BAB 5
" Mulai bermain api "
#Pov nana.
Aku merasa risih dan tidak betah tinggal di rumah mertua, rasanya tidak ada kebebasan, tidak ada teman bahkan seharian hanya bermain dengan anak-anak atau cuma mengurung diri di dalam kamar.
Rasa itu membuat aku hidup seakan di dalam neraka, meskipun ibu mertua tidak pernah menyuruh aku untuk melakukan tugas pekerjaan apapun di dalam rumah. Entah ada perasaan apa aku tidak bisa mengungkapkan semua isi hatiku terhadap Mas Rafa suamiku sendiri.
Akan jadi serba salah kalau aku mengungkapkan semua yang ada di dalam isi hatiku, jadi semua aku pendam saja, biarlah menjadi unek-unek dalam hati yang tidak bisa aku ceritakan. Meskipun kadang-kadang sesekali aku mencari perhatian di media sosial berharap ada orang yang mengerti dengan perasaanku.
Seketika ada chat masuk ke dalam inbox media sosialku.
"Hai Na, apa kabar kamu?" Ucap seorang lelaki yang sepertinya aku kenal.
"Baik, maaf siapa ya?" Tanyaku seakan tidak mengenali karena takut salah orang.
"Ini aku Evan, masa lupa sama mantan pacar sendiri, kamu kenapa, lagi ada masalah ya sama suami kamu, cerita saja sama aku, aku masih seperti dulu kok selalu menjadi pendengar yang baik, apalagi buat kamu," ucap Evan.
Karena sudah terlalu banyak unek-unek yang ada di dalam pikiranku, akhirnya aku berbagi cerita dengan Evan dan dia pun memberikan beberapa nasihat dan juga solusi untuk permasalahan yang aku alami.
Akhirnya hatiku pun merasa lega setelah menceritakan permasalahan yang terjadi di dalam rumah tanggaku. Dan Evan pun masih seperti dulu mendengarkan semua keluh kesahku, sayangnya kita bukan jodoh dan dia pun sudah memiliki istri dan anak juga.
"Oh ya Na, jangan sedih kalau ada apa-apa cerita saja sama aku, aku siap kok mendengarkan apapun dan kapanpun kamu butuh juga," ucap Evan.
"Van, apa istri kamu tidak marah kalau aku chat sama kamu?" Tanya Nana.
"Tidak kok, istriku jarang ada di rumah, dia sibuk dengan pekerjaannya sebagai perias pengantin jadi aku sering kesepian sendiri," jawab Evan.
"Boleh kan kita berteman, Van? Aku merasa kesepian juga, mas Rafa juga terlalu sibuk dengan pekerjaannya jadi jarang ada waktu untuk ngobrol, apalagi aku takut kalau ngobrol sama dia serba salah," ungkap Nana.
"Bolehkah aku minta nomor handphone kamu? Biar gampang aja kalau ada apa-apa tinggal chat," tanya Evan.
"Boleh, kamu simpan ya, tapi jangan sampai ketahuan istri kamu nanti aku disangka pelakor lagi, hehe," jawab aku dengan sedikit bercanda.
Setelah panjang lebar aku bercerita, akhirnya kami bertukar nomor handphone untuk sekedar berbagi keluh kesah yang terjadi dalam rumah tanggaku maupun rumah tangganya. Meskipun aku tidak tahu apakah dia masih memiliki perasaan sayang atau tidak terhadapku, yang pasti aku memiliki tempat untuk bercerita daripada cerita sama mas Rafa yang tidak tahu akan ada solusi atau atau pertengkaran.
Entah kenapa hari ini hatiku merasa senang setelah semua unek-unek aku keluarkan sama Evan, sesekali kami pun berkabar lagi ngapain?, lagi ada masalah gak,? Dan lainnya.
Hingga waktu mau tengah malam aku mendengar Mas Rafa pulang. Sebenarnya aku tidak ingin membukakan pintu, biasanya ibu mertuaku juga yang membukakan pintu ketika Mas Rafa pulang.
Karena aku masih terbangun, akhirnya aku buka pintu lalu aku kembali masuk ke dalam kamar, aku gak peduli dia mau minum ataupun makan, biar dia cari sendiri saja mungkin ibunya sudah siapkan juga.
"Na, udah makan belum,?" Tanya Mas Rafa.
"Sudah tadi sore, aku lagi gak nafsu makan pah," jawabkudi saat masih sibuk chat dengan Evan.
Dan akhirnya aku tutup chat dengan Evan karena ada suamiku pulang, takut jadi salah faham.
"Van, udah dulu ya, suamiku sudah pulang ada di rumah, besok-besok kita sambung lagi," ucapku terhadap Evan.
Selesai mandi, Mas Rafa langsung masuk ke dalam kamar dan membaringkan tubuhnya di sampingku. Entah kenapa, aku merasa seperti tidak ada perasaan apapun lagi terhadap suamiku sendiri, yang ada hanya sedikit rasa kebencian dan seperti ingin mengakhiri semuanya, tapi semua tidak bisa aku lakukan karena hidupku juga bergantung sama dia.
