Share

Hak Asuh Sasa

Malam harinya Adam dan keluarganya sedang berkumpul di ruang keluarga, walau hanya bertiga saja mereka terlihat bahagia, terkadang Mang Ujang dan istrinya juga ikut bergabung. Adam sibuk dengan laptopnya. Pria itu tidak terasa sudah hampir dua minggu mengajar di kampus barunya, tidak jarang dia menemukan kado dari para mahasiswanya. Namun, duda anak satu itu selalu mengabaikannya.

Tak lama Nadia menghampirinya, gadis itu dengan manja bergelayut manja di lengan kekar Adam, hal itu membuat Neneknya hanya bisa menggeleng, terkadang Rangga saja mencibir ulah calon istrinya itu.

"Ada apa?" tanya Adam yang hafal betul dengan tingkah Nadia pasti ada maunya.

Gadis itu tersenyum girang saat Omnya begitu hafal keinginannya, Nadia membetulkan posisi duduknya.

"Om, tadi Nadia melihat pasar malam dekat SMP. Lihat yuk," bujuk Fani

"Cih, kayak anak kecil saja!" ejek Adam

"Ayo dong, Om. Rangga enggak mau dia bilang mau kumpul sama teman-temannya," ujarnya sambil cemberut.

"Nadia, ya jelas Rangga tidak mau! apa kamu lupa siapa dia, hem?" tanya Adam sambil menoyor kening ponakannya itu.

Gadis itu kesal dan beranjak dari duduknya sambil menghentakkan kakinya kesal, ia memicingkan matanya tajam ke Adam, sedangkan Adam hanya acuh saja. Akhirnya Nadia naik ke lantai dua untuk bermain dengan Sasa, tapi sayang bayi mungil itu tengah tidur nyenyak.

"Jangan di ganggu enggak baik," kata Nenek Mirna yang baru masuk kamar cucunya.

Nadia hanya tersenyum kaku, entah kenapa hari ini dirinya begitu ingin pergi melihat pasar malam, kalau pergi sendiri pasti Adam tak akan mengizinkan dirinya keluar malam.

Akhirnya gadis itu masuk dalam kamar dan membuka laptop untuk mencari drama favoritnya, saat dia sedang mengotak-atik laptopnya Adam menghampirinya sambil tersenyum melihat wajah cemberut keponakannya itu.

"Nad, ikut Om yuk! beli nasi goreng di simpang kampus," bujuk Adam

"Enggak mau!" katanya sambil mencibirkan bibirnya.

"Nanti setelah makan kita lihat pasar malam,"kata Adam

Mendengar kata pasar malam, gadis itu langsung turun dari ranjang mengambil jaket dan berlari menuruni tangga untuk mengejar Adam. Neneknya yang melihat itu hanya bisa mengusap dadanya, karena hampir saja ditabrak tubuh Nadia yang tiba-tiba muncul.

"Nenek, Nadia pergi," pamit Nadia ke Nenek Mirna

"Enggak sopan," kata Adam sambil memiting kepala ponakannya itu.

"Om lepas bau ketiaknya," katanya sambil mencoba melepaskan diri dari cengkraman tangan Adam.

Melihat Ponakannya sudah lelah barulah Adam melepaskannya, gadis itu hanya mengumpat tidak jelas saat terlepas pitingan pria yang sering dipanggilnya Om itu. Kini keduanya berjalan menuju motor sport Adam, dia segera memberikan helm kepada Nadia.

"Om pakaiin!" seru Nadia manja

"Cih, dasar manja!" cibir Adam, tapi ia memakaikan juga di kepala Nadia yang di akhiri dengan sentilan di kening keponakannya.

Adam melajukan motornya dengan kecepatan sedang, udara yang sejuk, membuat pria itu tersenyum, ia teringat akan mantan istrinya biasa saat seperti ini Fani yang mengajaknya keliling.

Adam menghentikan motornya di simpang dimana ada penjual nasi goréng di pinggir jalan yang terlihat begitu ramai, Nadia seakan tak percaya saat Omnya mengajaknya makan di pinggir jalan.

"Ayo," ajaknya sambil berjalan mendahului Nadia.

Gadis itu terpaksa mengikuti dan duduk di depan Adam, ia memperhatikan sekitarnya begitu ramai pengunjung ada yang berpasangan ada juga yang membawa keluarganya.

"Om sering makan di sini?" tanyanya sambil terus menatap sekelilingnya

"Iya, kadang sama Devan dan Rangga juga," tutur Adam sambil menulis pesanan untuk Nadia dan dirinya.

