BAB 7
" Hubungan Terlarang " #pov nana Na, hari ini suamimu ada di rumah?" Tiba-tiba Evan chat aku saat Mas Rafa ada di rumah libur kerja. "Ada, Van, kamu jangan chat aku nanti aku ketahuan suamiku," jawabku tegas. Evan, yang setiap harinya ada di rumah, dia selalu banyak waktu untuk keluarganya, tapi istrinya malah sibuk dengan pekerjaannya padahal Evan sendiri keluarganya berada, dia menjalankan bisnis ayahnya yang memiliki sebuah toko bangunan besar, jadi dia sehari-hari bebas tidak terikat dengan jam kerja. Istrinya yang sibuk sedangkan suamiku yang sibuk. "Aku kangen, Na, aku juga nunggu jawaban dari kamu masalah mau tidaknya kita menjalani hubungan lagi," ungkap Evan. "Aku pun sama, Van, kangen banget apalagi beberapa hari ini aku selalu mengenang masa-masa kita pacaran dulu." Jawabku sambil melihat Mas Rafa takut dia bangun. Aku memberanikan diri chat di saat Mas Rafa sedang tidur, entah dia sadar atau tidak tapi terlihat dia sangat kelelahan jadi aku biarkan saja dia istirahat. "Na, bisa gak kita hari ini ketemu?" Ucap Evan. "Apa? Ketemu?" Rasaku kaget. "Kok kayak kaget gitu Na, iya, kita ketemuan kan sudah lama juga kita gak ketemu, nanti kamu bangunin suami kamu ijin kemana lah bawa aja anak-anak biar suami kamu tidak curiga, nanti kita ketemu di rumah temenku enak ko bebas di rumah dia, terus anak-anak kamu titipkan aja di rumah orangtua kamu, gampang kan," jelas Evan. Setelah aku pikir-pikir memang sudah lama juga aku tidak keluar rumah, kebetulan Mas Rafa juga gak kemana-mana jadi motornya bisa aku pake buat keluar, ya, dengan alasan mau main aja ke rumah orangtua mereka rindu dengan cucu-cucunya, semoga aja Mas Rafa mengijinkan, kalau pun gak mengijinkan mungkin aku akan pergi saja. Setelah mengiyakan permintaan Evan, aku pun langsung bergegas memandikan anak-anak dan aku sendiri. Setelah selesai, aku langsung pakai makeup biar terlihat cantik dan berkesan saat pertemuan pertamaku lagi dengan Mas Evan. Kebetulan memang jarak kami tidak terlalu jauh juga, namun, kami jarang bertemu papasan di jalan pun tidak pernah. "Na, kamu mau kemana? Pagi-pagi sudah cantik banget, tumben!" Aku kaget saat Mas Rafa seketika bangun dan menanyakan hal tersebut. "Mmmmmh, Pah aku mau ke rumah orangtuaku ya, sudah lama juga aku tidak main kesana, boleh kan?" Tanyaku kepada Mas Rafa. "Boleh sayang, Pah siap-siap mandi dulu ya, Pah ikut," jawab Mas Rafa. Seketika aku kaget mendengar pernyataan Mas Rafa, aduuuuuh gimana ini, padahal aku cuma alasan saja biar bisa ketemuan sama Evan, kalau Mas Rafa ikut gimana coba, yang ada mengacaukan semua rencanaku. "Gak usah pah, istirahat aja di rumah, aku sama anak-anak saja yang pergi, papah mungkin cape butuh istirahat, lagian aku gak akan kemana-mana juga cuma pengen cerita-cerita saja sama ibu, sama adik-adik kalau ada kamu aku malu kan," jawabku meyakinkan Mas Rafa. "Ya sudah, kalau gak mau aku temenin gak apa-apa aku mau lanjut tidur lagi saja, tapi jangan macam-macam ya, kamu tuh istri orang jadi jangan nakal," ungkap Mas Rafa. "Siap bosku, aku berangkat dulu sayang ya," ucapku sambil mencium tangan Mas Rafa berpamitan. Pas menutup pintu rumah, aku langsung chat Evan diam-diam memberitahunya kalau aku sudah mau berangkat dan dia tunggu saja di rumah temannya lalu nanti aku yang nyamperin kesana setelah selesai antar anak-anak. Sesampainya di rumah orangtuaku, aku pun langsung basa-basi alasan menitipkan anak-anak pada orangtuaku dan adik-adik di rumah. Setelah melihat chat Evan kalau dia sudah sampai di rumah temannya yang tidak jauh