Beranda / Romansa / DIMADU TANPA RESTU / 16 – Permainan Panas Amara

Share

16 – Permainan Panas Amara

Penulis: NHOVIE EN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-13 20:59:40

“Sekar, aku mau bicara,” ucap Wira sesaat setelah kedua orang tuanya menghilang dari pandangan.

Sekar mengangguk tanpa menjawab, lalu mengikuti langkah kaki Wira menuju ruang tamu rumah itu.

“Duduk,” ucap Wira tegas.

Sekar menuruti tanpa kata. Ia duduk dengan hati waspada.

“Sekar, aku sudah putuskan. Setuju atau tidak, Amara akan tetap tinggal di sini bersama kita. Aku tidak bisa membiarkannya tinggal seorang diri dalam kondisi seperti ini. Aku harap kamu mengerti.”

Nada suara Wira begitu kokoh, seolah tidak bisa digugat. Sekar terdiam, bangkit dari tempat duduknya tanpa berkata apa pun. Ia melangkah menuju kamar. Namun baru beberapa langkah, langkahnya terhenti. Amara sudah berdiri di hadapannya.

“Jangan kira kamu menang hanya karena dapat pembelaan dari orang tuanya Mas Wira,” bisik Amara dengan nada mengancam.

Sekar menahan napas, mencoba mengendalikan gejolak amarah di dadanya. Namun

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • DIMADU TANPA RESTU   17 – Menemui Vania

    Sekar menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah sederhana. Halaman tak berpagar itu tampak bersih, dihiasi tanaman hias di pot-pot kecil yang berjajar rapi. Rumah satu lantai dengan gaya minimalis itu terlihat mungil namun menenangkan. Cahaya lampu dari dalam rumah menyiratkan bahwa penghuninya masih terjaga.Ia menarik napas panjang, berusaha menahan gejolak di dadanya sebelum turun dari mobil. Dengan langkah berat, ia menuju pintu depan dan mengetuknya pelan.Terdengar langkah kaki dari dalam, mendekat dengan irama tenang.Pintu terbuka. Seorang wanita muda dengan wajah teduh muncul di ambang. Tatapan matanya memancarkan wibawa dan kehangatan yang membuat dada Sekar langsung terasa sesak.“Sekar? Tumben malam-malam ke sini. Kamu nggak apa-apa?” tanya wanita itu, lembut namun penuh kekhawatiran.Sekar mengangguk pelan, bibirnya gemetar. “Boleh aku masuk?”“Tentu saja. Masuklah.” Wanita itu segera membuka pintu lebih lebar, memberi jalan.Sekar melangkah masuk, melepas tas sel

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • DIMADU TANPA RESTU   18 – Meminum Habis Ramuan

    Sekar menghela napas panjang. Matanya melirik jam tangan yang melingkar manis di pergelangan kirinya—pukul sebelas malam. Mobilnya telah terparkir di halaman rumah. Namun, kakinya enggan beranjak dari kursi pengemudi. Ada perasaan berat yang menahan tubuhnya untuk keluar. Tapi tak mungkin juga ia bermalam di dalam mobil hingga pagi.Dengan langkah gontai, Sekar akhirnya turun. Ia berjalan pelan menuju pintu utama dan mencoba memutar gagangnya. Terkunci. Ia merogoh tas selempangnya, mengambil kunci cadangan. Klik. Pintu pun terbuka.Begitu pintu didorong, kegelapan langsung menyergap. Rumah itu sunyi, sepi, seolah tak berpenghuni. Sekar masuk perlahan, menutup pintu di belakangnya dan menguncinya kembali. Suasana rumah benar-benar berubah. Dingin. Hampa.Ia menyalakan senter dari ponselnya dan menyusuri lorong menuju kamar.“Dari mana saja kamu?” Sebuah suara bariton tiba-tiba memecah keheningan, membuat Sekar tersentak kaget.Cahaya lampu menyala. Wira berdiri di belakangnya, menatapn

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-15
  • DIMADU TANPA RESTU   19 – Pergi Tanpa Izin

    Pagi ini untuk kedua kalinya, Sekar, Amara, dan Wira duduk dalam satu meja makan. Jika bukan karena permintaan Wira, Sekar tak akan sudi melakukannya.“Aku senang kalian bisa duduk satu meja lagi,” ucap Wira membuka percakapan. “Hari ini aku akan berangkat ke Surabaya. Mungkin agak lama, sekitar tiga sampai empat minggu. Aku harap kalian bisa hidup damai selama aku pergi.”Sekar diam saja. Ia mengambil piring, menuang nasi secukupnya, lalu meletakkannya di hadapan Wira tanpa sepatah kata pun.“Sekar, kamu tahu kalau Amara sedang hamil muda. Biasanya ibu hamil itu rentan, moody, gampang sakit. Aku harap kamu bisa bantu jaga kehamilannya,” lanjut Wira, menatap istri pertamanya dengan sorot mata tajam, seolah menguji kesabaran dan ketulusan wanita itu.Sekar tetap tak menjawab. Ia hanya menunduk, kemudian mulai mengisi piringnya sendiri.“Mas, kenapa sih harus selama itu di Surabaya? Nggak bisa ya bawa istri juga?” tanya Amara dengan nada manja. Ia menggeser kursinya hingga bersentuhan de

