Share

DILEMA

last update Last Updated: 2022-07-19 18:25:43

Setelah menidurkan anak-anak, Citra masih melihat Firman duduk di depan TV. Setiap melihat Firman, denyut jantungnya seperti terpompa lebih cepat. Ada rasa gusar dan marah. Tapi semuanya tak bisa diungkapkan. 

Mungkin, terlalu sakit luka yang tertoreh. Tak pernah sedikitpun terbersit Firman akan mengkianatinya. Laki-laki yang dulu sangat di cintainya. Seorang ayah yang sangat sayang kepada anak-anaknya. Sepertinya, semua itu hanya akan tinggal kenangan. 

“Mas, pergi temui Rani. Kamu sudah menghancurkan hidupku. Janganlah kamu hancurkan hidup Rani,” kata Citra lirih penuh penekanan. 

Hati Citra berkata, sepertinya lebih baik dia tak melihat Firman di rumah ini. Itu jauh lebih baik bagi emosinya. Dibandingkan melihatnya hanya akan menambah luka hatinya. Bayangan Firman bersama Rani pun semakin membuatnya terasa nyeri. 

Firman menatap ke arah Citra. Tapi, Citra segera berpaling dan bergegas pergi menjauhinya. 

“Dik, Mas ngga akan pergi sebelum kamu maafkan.” Firman sudah berdiri di belakang Citra.

Firman berusaha memberanikan diri memeluk Citra. Ada perasaan rindu yang menggebu. Tetapi, sering kalah dengan rasa bersalahnya. 

Citra segera menepiskan tangan Firman yang berusaha meraihnya. 

“Sudah kukatakan, aku memaafkanmu. Temui Rani. Atau kamu tak akan menemuiku lagi selamanya,” ancam Citra. 

Citra menatap tajam Firman sejenak. Lalu membuang pandangannya ke arah lain. 

Firman terkesiap. Citra sama sekali tak pernah bicara keras kepadanya. Apalagi menatapnya dengan tatapan mengintimidasi seperti itu. Meskipun Citra adalah pribadi yang mandiri, tapi dia selalu lembut dan manja. 

Firman masih diam mematung. 

“Baiklah. Kalau kamu ngga mau menemui Rani sekarang. Biarlah aku suruh dia datang kemari dan tidur danganmu di rumah ini,” teriak Citra. 

Citra tak dapat membendung air matanya. Dengan kasar diraihnya ponselnya di nakas dan memencet nomor Rani. 

Sigap Firman merebut ponsel itu sebelum nada sambung terdengar. Lalu melemparnya ke kasur. 

“Baik, aku pergi!” 

Brakkkk

Firman meninggalkan kamar dengan membanting kasar pintu itu. Itu adalah kekasaran pertama yang pernah dia lakukan. 

Firman tidak menuju ke apartemen di mana Rani menginap. Dia memilih menenangkan diri di hotel. Pikirannya kacau. Kalut. 

Sejak Citra mengetahui hubungannya dengan Rani, Firman sudah tak memaafkan dirinya sendiri. Dia tak ingin menyentuh Rani hingga Citra mau kembali padanya lagi. Rasa bersalah kepada Citra yang begitu besar membuatnya menjadi tak menginginkan Rani. 

Tapi, bagaimana bisa? Ini pasti akan sangat melukai Rani. Gadis yang sangat memimpikan pernikahan yang sempurna. Akankah impian itu akan hancur karena ulah Firman.

Firman merutuki dirinya yang bodoh. Bodoh karena terbuai nafsu sesaat sehingga tak pernah berfikir jauh. Tak pernah terfikir maghligai rumah tangga yang enam tahun dibangun hancur berantakan karena ulahnya. Tak pernah berfikir orang tuanya, orang tua Citra, orang tua Rani, bahkan anak-anaknya yang mungkin akan terluka karena kebodohannya. 

Firman termenung dalam diam. Siapa yang bisa membantu menjernihkan otaknya. Tidak mungkin dia menceritakan ini kepada kedua orang tuanya. Orang tuanya sangat menyayangi Citra. Apalagi orang tua Citra, sangat mempercayainya akan dapat membahagiakan Citra. Namun kini? Semua telah hancur. 

***ETW***

Pagi-pagi, Firman bergegas kembali ke rumahnya. Istana yang dia bangun bersama Citra. Kini, dia bisa merasakan kerinduan yang nyata. Kerinduan kepada anak-anaknya. Padahal baru beberapa jam dia tinggalkan. 