"What? jadi Mas Rangga juga suka ke sini, kenapa dia enggak pernah bilang?" tanya Nadia dengan ekspresi terkejutnya.

Adam memutar bola matanya jengah melihat keponakannya itu, harusnya dia tahu kenapa Rangga tak pernah mengajaknya? Saat sedang menunggu pesanannya datang dua orang yang membuat Nadia membulatkan matanya.

"Yang, kenapa ke sini, katanya mau ngumpul?" tanya Nadia sambil mengerucutkan bibirnya.

Rangga pun ikut terkejut karena dia baru menyadari ada tunangannya, pria itu hanya menggaruk tengkuknya sambil tersenyum tipis kemudian menatap Adam yang hanya mengedikkan bahunya.

"Tumben ikut, Nad ?" tanya Devan yang duduk disamping Adam.

"Dia merengek minta lihat pasar malam sedari tadi," sahut Adam.

Rangga hanya mengacak rambut Nadia dengan lembut, pria itu begitu gemes. Diusapnya punggung tangan Nadia dengan senyum yang membuat gadis itu merona, Devan melihat itu langsung melempar kulit kacang ke arah sepasang yang sedang romantis di depannya.

Pluk ....

Kulit kacang tepat mengenai kening Rangga membuat pria itu menatap tajam ke arah sang pelaku, saat akan membalas tiba-tiba pelayan datang mengantarkan pesanan Adam dan Nadia.

"Kamu enggak pesanin kita juga, Dam?" tanya Devan sambil menatap kesal sahabatnya itu.

"Kamu sudah besar pesan saja sendiri," jawab Adam santai.

"Cih, menyebalkan," umpat Devan segera memanggil pelayan.

Devan menatap jengah Nadia saat sedang menyuapi nasi gorengnya ke Rangga, hal itu membuat dokter anak itu terkekeh menatap Devan dan Adam.

"Makanya Om, cari pacar sono, eh bukan pacar. Namun, istri kalau pacar udah ketuaan," ledek Nadia.

"Cih, dasar bucin," ucap Devan kesal.

"Jadi maksudnya berkumpul dengan Om Adam dan Devan, yang?" tanya Nadia sambil mengunyah nasi gorengnya.

Rangga hanya tersenyum lembut kepada gadis di sebelahnya, sambil membersihkan bibir Nadia yang ada nasinya.

"Iya, kami sudah lama enggak kumpul," jawab Rangga

"Kenapa harus di sini?" tanya Nadia sambil menaikan alisnya.

"Sekalian Adam mengenang masa lalunya, awal bertemu dengan Fani." Goda Devan sambil menertawai pria di sampingnya.

Adam hanya diam, pria itu acuh dengan apa yang dikatakan sahabatnya itu, baginya masa lalu buka untuk di kenang, tapi akan dia jadikan pelajaran untuk masa yang akan datang.

"Oh, iya Dam, kayanya seminggu lagi kamu sah menjadi duren," kata Devan santai.

"Duren! maksudnya apa, Om?" tanya Nadia.

"Ampun! kamu itu masalah pelajaran nomor satu, tetapi masalah kayak gini jadi bodoh!" cibir Devan

"Om!" kata Rangga yang tak terima dengan apa yang di katakan adik dari Ibunya itu.

Devan hanya diam, sambil memakan nasi gorengnya yang baru datang, Rangga juga sebenarnya mengakui calon istrinya pintar hanya dalam pendidikan buktinya nilainya selalu tertinggi terus.

"Duren itu  duda keren, yang," ujar Rangga

Nadia langsung menatap wajah Adam intens, sedangkan pria itu sedang asik memainkan game onlinenya tanpa menanggapi obrolan ponakan dengan sahabatnya.

"Ganteng sih, tapi sayang Tante Fani tak menyadarinya! aku pastikan dia akan menyesali dengan apa yang dilakukan sama Om Adamku yang tampan," ucapnya berapi-api membuat Rangga dan Devan menatap tajam wanita yang cerewet itu.

Nadia yang di tatap oleh dua pria itu langsung diam dengan perlahan dia menatap Adam yang tidak peduli dengan sekitarnya. Merasa di perhatikan pria itu mengangkat kepalanya menatap Devan dan Rangga bergantian.

"Apa?" tanya Adam

"Enggak ada, lupakan!" kata Devan sambil menyeruput kopi hitamnya.

