Share

RENTENIR

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2024-04-18 04:27:57

"Ya ampun, Lan! Nggak nyangka kita ketemu lagi. Kamu kerja di sini, Lan? Jadi pembantu atau cuma tukang cuci setrika kaya Bi Lastri?!" Riana melipat tangannya ke dada sembari melihat ke sekeliling. Seolah meneliti tiap sudut garasi dan taman kecil di halaman rumah. 

"Kerja?!" Bi Lastri berujar lirih lalu menoleh ke arahku. Kukedipkan mata padanya agar Bi Lastri tak membocorkan pada perempuan di sampingnya jika aku tak bekerja di sini melainkan pemilik rumah ini. 

"Kenapa kamu ada di sini, Ri?" Aku mengabaikan pertanyaan tak pentingnya. Kini yang ingin kutahu hanyalah kenapa dia bisa mengenal Bi Lastri dan kenapa dia menerima uang dari wanita itu. 

"Aku ada urusan sama Bi Lastri. Dia bilang mau pinjam uang ke sini makanya aku ikutin, takutnya kabur-kaburan lagi seperti minggu lalu. Nggak tahunya dia pinjam uang ke majikan kamu." Riana begitu percaya diri dengan ucapannya. Terlalu yakin jika dugaannya adalah benar. 

"Kok Bi Lastri bisa pinjam uang sama kamu?" Lirihku dengan dahi mengernyit, membuat perempuan modis yang masih berdiri di depanku itu sedikit salah tingkah lalu melangkah perlahan ke arahku. 

"Nggak usah dibahas. Aku memang suka membantu orang-orang yang membutuhkan seperti Bi Lastri. Kamu tahu sendiri kan kalau dari dulu aku memang nggak tegaan sama orang?" Riana tersenyum tipis lalu melirik Bi Lastri yang masih menunduk. 

"Oh gitu. Baguslah, Ri. Hidup memang harus saling tolong menolong sekalipun kita dalam kekurangan. Nggak bisa menolong dengan harta, bisa dengan tenaga atau dia," balasku lagi. Riana kembali manggut-manggut. 

Dia berdiri tiga langkah di depanku, meneliti pakaianku dari ujung kaki hingga ujung kepala lalu membandingkan dengan dirinya yang memang super modis. 

"Penampilanmu dari dulu nggak berubah ya, Lan. Meski sekarang agak sedikit berbeda sih. Mungkin karena jadi pembantu dan jarang keluar rumah kali ya. Jadi,  wajahmu rada glowingan," ujarnya lagi membuatku sedikit tersenyum. Suka-suka dialah. Aku malas memperpanjang obrolannya soal itu. 

"Aku salut sama kamu, Lan. Dari zaman sekolah sampai sekarang, kamu memang pejuang keras. Dulu kamu bantuin ibumu jualan nasi uduk sampai nggak pernah nongkrong sama teman-teman. Sekarang pun masih berjuang untuk biaya hidup di Jakarta yang memang nggak murah. Apalagi aku tahulah ya, kalau kamu sudah nggak punya siapa-siapa. Tentu harus berjuang sendiri untuk sekolah adikmu dan biaya hidup kalian sehari-hari. Iya kan?" ucap Riana lagi sembari duduk di kursi teras tanpa permisi. 

"Iya, Ri. Aku dan Ryan memang nggak punya siapa-siapa lagi di sini. Makanya harus berhemat untuk tabungan masa depan," ujarku dengan seulas senyum. 

Kembali kulirik Bi Lastri yang masih mematung di samping motor maticku. Wanita paruh baya itu hanya menatapku beberapa saat lalu kembali menggelengkan kepala. 

"Memangnya penghasilan dari jualan nasi kuning sama gaji sebagai pembantu rumah tangga masih ada sisa, Lan? Kok pakai nabung segala." Bi Lastri kembali mendongak, lalu menatapku beberapa saat. Sepertinya dia semakin tak paham dengan ucapan Riana yang kini terus saja ngoceh untuk menghinaku. 

"Masih lah, Ri. Aku sama Ryan kan hidup sederhana dan berhemat, makanya masih ada sisa. Lumayanlah buat jaga-jaga kalau ada kebutuhan mendadak. Apalagi sebentar lagi Ryan harus kuliah dan butuh biaya banyak." 

"Betul itu, Lan. Baiknya adikmu memang kuliah, apalagi dia cowok bakal jadi pencari nafkah. Jangan sampai nasibnya sama seperti kamu yang terus nelangsa sejak dulu. Paling tidak, adikmu bisa sedikit mengubah nasiblah. Masa iya miskin terus." 

Aku kembali menghela napas lalu mengusap dada perlahan. Kuucap istighfar beberapa kali untuk meredam kesal yang mulai menjalar di dada. 

Ingin rasanya bilang jika aku tak semiskin yang dia pikirkan, tapi buat apa? Percuma saja sebab dia juga nggak akan percaya sekalipun ada Bi Lastri yang menjadi saksi. 