“Ayah lembur?” tanya Rio saat menyambutnya di pintu rumah.

Firman langsung menghaburkan pelukannya ke anak sulungnya. Sulung yang baru berusia 5 tahun pun sudah mengerti lembur. Pasti, Citra yang sangat pintarlah yang mengajarkan anaknya untuk memahami papanya. Hanya papa yang bodoh yang menyalah gunakan pemahaman anaknya. Tiba-tiba hati Firman merasa perih kembali. 

“Mama mana?” pertanyaan itu refleks muncul dari mulut Firman. Itu adalah pertanyaan pertama yang selalu dia ucapkan Ketika masuk rumah. Kini terasa menyakitkan. Menyakitkan karena sambutan Citra sudah tak sehangat dulu. 

Dulu, setiap mendengar suara mobil Firman, Citra akan tergopoh-gopoh mendekat dengan Rara di gendongannya. Menghambur pelukan. Tapi sejak pengkianatan itu terkuak, tak ada pelukan dari Citra. Kadang Citra bersandiwara memeluknya jika anak-anak sudah bertanya, tapi dingin dan sekedarnya saja. Semua terasa hambar. Firman sangat merindukan semuanya. 

“Mama lagi main sama Dik Romi dan Dik Rara,” jawab Rio sambil berlari ke dalam. Bergabung dengan kedua adiknya yang sedang bermain lego di ruang tivi. 

Firman segera duduk di antara anak-anaknya. Romi dan Rara yang mengetahui kehadiran papanya langsung mendekat. 

“Cuci tangan dulu, Mas,” seru Citra terdengar ketus. Dulu kata-kata itu meskipun ketus tapi terdengar lembut. Firman memang selalu ceroboh. Datang dari luar tidak cuci tangan dulu, tapi langsung memegang anak-anak karena sangat merindukannya. 

Ah, Firman mendesah. Semoga kebahagiaan bersama anak-anak dan Citra tak kan pernah berakhir. Aku akan mempertahankannya, sampai kapanpun.

“Kalau kamu capek, biar aku yang mengantarkan Rani ke bandara. Istirahatlah.”

Kata-kata Citra terdengar menyindirnya. Tapi, Firman jujur sangat senang dengan tawaran Citra. Dia akan lebih memilih bersama anak-anak dirumah hari ini. Firman tak ingin membiarkan hari ini segera berlalu. 

***ETW***

“Makasih, ya, kamu mau repot nganter aku. Sebenarnya aku bisa saja pesan taksi,” kata Rani begitu Citra sampai dalam apartmennya. 

“Suamimu lembur lagi?” tanya Citra menyelidik. Dia ingin tahu, sebohong apa Firman ke Rani.

“Heem. Dia semalam katanya lembur di kantor. Aku tak biasa menganggunya saat dia bekerja. Ngga papa. Yang penting aku bisa ketemu sama kamu,” jawab Rani. 

Ah, Rani. Kamu masih seperti yang dulu. Polos dan selalu berprasangka baik. Apakah karena kesamaan itu, kita dulu menjadi dekat. Dan kini, terperangkap cinta lelaki yang sama. Lelaki yang memanfaatkan kepolosan dan prasangka kita. Betapa naifnya kita, Ran. Batin Citra. 

“Cit, apa kamu bisa tolong aku?” tanya Rani sesaat sebelum mereka berpisah di area bandara. Rani menatap Citra dalam-dalam. 

“Tentang?” 

“Sebenarnya, aku tidak mau melibatkanmu. Tapi aku tak tahu siapa yang bisa aku mintai tolong.” Rani melanjutkan. Pikirannya masih menerawang tentang benda-benda di kamarnya yang terlihat aneh. Seperti apartemen baru ditinggali. 

“Aku penasaran, Mas Firman sepertinya tidak tinggal di situ. Lalu, di mana dia tinggal sebenarnya. Kenapa dia tidak mengajakku ke tempat tinggalnya? Bukankah aku istrinya?” lanjut Rani penuh curiga. 

“Hilangkan pikiran burukmu,” hibur Citra. “Sekarang katakan padaku, apa yang bisa kubantu,” tanya Citra kemudian. 