Nadia merasa lega saat tahu Adam tidak mendengar apa yang dikatakannya tadi, dia juga tidak ingin Omnya bersedih dengan apa yang dilakukan wanita rubah itu.

"Dam, apa Fani ada menghubungi mu?" tanya Devan walau agak ragu menanyakan hal itu pada sahabatnya.

Ketiganya menatap Adam, sembari menunggu jawabannya. Adam menarik napas dalam, kemudian ia menggelengkan kepalanya.

Devan hanya tersenyum sinis, sepertinya wanita rubah itu benar-benar ingin pisah dengan Adam. Rangga menatap kedua pria dewasa di depannya, pria itu merasa curiga dengan apa yang dikatakan Devan pada Adam.

"Ada apa Om?" tanya Rangga

"Hasil keputusan, hak asuh Sasa ke Adam, tapi jika Fani keberatan dipersilahkan naik banding," ujar Devan

"Karena minggu ini dia enggak ada menghubungi, berarti masalah selesai," jelas Devan lagi

Adam hanya diam, ia mencoba mencerna apa yang dikatakan Sahabatnya itu."Mungkin lebih cepat lebih baik." 

Nadia menatap wajah Adam dengan sendu, kebahagiaan rumah tangganya hanya sebentar saja, begitu mudahnya wanita itu berpaling begitu saja dari pria setampan Adam.

"Udah malam, cabut yuk," ajaknya sambil beranjak dari tempat duduknya yang diikuti yang lainnya.

"Yang, kamu pulang saja sama Om Adam ya!" perintahnya kepada Nadia.

"Tapi yang, aku masih kangen," katanya dengan manja bergelayut di lengan Rangga.

"Nadia, ini sudah malam! kalau Rangga antar kamu dulu dia akan kemalaman sampi rumah."Kata Adam tegas.

Nadia dengan wajah cemberutnya akhirnya berjalan menghampiri Adam, sedangkan Devan dan Rangga masuk ke mobil. Gadis itu menatap mobil Rangga yang mulai menghilang dari pandangannya.

"Besok juga masih bisa ketemu," cibir Adam sembari mengendarai motornya.

Setelah menempuh perjalanan hanya tiga puluh menit, Adam sampai di kediamannya, pria itu memarkirkan motornya. Nadia lebih dulu masuk. Mang Ujang membukakan pintu sambil tersenyum kepada Nadia dan juga Adam.

"Kok belum tidur, Mang?' tanya Adam sambil berjalan beriringan menuju ruang keluarga.

"Baru siap nonton bola, Den."Jawabnya sambil tersenyum.

"Mang, aku ke kamar ya," pamit Adam berjalan menaiki tangga tanpa menunggu jawaban dari sopir Mamanya itu.

Sesampainya Adam di kamar Sasa, ia tersenyum saat melihat putrinya tersenyum saat masih terlelap.

"Apa kamu tahu Ayah baru pulang, dan menyambut dengan senyum manis mu itu, Nak," ucapnya sambil tersenyum.

Adam segera membuka lemari mengambil baju dan handuk, pria itu membersihkan diri terlebih dahulu sebelum mencium anaknya. Setelah lima belas menit ia keluar dari kamar mandi bertepatan dengan putrinya yang gelisah.

Ayah satu anak itu segera mengecek pampers Sasa, senyum mengembang di bibirnya saat aroma asam tercium di hidungnya.

"Anak pintar, kamu sengaja tunggu Ayah baru bab ya," kata Adam.

Tanpa jijik dia membersihkan kotoran sang putri menggunakan tisu basah, setelah selesai ia memakaikan minyak telon di perut Sasa.

"Ayah berharap kamu akan menjadi wanita yang soleh, sayang. Kamu sekarang prioritas Ayah," ucapnya lirih sambil mencium pipi gembul Sasa.

Adam yang merasa lelah, akhirnya membaringkan tubuhnya setelah sebelumnya menidurkan putrinya di boks bayi. Matanya menatap langit-langit kamar anaknya, selama ini dia tidak pernah membayangkan akan berpisah dengan Fani, jangankan berpisah keduanya ribut pun hampir jarang.

Rasa cinta yang begitu besar kepada mantan istrinya membuatnya tak pernah curiga sama sekali, bahkan dia tidak tahu kapan istrinya itu mengenal pengusaha kaya itu?

Aa Zigant

Jangan lupa subscribe dan dukung dengan cara komen dan tekan bintang lima ya. Insyaallah up setiap hari. Aa zigant.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status