Biarkan saja dia bicara sepuasnya. Suatu saat setelah dia tahu bagaimana kehidupanku sebenarnya, mungkin dia akan malu sudah meremehkanku sedemikian rupa. 

"Maaf Mbak Riana, sebenarnya-- 

Lagi-lagi kukedipkan mata beberapa kali ke arah Bi Lastri yang kuyakin akan membocorkan rahasiaku pada Riana. Aku nggak mau perempuan ini semakin mencak-mencak dan memfitnahku macam-macam di grup alumni. 

Bisa saja dia kembali menuduhku ini dan itu jika Bi Lastri bilang rumah ini milikku. Aku tahu bagaimana karakter Riana. Sejak dulu dia tak pernah mau kalah dan selalu ingin terdepan, apalagi jika berhubungan denganku. Dia terlalu membenciku sebab dia bilang gara-gara akulah cintanya ditolak Dikta. 

Iya, Dikta. Laki-laki yang penuh pesona itu konon terang-terangan bilang menyukaiku di depan Riana dan teman-temannya. Kabar yang sempat membuatku berbunga dan salah tingkah tiap kali berpapasan dengan Dikta. 

"Sebenarnya apa sih, Bu? Kok nggak dilanjutin," ujar Riana saat menoleh ke arah Bi Lastri. 

"Sebenarnya itu, Mbak. Uang di dalam amplopnya dua juta lima ratus. Jadi, masih sisa tiga ratus ribu. Hutang ibu kan dua juta tambah bunganya dua ratus ribu," ujar bibi sedikit gugup saat kutatap wajah menuanya. Riana pun cukup kaget dengan pengakuan Bi Lastri. Buru-buru mengambil amplop putih yang sudah dimasukkannya ke dalam tas lalu menghitung lembaran merah itu satu persatu. 

"Kenapa nggak bilang dari tadi, Bi. Ini sisanya tiga ratus ribu aku kembalikan." Bi Lastri menerima tiga lembar seratus ribuan itu dari Riana sembari mengucapkan terima kasih. 

"Kalau beneran suka bantuin orang kenapa harus pakai bunga, Ri? Kalau minjamin orang dengan bunga bukannya rentenir ya?" Aku keceplosan bicara saat mendengar kata bunga dari Bi Lastri. Kedua perempuan itu pun menoleh ke arahku bersamaan. 

*** 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KEJUTAN SPESIAL [END]

    "Cantik." Suara itu terdengar di ambang pintu kamar saat Mbak Agnes fokus merapikan kebaya berwarna salem dengan taburan swarovski yang membuatnya semakin terlihat elegan.Mbak Agnes ikut menoleh lalu tersenyum lebar."Siapa dulu calon suaminya," ujarnya memuji. Kulihat sosok itu dari cermin yang kini memantulkan bayanganku dengan balutan kebaya yang kupilih, senada dengan jas dan celana panjangnya. Dikta, lelaki itu terlihat semakin tampan dengan penampilannya sekarang. Dia masih bersedekap sembari menatapku lekat."Ngapain ke sini, Dikta? Harusnya kamu di luar menyambut tamu, sebentar lagi penghulu juga datang," ujarku sedikit gugup. Aku mendadak salah tingkah saat ditatap begitu lekat olehnya. Mbak Agnes pun tak henti menggodaku, membuat wajah ini mulai memerah seperti tomat matang."Nggak apa-apa, Lana. Calon suami mau lihat calon istrinya masa nggak boleh. Takut diculik mungkin." Mbak Agnes kembali terkekeh."Jangan digoda lagi, Mbak. Calon istriku itu memang pemalu. Takutnya ng

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   WILL YOU MARRY ME?

    Aku dan Dikta berjalan beriringan keluar bioskop, sementara Denada dan teman-teman yang lain sepertinya sudah pulang sejak beberapa menit lalu. Kulihat jarum jam menunjuk angka setengah sembilan malam. Weekend begini jalanan masih ramai bahkan padat di beberapa tempat. "Kita ke taman Bianglala dulu, Lan. Mau?" tanya Dikta tiba-tiba setelah menghentikan mobilnya perlahan karena terjebak lampu merah. "Jadi kangen taman itu ya setelah nonton film kita." Aku dan Dikta bersitatap lalu sama-sama tersenyum. "Ternyata kamu seromantis itu, Lan. Mengingat semua momen kebersamaan kita dulu. Novelmu cukup detail menceritakan kisah kita dan ternyata ending yang kamu tulis nyaris sama dengan kejadian aslinya. Hanya saja kita belum menikah, sementara dalam novelmu Dikta dan Lana sudah menikah dan hidup bahagia." Dikta menatapku sekilas lalu kembali fokus dengan stirnya. "Iya, Dik. Kita sudah lamaran dan sebentar lagi kamu akan menikahiku bukan? Itu artinya imajinasiku dulu akan menjadi kenyataan