juga dari rumah orangtuaku. Aku pun segera bergegas menuju rumah temannya Evan. Sebelum sampai, aku langsung chat Evan dan menanyakan sesuatu. "Van, sebentar lagi aku sampai, apa teman kamu gak apa-apa kita ketemuan di rumahnya?" Tanyaku. "Tenang saja, aku sudah cerita sama dia kalau aku mau ketemuan sama istri orang, dan dia mengijinkan karena di rumahnya tidak ada siapa-siapa cuman ada dia saja," jawab Evan penuh meyakinkan. Aku pun langsung menuju rumah temannya itu, yang aku tahu dia juga tahu kalau aku istrinya Mas Rafa, tapi masa bodoh lah ini juga buat kesenangan aku daripada aku jenuh terus menjalani rumah tangga yang sudah hambar. Mungkin dia juga akan tutup mulut dan gak akan memberitahu siapa-siapa tentang pertemuanku dengan Evan. Aku pun sampai, dan memarkirkan motor di belakang rumah karena takut ada orang yang melihat dan mengetahui aku berada di rumah orang lain. "Assalamualaikum," sambutku ketika hendak membuka pintu masuk. "Waalaikumsalam," sambut Evan. Aku pun langsung menghampiri Evan dan menyambut tangannya yang ia sodorkan padaku. Lalu aku duduk di samping dia, alangkah indahnya pemandangan yang sudah lama tidak aku lihat. Melihat ketampanannya masih seperti dulu dan tidak ada yang berubah, malahan semakin tampan dan terlihat gagah. Sejenak kami berdua pun terdiam tanpa sepatah kata pun yang keluar, hanya saling memandang seakan-akan kembali ke masa lalu di mana saat kami masih menjalin hubungan. "Eh, Na." "Eh, Van." Pada saat yang sama kami berdua pun bersama-sama memanggil, entah kenapa hati ini berdetak lebih kencang tidak seperti biasanya, suasana yang sangat canggung dan bingung mau menanyakan hal apa. "Na, gimana, apa sudah ada jawaban untuk perasaanku terhadap kamu?" tanya Evan. Aku yang masih dalam pandangan tajam ke arah Evan terkejut oleh pertanyaan tersebut. "Aku, aku masih bingung, Van. Dengan keadaan status kita sekarang, kan sudah sama-sama punya pasangan. Lalu, kalau aku terima kamu nantinya, hubungan kita mau dibawa ke arah mana?" Jawabku dengan perasaan bimbang. "Aku serius sama kamu, nah, aku benar-benar sayang sama kamu. Bahkan dari dulu pun, aku masih sayang sama kamu. Kalau kamu gak nikah sama Rafa, aku pun mungkin sekarang suami kamu," jawab Evan meyakinkanku. Setelah Evan terus berusaha meyakinkanku, akhirnya aku pun luluh dengan semua perkataannya. Dan setelah aku pikir-pikir, juga apa salahnya aku coba menjalani hubungan ini di belakang pasangan kita. Mungkin aku akan dapatkan kenyamanan dari Evan, meskipun status aku adalah istri orang lain. "Iya, Van, aku mau jadi pacar kamu. Tapi kamu tahu kan konsekuensinya apa. Kita sudah sama-sama punya pasangan, jadi kalau ada pasangan kita masing-masing, kamu harus ngerti dan gak boleh egois," tegasku menerima cinta dari Evan. "Jadi sekarang kita pacaran nih, aku boleh dong panggil kamu sayang?" Tanya Evan. "Boleh, tapi ingat ya jangan sampai ketahuan oleh pasangan kita, dan kamu harus bisa menahan diri ketika aku tidak bisa chat atau ketemu kamu langsung." Tegasku. Evan pun langsung memelukku dengan erat, aku pun merasa bahagia tapi di sisi lain aku merasa bimbang dengan mas Rafa kalau suatu saat nanti akan ketahuan atas perselingkuhanku ini. Aku pun sadar ini semua kesalahan tapi aku sebagai perempuan memang membutuhkan satu hubungan yang di dalamnya ada kenyamanan, hubunganku dengan mas Rafa yang sudah berjalan bertahun-tahun seakan-akan sudah tidak ada lagi kenyamanan. Hanya karena kami terikat pernikahan yang sah dan ada buah hati hasil dari pernikahan kami jadi aku mencoba