"Na, mau gak kamu ngelakuin itu sekarang, aku lagi pengen," tanya Mas Rafa.
"Iggh, malas aku ngeladenin Mas Rafa berhubungan, perasaanku sudah tidak ingin lagi meskipun sudah lama kami tidak melakukannya juga," ucapku dalam hati.
Akhirnya aku terpaksa melakukannya, dan hanya membukakan bagian bawah saja biar dia bisa melakukannya dan aku hanya diam saja, malah yang ada di pikiranku kenapa aku merasakan ada bayangan Evan ketika bercinta dengan suamiku sendiri. Apa yang terjadi dengan hatiku ini.
Mas Rafa pun asik bermain sendiri tanpa aku layani sedikitpun, karena rasa yang semakin memudar tugasku hanya melakukan karena kewajiban saja sebagai istrinya Mas Rafa.
"Pah, sudah belum nih, lama amat mainnya, aku pegel gak kuat," ungkapku saat Mas Rafa asik memainkan permainan.
Akhirnya aku meminta Mas Rafa menyudahi permainan karena aku sama sekali sudah tidak merasa apa yang namanya kenikmatan berhubungan, yang ada dalam pikiranku hanya rasa bosan saja.
Setelah selesai, aku pun memakai celana kembali dan bersiap untuk tidur, sementara Mas Rafa pergi ke kamar mandi membersihkan diri setelah berhubungan.
Entah kenapa ada sedikit bayangan Evan dalam pikiranku, mungkin karena dulu kita pernah menjalin hubungan, jadi kenangan itu terpikirkan kembali, masa-masa indah saat bersama dengannya.
Aku tidak tahu apakah ini perasaan yang tumbuh lagi atau apa, hingga tiba-tiba handphone berbunyi dan ada chat dari Evan.
Na, lagi ngapain? Udah tidur belum? Aku hanya membacanya saja lalu menghapus isi pesannya, biar ada pembahasan besok untuk menghubungi dia kembali.
*🍁🍁🍁🍁🍁*
BAB 73"Ending"#POV ISNA"Pernikahan ini tidak sah, tidak sah," ucap Evan yang ngos-ngosan datang ke pernikahan Mas Rafa.Semua orang melirik ke arah Evan yang mengacaukan pernikahan Mas Rafa. Mungkin ini satu keajaiban yang diberikan Tuhan untuk keutuhan rumah tanggaku. Aku pun tidak mengerti kenapa tiba-tiba Evan datang tanpa diundang. Plaaaaaaaak!!! Sebuah tamparan Nana melayang ke pipi Evan. "Apa-apaan kamu, Van? Kamu hanya ingin menghancurkan kebahagiaanku di hari pernikahanku dengan Mas Rafa," ucap Nana marah. "Raf, kamu tidak boleh menikahi Nana. Anak yang dilahirkan Nana adalah anak kandungku," ucap Evan kepada Mas Rafa. "Kami sudah melakukan tes DNA dan menyatakan kalau anakku adalah anak kandung Mas Rafa," ucap Nana. "Kamu jangan percaya, Raf. Semua hanya akal-akalan Nana agar bisa menikah dengan kamu," ucap Evan.Semua orang tertuju menyaksikan kegaduhan yang terjadi. Hari yang seharusnya menjadi hari kebahagiaan pasangan menjadi kacau karena kedatangan Evan. Aku pun t
BAB 72"Pernikahan""Dan sekarang kalian hanya bisa menyalahkan aku, lalu ke mana kalian semua di saat aku sedang mendekam sendirian di dalam penjara. Apa ada yang peduli satu orang saja dari keluarga?" jawab Nana terhadap Bapak. "Sudah, sudah, sudah, ini rumahku, bukan tempat untuk saling menunjukkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Kamu juga, Na, bagaimanapun Bapak dan Ibu adalah kedua orangtuamu. Tidak ada yang namanya orangtua durhaka terhadap anak," ucapku. "Pak, bisa ikut Rafa sebentar? Ada yang mau Rafa bicarakan berdua saja," ajakku terhadap Bapak mertuaku. Aku langsung membawa Bapak ke ruang tamu lantai dua. Ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan langsung di depan Bapak. "Is, jangan sampai ada yang naik ke atas untuk sementara," pintaku terhadap Isna. "Ada apa, Raf? Jadi maksud kamu mengundang kami sekeluarga ke sini itu untuk apa?" tanya Bapak."Ceritanya sangat panjang, Pak. Tanpa sepengetahuan semua orang, Nana sudah keluar lama dari penjara. Dia dibawa