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   KADO YANG MANIS

    "Mbak Lana!" Aku dan Dikta yang masih duduk santai di lantai atas menoleh seketika. Di samping tangga kulihat gadis cantik dengan hijab cokelatnya tersenyum lebar ke arahku. Aku menatap Dikta beberapa saat lalu kembali pada perempuan modis itu."Denada," ujar Dikta membuatku kembali tersenyum. Baru kali ini aku melihat adik Dikta yang cantik itu. Usianya menginjak dua puluh satu tahun. Beda empat tahun dibandingkan kakaknya. Meski jarak usia mereka tak terlalu dekat, tapi kulihat keduanya cukup akrab. Denada datang dengan wajah cerianya lalu menyalamiku dan Dikta. "Buat calon kakak iparku yang cantik sekaligus penulis favoritku." Denada sedikit berteriak sembari memberikan sebuah kado untukku. Dikta tersentak melihatku yang sudah akrab dan terlihat cocok dengan adiknya. Dia pasti bingung dan tak menyangka kami seakrab ini. "Kalian akrab banget kaya sudah kenal lama." Dikta mulai curiga. Dia menatapku dan Denada bergantian. "Memang sudah kenal lama kakakku sayang." Denada merangkul

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   YOU ARE MINE

    "You are mine." Lagi kudengar kalimat spesial darinya, membuatku semakin berbunga. "Iya, iya. Semoga saja prosesnya tak membutuhkan waktu yang lama. Nanti kamu ikut aku buat urus ini itu kan?" Aku menoleh ke arahnya yang masih menyandarkan punggung ke sofa sembari menatapku lekat. Senyum tulusnya kembali terukir di bibir. Dia mengangguk lalu mengedipkan kedua matanya yang bening itu. "Tentu aku akan selalu dampingi kamu, Lana. Aku benar-benar bangga memiliki kamu. Perempuan hebat, mandiri dan istimewa." Lagi, pujiannya membuat hidungku kembang kempis. Gegas mengalihkan pandangan sebab tak ingin dia tahu jika wajahku kali ini pasti sudah memerah seperti tomat karena pujiannya yang berlebihan. "Kita nonton bareng saat gala premiere." Dikta berucap yakin sembari mengangguk pelan saat aku menoleh. "Makasih banyak ya, Dik. Kamu selalu menjadi pendukung pertama selain Ryan di setiap hal yang kulakukan." Aku berkaca. Tiap kali mengingat momen-momen membahagiakan kami di masa lalu maupun

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   BANGGA

    Kebahagiaan mulai datang silih berganti. Setelah Dikta kembali dan restu dari mamanya kugenggam, muncul kabar lain yang tak kalah membahagiakan. Novel berjudul Bianglala yang mengisahkan tentang perjalanan cintaku sendiri dengan Dikta ternyata dipinang sebuah rumah produksi ternama. Production House yang biasa meminang novel-novel terbaik menurutnya. Kulihat ekspresi bangga di wajah Dikta saat aku menjelaskan kabar bahagia yang kudengar dari Pak Abdullah. Tante Delima dan Om Erwin pun terlihat bangga sembari mengucapkan selamat untukku. Akhirnya kini aku bisa membuktikan pada mereka jika aku bisa mandiri dan sukses dengan caraku sendiri. Setidaknya sekarang aku merasa lebih layak bersanding dengan Dikta dan tak merasa terus rendah diri saat bersamanya. Meski Dikta tetap menerimaku apa adanya dan tak pernah memandang dari segi karir yang kupunya, tapi aku ingin membuatnya bangga dan merasa lebih bersyukur memilikiku sebagai calon pendamping hidupnya. "Tante bangga sama kamu, Lana. I

  • DIKIRA PENJUAL NASI KUNING   SEGENGGAM RESTU

    "Aku bawa nampannya. Kamu pasti masih shock dengan kabar bahagia ini." Dikta mengambil alih tugasku membawa nampan berisi empat cangkir teh hangat dan camilan itu. Aku pun mengikutinya kembali ke ruang tamu. "Maaf menunggu lama, Om, Tante." Aku kembali tersenyum lalu menata cangkir dan piring berisi camilan itu ke atas meja dan menyimpan nampan di bawah mejanya. "Nggak apa-apa, Lana. Justru kami yang minta maaf karena sudah mengganggumu pagi-pagi begini." Om Erwin tersenyum tipis lalu menoleh ke arah istrinya yang ikut mengangguk pelan."Nggak masalah kok, Om, Tante. Lagipula saya nggak ada kerjaan. Saya merasa beruntung sekali pagi ini karena mendapatkan tamu spesial." Aku tersenyum tipis lalu melirik Dikta yang ikut manggut-manggut dengan senyumnya yang menawan. "Langsung saja ya, Lana. Kedatangan Om dan Tante ke sini selian untuk silaturahmi, Tante juga mau minta maaf sama kamu atas sikap buruk Tante selama ini. Kepergian Dikta lima hari belakangan karena penculikan itu membuat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status