mempertahankan hubungan itu, sisanya hanya hambar saja yang aku rasakan. Keputusan aku sudah bulat juga untuk menerima Evan, dan dia pun sudah meyakinkan aku juga dalam hubungan ini, kalau misalkan suatu saat ada ketahuan dia akan menceraikan istrinya dan menikahi aku. Dan aku pun percaya atas semua pernyataan Evan kalau dia benar-benar tulus menyayangi aku. Aku benar-benar sudah dibutakan oleh kenyamanan yang diberikan oleh suami orang, bahkan rasa sayang saya melebihi rasa ke mas Rafa, tapi di sisi lain dengan aku menerima Evan, aku pun ada rasa ketakutan kehilangan mas Rafa juga yang selama ini sudah banyak berjuang untuk menafkahi aku dan anak-anak. "Entahlah, perasaan aku campur aduk ada senang ada juga khawatir," ucapku dalam hati. Lebih baik aku merayakan kebahagiaan dulu saja punya suami sekaligus kekasih baru, yang penting bisa bermain cantik mungkin tidak akan ketahuan mas Rafa sampai kapanpun, dia kan orangnya tidak curiga atas apa yang aku lakukan juga. Aku kan cantik, siapa sih lelaki yang tidak tertarik sama aku, meskipun status aku adalah istri orang. *🍁🍁🍁🍁🍁*BAB 73"Ending"#POV ISNA"Pernikahan ini tidak sah, tidak sah," ucap Evan yang ngos-ngosan datang ke pernikahan Mas Rafa.Semua orang melirik ke arah Evan yang mengacaukan pernikahan Mas Rafa. Mungkin ini satu keajaiban yang diberikan Tuhan untuk keutuhan rumah tanggaku. Aku pun tidak mengerti kenapa tiba-tiba Evan datang tanpa diundang. Plaaaaaaaak!!! Sebuah tamparan Nana melayang ke pipi Evan. "Apa-apaan kamu, Van? Kamu hanya ingin menghancurkan kebahagiaanku di hari pernikahanku dengan Mas Rafa," ucap Nana marah. "Raf, kamu tidak boleh menikahi Nana. Anak yang dilahirkan Nana adalah anak kandungku," ucap Evan kepada Mas Rafa. "Kami sudah melakukan tes DNA dan menyatakan kalau anakku adalah anak kandung Mas Rafa," ucap Nana. "Kamu jangan percaya, Raf. Semua hanya akal-akalan Nana agar bisa menikah dengan kamu," ucap Evan.Semua orang tertuju menyaksikan kegaduhan yang terjadi. Hari yang seharusnya menjadi hari kebahagiaan pasangan menjadi kacau karena kedatangan Evan. Aku pun t
BAB 72"Pernikahan""Dan sekarang kalian hanya bisa menyalahkan aku, lalu ke mana kalian semua di saat aku sedang mendekam sendirian di dalam penjara. Apa ada yang peduli satu orang saja dari keluarga?" jawab Nana terhadap Bapak. "Sudah, sudah, sudah, ini rumahku, bukan tempat untuk saling menunjukkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Kamu juga, Na, bagaimanapun Bapak dan Ibu adalah kedua orangtuamu. Tidak ada yang namanya orangtua durhaka terhadap anak," ucapku. "Pak, bisa ikut Rafa sebentar? Ada yang mau Rafa bicarakan berdua saja," ajakku terhadap Bapak mertuaku. Aku langsung membawa Bapak ke ruang tamu lantai dua. Ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan langsung di depan Bapak. "Is, jangan sampai ada yang naik ke atas untuk sementara," pintaku terhadap Isna. "Ada apa, Raf? Jadi maksud kamu mengundang kami sekeluarga ke sini itu untuk apa?" tanya Bapak."Ceritanya sangat panjang, Pak. Tanpa sepengetahuan semua orang, Nana sudah keluar lama dari penjara. Dia dibawa