BAB 71"Hasil Test DNA"#POV ISNA Tidak terasa waktu yang begitu singkat, setelah sehari semalam aku dibahagiakan oleh Mas Rafa, pagi ini aku harus segera pulang ke rumah. Rasa ingin selamanya selalu berdua dengan Mas Rafa membuatku merasa pupus harapan setelah Mas Rafa mengajakku untuk pulang ke rumah. "Kenapa murung, sayang?" tanya Mas Rafa. "Mas, bisa nggak sih kita liburan setahun gitu? Waktu terasa sangat singkat. Aku masih ingin terus berdua sama kamu, Mas," ucapku merajuk. "Ini kan kita berdua, sampai kapan pun kita akan tetap berdua, sayang," ucap Mas Rafa sambil mengusap-usap kepalaku. "Darimana saja kalian? Kenapa semalaman tidak pulang?" ucap Ibu yang sudah menunggu kami di depan rumah. "Kita suami istri, Bu. Kita bebas mau pergi ke mana saja atau tidak kembali sama sekali juga," jawab Mas Rafa dengan terlihat kesal. "Rafa, kamu dengerin Ibu. Ibu belum selesai bicara," ucap Ibu mertuaku."Apalagi sih, Bu? Masalah Nana, apa masalah lain? Rafa sama sekali tidak mencint
BAB 70"Takkan Pernah Terlupakan"#POV ISNAMentalku semakin hari semakin drop melihat Mas Rafa seperti satu keluarga yang baru mendapatkan kebahagiaan. Rasa cemburu selalu datang di saat Mas Rafa dipaksa untuk menemani Mbak Nana mengasuh bayi yang baru dia lahirkan. Ya Tuhan, apakah aku bisa merasakan sebahagia Mbak Nana sekarang bisa melahirkan seorang bayi yang sangat cantik? Aku hanya bisa melihat dari kejauhan. Kadang sesekali aku mengintip melihat Mbak Nana sedang mengasuh bayinya. Seperti kebahagiaanku kurang lengkap tanpa kehadiran seorang anak yang lahir dari dalam rahimku sendiri. "Mas, maaf ya kalau sikapku agak sedikit overthinking. Aku merasa cemburu, Mas. Aku merasa jadi istri yang tidak berguna karena tidak bisa memberikan kamu keturunan," ucapku kepada Mas Rafa. "Kenapa harus berbicara seperti itu, Is? Semua tidak akan merubah apapun, termasuk perasaanku terhadap kamu. Kita berdoa saja semoga suatu saat nanti kamu bisa mempunyai anak. Tidak ada yang mustahil juga k
BAB 69"Test DNA"#POV ISNAWaktu yang tidak terasa, aku juga menghadapi sikap dan sifat Mba Nana serta ibu mertuaku yang tak kunjung pulang selama di rumah ini. Untungnya, aku selalu menyibukkan diri di kantor dan tidak terlalu menanggapi orang-orang di rumah. Mau seperti apapun pembelaan Mba Nana, cari perhatian, dan lain-lain, aku tidak mau banyak berpikir. Yang aku pikirkan, semakin lama perut Mba Nana semakin membesar. Aku harus siap dimadu oleh Mas Rafa. Rasa sakit yang tidak ingin aku rasakan. Namun, Mas Rafa harus tetap bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Aku selalu berharap tidak ada yang berubah apabila nanti Mas Rafa sudah menikahi Mba Nana. Pastinya, kalau sudah menikah, akan ada tumbuh benih-benih cinta di antara mereka. Mau tidak mau, aku harus berdamai juga dengan kakakku sendiri, dengan catatan dia tidak berusaha membuat Mas Rafa meninggalkan aku. "Is, kamu nggak kerja hari ini?" tanya Nana di ruang keluarga. "Gak, Mba. Aku libur. Aku mau rebahan seharian
BAB 68"Rumah Seperti Neraka Untukku"#POV ISNAKehadiran ibu mertuaku di rumah menjadi beban tambahan dalam hidupku. Bukan aku tidak senang, namun karena sikap ibu yang lebih memihak kepada Mba Nana. Dan Mba Nana juga sangat mencari perhatian dari ibu. Mungkin saja sudah ada yang dia rencanakan, yang pasti aku akan lebih hati-hati. Karena aku tahu dia pasti ingin aku bisa keluar dari rumah ini. "Ya ampun, Nana, ngapain pagi-pagi kamu capek-capek masak? Kan ada ART, kenapa tidak suruh dia saja?" ucap ibu saat aku dan Mba Nana memasak untuk sarapan. Awalnya dia hanya menonton aku yang sedang memasak. Melihat kehadiran ibu, dia langsung pura-pura memasak dan menyuruh aku untuk duduk. "Isna, apa kamu tidak kasihan? Lihat itu perutnya Nana yang semakin membesar. Harusnya jangan capek-capek, apalagi sampai kamu suruh mengurus pekerjaan rumah," ucap ibu lagi."Gak apa-apa, Bu. Isna kan harus pergi ke kantor, jadi biar Nana yang siapkan sarapan untuk keluarga ini. Gak capek kok, Bu, Nana