawa kecil.

"Laa tadi katanya kecelakaan" jawab sang Ibu, terlihat heran.

"Iya, tadi tamunya Juragan, tidak sengaja nabrak Fitri, ketika sedang jalan, mau pulang. 

Jadi tadi belanjaannya banyak yang hancur" bisik Fitri sambil menoleh ke arah pintu tengah.

Wajah bu Siti seketika pucat pasi, mendengar cerita putrinya.

"Duhhh, bagaimana nanti ibu yang akan menggantinya Nduk?" tanya bu Siti panik.

"Sstt, Ibu tidak perlu menggantinya, sudah di ganti sama tamunya Juragan Suryo tadi" jawab Fitri berbisik.

"Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu, terus belanjaan yang rusak gimana?" tanya bu Siti lagi, tampak kepikiran.

"Ada, Fitri simpan di dekat pagar, nanti kita pilah yang masih bagus ya Bu" ucapnya tersenyum.

"Iya Nduk..." angguk bu Siti, terlihat senang.

Karena sudah hampir dua bulan, dia tidak di bayar, dengan alasan memecahkan piring mahal.

Padahal bu Siti tahu, harga piring itu tak seberapa, di bandingkan dengan gajinya.

Bersambung 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 34

    Waktu terus berlalu, Ustadz Ibrahim yang awalnya terus melakukan pendekatan pada Mayang, kini malah sedikit demi sedikit mulai menjauh.Padahal Rudi sudah mulai mengalah, karena ia merasa, mungkin Mayang akan lebih cocok bersama dengan Ustadz Ibrahim, yang alim itu.Semuanya berawal, kala itu ustad Ibrahim secara tidak sengaja, mendengar percakapan Mayang bersama sang ibu.Ustadz Ibrahim, yang ingin menjemput Raya bersekolah seperti biasanya, mendadak membeku di depan pintu rumah Bu Retno, saat dia secara tak sengaja, mendengar percakapan mereka."Aku ini tidak pantas untuk ustad Ibrahim Ibu..apalagi dulu aku pernah hamil di luar nikah dan menggugurkannya, bahkan juga sering berzina" ucap Mayang, saat sang ibu menanyakan tentang ustad Ibrahim, yang sering bertandang ke rumah mereka.Ustadz Ibrahim yang bersiap mengetuk pintu rumah itu, segera menurunkan tangannya, dan berbalik, bergegas pergi dari rumah Mayang.Sepanjang jalan menuju madrasah, pikirannya terus saja berkecamuk, dengan

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 33

    "Aku mohon Mayang, kembalilah kepadaku" mohon Mahmudi sore itu, saat Mayang bersiap untuk berangkat menuju kedai bakso, tempat dia bekerja sekarang, setelah tadi pulang sebentar, untuk melihat ibunya, dan menyiapkan peralatan sekolah Raya, untuk belajar mengaji di Madrasah.Raya tampak ketakutan, takut di bawa pergi oleh ayahnya, yang selama ini tak begitu dekat dengan nya."Kenapa Mas? harus berapa kali lagi, kamu menyakiti ku?? aku sudah capek Mas, terus-menerus di khianati, dan di bohongi sama kamu.Aku juga sudah lelah, dengan semua perlakuanmu, yang selalu merendahkan aku" jawab Mayang dengan suara yang bergetar, karena menahan emosi yang selama ini terpendam."Aku pikir, menikah dengan orang yang jauh lebih tua sepertikamu, bisa melindungi dan membuatku nyaman. Tapi nyatanya apa yang aku dapat selama ini??" ujar Mayang lagi, kemudian menyeka air matanya, dari pipi tirusnya. "Aku mohon sayang, kali ini Mas sungguh-sungguh" tahan Mahmudi, mencekal lengan Mayang erat."Lepas Mas!!