BAB 71"Hasil Test DNA"#POV ISNA Tidak terasa waktu yang begitu singkat, setelah sehari semalam aku dibahagiakan oleh Mas Rafa, pagi ini aku harus segera pulang ke rumah. Rasa ingin selamanya selalu berdua dengan Mas Rafa membuatku merasa pupus harapan setelah Mas Rafa mengajakku untuk pulang ke rumah. "Kenapa murung, sayang?" tanya Mas Rafa. "Mas, bisa nggak sih kita liburan setahun gitu? Waktu terasa sangat singkat. Aku masih ingin terus berdua sama kamu, Mas," ucapku merajuk. "Ini kan kita berdua, sampai kapan pun kita akan tetap berdua, sayang," ucap Mas Rafa sambil mengusap-usap kepalaku. "Darimana saja kalian? Kenapa semalaman tidak pulang?" ucap Ibu yang sudah menunggu kami di depan rumah. "Kita suami istri, Bu. Kita bebas mau pergi ke mana saja atau tidak kembali sama sekali juga," jawab Mas Rafa dengan terlihat kesal. "Rafa, kamu dengerin Ibu. Ibu belum selesai bicara," ucap Ibu mertuaku."Apalagi sih, Bu? Masalah Nana, apa masalah lain? Rafa sama sekali tidak mencint
BAB 70"Takkan Pernah Terlupakan"#POV ISNAMentalku semakin hari semakin drop melihat Mas Rafa seperti satu keluarga yang baru mendapatkan kebahagiaan. Rasa cemburu selalu datang di saat Mas Rafa dipaksa untuk menemani Mbak Nana mengasuh bayi yang baru dia lahirkan. Ya Tuhan, apakah aku bisa merasakan sebahagia Mbak Nana sekarang bisa melahirkan seorang bayi yang sangat cantik? Aku hanya bisa melihat dari kejauhan. Kadang sesekali aku mengintip melihat Mbak Nana sedang mengasuh bayinya. Seperti kebahagiaanku kurang lengkap tanpa kehadiran seorang anak yang lahir dari dalam rahimku sendiri. "Mas, maaf ya kalau sikapku agak sedikit overthinking. Aku merasa cemburu, Mas. Aku merasa jadi istri yang tidak berguna karena tidak bisa memberikan kamu keturunan," ucapku kepada Mas Rafa. "Kenapa harus berbicara seperti itu, Is? Semua tidak akan merubah apapun, termasuk perasaanku terhadap kamu. Kita berdoa saja semoga suatu saat nanti kamu bisa mempunyai anak. Tidak ada yang mustahil juga k
BAB 69"Test DNA"#POV ISNAWaktu yang tidak terasa, aku juga menghadapi sikap dan sifat Mba Nana serta ibu mertuaku yang tak kunjung pulang selama di rumah ini. Untungnya, aku selalu menyibukkan diri di kantor dan tidak terlalu menanggapi orang-orang di rumah. Mau seperti apapun pembelaan Mba Nana, cari perhatian, dan lain-lain, aku tidak mau banyak berpikir. Yang aku pikirkan, semakin lama perut Mba Nana semakin membesar. Aku harus siap dimadu oleh Mas Rafa. Rasa sakit yang tidak ingin aku rasakan. Namun, Mas Rafa harus tetap bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Aku selalu berharap tidak ada yang berubah apabila nanti Mas Rafa sudah menikahi Mba Nana. Pastinya, kalau sudah menikah, akan ada tumbuh benih-benih cinta di antara mereka. Mau tidak mau, aku harus berdamai juga dengan kakakku sendiri, dengan catatan dia tidak berusaha membuat Mas Rafa meninggalkan aku. "Is, kamu nggak kerja hari ini?" tanya Nana di ruang keluarga. "Gak, Mba. Aku libur. Aku mau rebahan seharian
BAB 68"Rumah Seperti Neraka Untukku"#POV ISNAKehadiran ibu mertuaku di rumah menjadi beban tambahan dalam hidupku. Bukan aku tidak senang, namun karena sikap ibu yang lebih memihak kepada Mba Nana. Dan Mba Nana juga sangat mencari perhatian dari ibu. Mungkin saja sudah ada yang dia rencanakan, yang pasti aku akan lebih hati-hati. Karena aku tahu dia pasti ingin aku bisa keluar dari rumah ini. "Ya ampun, Nana, ngapain pagi-pagi kamu capek-capek masak? Kan ada ART, kenapa tidak suruh dia saja?" ucap ibu saat aku dan Mba Nana memasak untuk sarapan. Awalnya dia hanya menonton aku yang sedang memasak. Melihat kehadiran ibu, dia langsung pura-pura memasak dan menyuruh aku untuk duduk. "Isna, apa kamu tidak kasihan? Lihat itu perutnya Nana yang semakin membesar. Harusnya jangan capek-capek, apalagi sampai kamu suruh mengurus pekerjaan rumah," ucap ibu lagi."Gak apa-apa, Bu. Isna kan harus pergi ke kantor, jadi biar Nana yang siapkan sarapan untuk keluarga ini. Gak capek kok, Bu, Nana