“Aku kasih nomer Mas Firman. Tolong kamu cari tahu siapa dia sebenarnya. Demi aku, Citra. Berjanjilah kamu bersedia.” Rani menatap Citra penuh harap. 

“Baik. Aku janji!” jawab Citra sambil memeluk erat sahabatnya.

Ada luka di sana. Perih rasanya. Tapi demi kebahagiaan sahabatnya, dia harus berfikir keras bagaimana caranya memberitaukan ke Rani tanpa membuatnya sakit. Sesakit yang dirasakannya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Nyesek bacanya kasihan sama citra
goodnovel comment avatar
Isabella
nyesek bacanya . pingin nanges yg kenceng tapi malu sama anak anak wkwkwk
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
bodooh citra, harusnya berjuang mempertahankan bukannya malah membiarkan temannya gak tau...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DIMADU DENGAN SAHABAT SENDIRI   EXTRA PART

    Firman mendorong troly berisi koper miliknya dan juga koper kepunyaan papa dan mamanya. Pagi itu mereka sudah mendarat di bandara Schipol Amsterdam. Jam di bandara masih menunjukkan pukul tujuh pagi waktu Belanda. Ini adalah pertama kalinya Firman menginjakkan kaki di Belanda. Negeri dimana keempat anaknya dan mantan istrinya tinggal. Ada rasa ngilu menjalar di dadanya, bercampur dengan kerinduan. Ngilu mengingat kesalahannya yang berakibat hancurnya keluarga yang sudah sekian tahun dia bina bersama Citra. Hancur karena kesalahannya, terlena dengan kelembutan Citra. Tak dipungkirinya, setahun mereka berpisah, ada rindu yang menggelora dalam jiwanya. Rindu kepada Citra yang tak kan mungkin bisa kembali lagi. Rindu kepada ke empat anaknya, terutama Reva yang mungkin belum pernah merasakan belaian kasih sayangnya. “Man, itu adikmu di sebelah sana,” ujar Mama Firman saat melihat Farhan melambaikan tangan dari arah pintu keluar. Papa dan Mama Firman segera beranjak menghampiri Farha

  • DIMADU DENGAN SAHABAT SENDIRI   BAB 32 B

    “Aku minta maaf atas kejadian tadi,” kata Farhan usai Citra menidurkan anak-anaknya. Farhan mendekati Citra yang sudah duduk di sisi ranjang. Lalu ia duduk disebelahnya. “Kali ini, tolong dengarkan aku, Citra,” tukas Farhan lagi. Dipandanginya wajah istrinya yang tampak masih kecewa. “Han, sampai kapan kamu membenci Rani?” tanya Citra. Citra memang kadang lupa memanggil ‘mas’ ke Farhan, karena memang mereka dulu berteman dan mantan adik iparnya. Tapi, Farhan tak masalah. Citra memang perlu waktu untuk beradaptasi dengan kehidupan barunya setelah sepuluh tahun menganggapnya bukan siapa-siapa. “Aku tidak membenci Rani. Aku tidak suka dengan kelakuannya. Nih lihat!” Farhan mengangsurkan ponselnya ke Citra. Mata Citra membulat sempurna. Di gambar itu terlihat Rani sedang dibantu berjalan oleh Farhan. Tangannya merangkul ke pundak Farhan. Sedang Farhan memeluk pinggang Rani. Dan Rani menggunakan pakaian terbuka. Sangat berbeda dengan tampilan tadi saat berkunjung ke rumah mereka.

  • DIMADU DENGAN SAHABAT SENDIRI   BAB 32 A

    Farhan tidak habis mengerti dengan Citra. Jelas-jelas Rani menunjukkan gelagat yang kurang baik. Tapi, masih bisa-bisanya Citra selalu membelanya. Dalam banyak hal, Citra memang terlalu banyak berprasangka baik ke orang lain. Itu juga yang membuatnya terjatuh saat bersama Firman. Tak pernah sekalipun ada rasa curiga ke suaminya, hingga akhirnya Citra melihat dengan mata kepalanya sendiri kenyataan yang ada. Akhirnya, Farhan harus mengalah. Tak ada gunanya terus menerus berdebat dengan Citra. Ini masalah kecil. Tapi jadi rumit jika tidak segera diatasi. Farhan segera mengambil ponselnya. Lalu memblokir semua akses yang mengarah ke Rani. Tak lupa, ponsel Citra yang biasanya hanya diletakkan di ruang tamu, juga diblokkir aksesnya dengan sahabat istrinya itu. Farhan tak mau ada duri dalam daging dalam keluarganya. ***“Rani?! Sejak kapan kamu di sini?” tanya Citra yang baru pulang menjemput Romi. Dilihatnya Rani sedang berdiri di ambang pintu rumahnya. “Setengah jam yang lalu. Ponselm