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 32

    Lima tahun telah berlalu....Desa Mekarsari kini menjadi lebih ramai, apalagi saat Abdul mendirikan sebuah Madrasah, tempat sekolah mengaji setiap sore di desa itu. Hal itu di sambut dengan sangat antusias oleh warga.Dengan menggandeng para pemuda dan tokoh agama, sekolah itu sudah berjalan selama kurang lebih 3 tahun lamanya.Muridnya yang awalnya hanya puluhan orang, kini sudah menjadi ratusan, karena dari desa-desa tetangga, juga banyak yang belajar mengaji di situ.Letaknya yang ada di sebelah rumah bu Siti, menjadikan rumah itu tak pernah sepi setiap harinya. Apalagi Abdul juga membuka cabang baksonya yang entah ke berapa, di dekat Madrasah nya itu.Fitri pun sekarang juga tengah hamil anak yang kedua, setelah Salman putra sulungnya berusia 4 tahun."Sayang, jangan terlalu lelah, ingat kandunganmu" peringat Abdul, saat istrinya itu masih saja membuat adonan kue-kue donat, yang akan ia bagikan untuk anak-anak mengaji nanti, di bantu oleh beberapa tetangga. "Aku kan cuma tunjuk

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 31

    "Selamat datang kembali di desa ini bu Siti" ucap para tetangga, sambil memeluk bergantian, berharap juga bisa mendapatkan keberkahan, dari para tamu Allah, yang baru kembali. Cukup lama para warga bercengkerama, mendengarkan cerita bu Siti, selama menjadi tamu Allah, dan berkunjung ke tempat-tempat bersejarah. Semuanya larut dalam ceritanya, bahkan ada yang sampai meneteskan air mata, karena juga ingin, bisa segera mendapat panggilan, supaya bisa segera berangkat ke Baitullah. Di penghujung acara, setelah semua para tamu mendapatkan makan, dan juga mencicipi air Zamzam, walau hanya sedikit, bu Siti meminta Abdul, untuk melantunkan doa, supaya semua yang hadir, juga bisa segera berangkat.Abdul kemudian membacakan doa, yang segera di amini oleh hadirin.Selesai doa, Yu Karsiyem dan kawan-kawan nya, di mintai tolong, untuk membagikan oleh-oleh, yang telah disiapkan, berupa sajadah, tasbih, dan minyak wangi. Dengan cekatan, oleh-oleh yang sudah di siapkan pun di bagikan kepada selur

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 30

    Keberangkatan bu Siti dan anak menantunya, juga besannya, di iringi oleh para warga, yang juga hadir, untuk ikut doa bersama. Semua warga, mendoakan yang terbaik. Agar senantiasa selamat sampai tujuan, hingga kembali lagi ke rumah.Sebelum berangkat, tak lupa bu Siti menitipkan rumahnya kepada para tetangganya. Supaya tidak kosong dan sepi.******Dua minggu telah berlalu, pak Suryo dan Juminten, tengah cemas, menunggu pembagian keuntungan, yang telah di janjikan oleh pihak investasi. "Mas, kok belum cair-cair ya" ucap Juminten, sambil terus memeriksa ponselnya.Pak Suryo hanya diam, tak menyahut, karena pikirannya saat ini juga sedang kalut.Bagaimana tidak, uang di tangannya sudah semakin menipis, sawahnya juga sudah habis ia jual, menuruti perkataan Juminten, dan uangnya semua dia investasikan. Juminten tampak resah, sambil terus mengusap perutnya yang sudah membesar, karena sudah memasuki masa melahirkan. Di saat mereka tengah menunggu pembagian hasil itu, bu Retno datang ke r

  • DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?    Bab 29

    Mahmudi meraup wajahnya kasar. Dia benar-benar merasa tertipu oleh Juragan Suryo. Karena waktu itu, katanya masih gadis, nyatanya sudah tak ber segel.Mau di kembalikan, sayang. Untung saja Mayang cantik, andai biasa saja, tentunya ia akan langsung minta ganti rugi, dan mengembalikannya."Ya sudah lah, mau bagaimana lagi, sekarang kamu harus selalu patuh pada perintahku!! supaya tidak rugi, aku sudah membayar maharmu dengan sangat mahal!!" ucap Mahmudi, kemudian melanjutkan aksinya lagi, dengan kasar.Tak di perdulikannya Mayang yang menangis kesakitan, dia benar-benar merasa sangat jengkel, karena sudah di tipu oleh ayah mertuanya. Semalaman Mayang di paksa nya, untuk terus melayaninya, tanpa mengenal belas kasihan, pada istri yang baru ia nikahi itu.***"Mana istrimu Di?? pagi-pagi kok belum keluar dari kamar?!!" decak bu Susan tampak kesal."Masih tidur tuh, di kamar" jawab Mahmudi, sambil membuat kopi di dapur.Bu Susan benar-benar murka melihat ini, sudah bayar mahar mahal, te

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status