  • DIMADU DENGAN SAHABAT SENDIRI   BAB 31 B

    “Ran, kamu turun sini ya. Tinggal lanjut naik kereta ke Amsterdam,” kata Citra saat mobil Farhan minggir di dekat stasiun Den haag. Farhan sama sekali tidak ada niat mengantarkan Rani. Toh dia juga sebenarnya tidak diajak, pikir Farhan. Bahkan, sepanjang perjalanan Farhan tidak berniat mengajak Rani bicara. Mereka sudah pulang dari Paris setelah menghabiskan akhir pekan di negeri Napoleon itu. Bagi Farhan, kehadiran Rani menghancurkan segala rencananya. Namun, tak ada gurat kecewa di wajah Citra. Wanita itu selalu saja merasa baik-baik saja. Bahkan, beberapa kali berusaha menghibur suaminya yang terus saja menunjukkan kekesalannya. Namun, kini Citra harus mengalah saat Farhan memutuskan untuk menurunkan Rani di depan stasiun. Farhan hanya tak mengerti. Sampai sebegitunya Citra harus mengorbankan perasaannya demi sahabatnya. Kadang Farhan berfikir dia tak salah memilih istri. Meski sudah punya empat anak, tapi hatinya bak bidadari. Tapi, kalau sudah berlebihan, dia tak tahan juga. K

  • DIMADU DENGAN SAHABAT SENDIRI   BAB 31 A

    Tok tok tok“Citra!”panggil Rani sambil mengetuk pintu kamar Citra dan Farhan. Hari sudah malam, tapi Rani belum juga dapat memicingkan matanya.“See?” ucap Farhan sambil menatap tajam ke Citra, seolah memberi isyarat bahwa apa mengajak Rani ke Paris adalah keputusan yang keliru. “Maaf,” tukas Citra dengan nada bersalah. Citra segera menyambar kimono tidurnya dan keluar kamar menemui Rani. “Ada apa Ran?” tanya Citra sambil menutup kembali pintu kamarnya. “Temeni aku, dong. Aku nggak bisa tidur,” kata Rani sambil menarik tangan Citra menuju kamarnya.Dulu saat masih SMA Citra dengan Rani memang akrab. Mereka sering menginap bersama dan cerita-cerita sampai mereka mengantuk. “Jadi, aku pengen melupakan masa laluku, Cit. Makanya aku bela-belain kuliah sampai sini. Aku pikir, aku tidak akan bertemu siapapun orang yang pernah kukenal. Taunya, malah ketemu kamu. Dunia sempit, ya!” ujar Rani. Rani lantas melanjutkan ceritanya mengenai studinya. Tentu saja bukan hal yang sulit bagi Rani

  • DIMADU DENGAN SAHABAT SENDIRI   BAB 30C

    “Ayo sayang, kita berangkat sekarang,” kata Farhan sambil menggendong Reva. Lalu ia meletakkan bayi mungil itu ke car seat yang ada di baris ke dua mobilnya. Sedang Rio dan Romi sudah siap di bangku belakang. Tak lama, Rara pun ikut duduk di car seat sebelah Reva. Akhir pekan ini, seperti janji Farhan, dia akan mengajak Citra liburan ke Perancis. Negara yang tak jauh dari Belanda ini. Jarak Paris dari Den haag hanya memakan waktu empat jam perjalanan. Farhan sengaja berangkat pagi-pagi, agar ia dapat mengajak Citra dan anak-anaknya keliling di beberapa tempat tujuan wisata di kota Paris. Besoknya, mereka akan mengajak anak-anak ke Disneyland. “Tunggu!” Baru saja Farhan akan menjalankan mobilnya ketika sebuah panggilan dalam bahasa Indonesia mengagetkan mereka. “Rani?” Farhan dan Citra saling berpandangan. Mengapa Rani sudah berada di sini sepagi ini? Gumam Farhan. Dari mana dia tahu tempat tinggalnya? Apa Citra memberitahukannya? Citra segera keluar dari mobil untuk menghampiri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status