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-15
  • DIMADU TANPA RESTU   20 – Mabuk

    Pukul sebelas malam.Meski bibirnya berkali-kali berkata bahwa ia tak peduli pada Amara, hati Sekar justru menunjukkan hal sebaliknya. Gelisah menyelimuti dirinya. Ia terus mondar-mandir di ruang keluarga, beberapa kali menoleh ke arah pintu sambil melirik jam dinding besar yang tergantung di sana.Kemana wanita itu? batinnya gelisah.Ponsel yang sempat retak karena ulah Amara kini sudah diperbaiki. Sekar telah membawanya ke pusat servis, memperbaiki semua kerusakan meski hatinya masih terasa remuk.Ia berusaha keras menahan diri untuk tidak memberitahu Wira, tapi setiap detik yang berlalu semakin menghantam kegelisahannya. Jarum panjang jam seolah bergerak lambat, menyiksa.Tepat pukul sebelas malam, Sekar tak sanggup lagi. Ia menekan nomor Wira.“Ada apa, Sekar?” suara berat suaminya terdengar dari seberang.“Mas, apa Amara menghubungimu?” tanya Sekar ragu.“Tidak. Memangnya kenapa?”Sekar menarik napas panjang. Kata-kata berputar di benaknya, tak tahu harus mulai dari mana.“Ada ap

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16
  • DIMADU TANPA RESTU   21 – Masakan Aneh

    “Ada apa, Mas?” tanya Sekar dengan nada datar, namun sorot matanya mengandung letih yang sulit disembunyikan.“Sekar, sudah aku bilang dari awal. Tolong jaga Amara dan kandungannya selama aku nggak ada. Tapi kenapa kamu malah terus membuat masalah? Kenapa kamu melempar Amara dengan kain basah?” Suara Wira meninggi, sarat emosi dan kekecewaan.Sekar menarik napas panjang, mencoba menahan gejolak dalam dadanya. “Apa Mas masih punya sedikit saja rasa percaya padaku?”“Jangan berusaha membela diri, Sekar,” balas Wira tegas, dingin.Sekar terdiam, akhirnya menyerah pada keadaan. “Sekarang, Mas mau aku apa?” Nada suaranya melemah. Ia tidak ingin memperpanjang keributan.“Buatkan makan untuk Amara,” perintah Wira.“Baiklah,” ucap Sekar lirih.“Dan berikan kembali ponselnya.”Tanpa sepatah kata, Sekar menyodorkan ponsel Amara lalu melangkah ke dapur dengan kepala tertunduk.Sementara itu, Amara menyeringai sinis, penuh kemenangan. Ia masih melanjutkan obrolannya dengan Wira dengan nada manja y

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16
  • DIMADU TANPA RESTU   22 – Fakta Baru

    Sejak kepergian Wira ke luar kota, Sekar mulai mencium gelagat aneh dari Amara. Tidak sekalipun ia melihat wanita itu mual, muntah, atau merasa pusing. Amara terlihat sehat, bugar, bahkan terlalu ceria untuk ukuran seorang perempuan yang katanya sedang mengandung. Ia kerap pergi keluar rumah, makan sembarangan, bahkan minum minuman bersoda—kebiasaan yang jelas-jelas tidak baik untuk wanita hamil.Awalnya, Sekar berusaha cuek. Ia memilih untuk tidak ambil pusing. Namun, bisikan-bisikan dari para tetangga yang mulai berdatangan secara perlahan membuatnya gelisah. Kebisingan yang biasanya ia anggap sebagai angin lalu, kini terasa seperti pisau yang menusuk dari segala arah.“Jadi benar ya, kalau Wira menikah lagi?” tanya seorang wanita paruh baya, tetangganya yang rumahnya hanya berjarak satu pintu dari rumah Sekar.Sekar yang sedang memilih sayuran di depan gerobak tukang sayur hanya diam. Pertanyaan itu membuatnya merasa risih, dadanya seketika

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-17
  • DIMADU TANPA RESTU   23 – Cairan Dosa

    Cahaya temaram menyelimuti kamar sebuah apartemen yang terletak di sudut kota. Lampu gantung berpendar redup, menyisakan bayangan samar di dinding. Di atas ranjang, dua tubuh saling menyatu dalam irama yang menggoda dosa—seorang wanita bersuami, dan seorang pria yang terikat janji suci dengan wanita lain.Mereka tak peduli pada sumpah pernikahan. Tak memikirkan luka yang akan tercipta. Dunia seolah terhenti di ruangan itu. Yang mereka tahu, hanya kenikmatan sesaat yang membakar.Rambut panjang sang wanita tergerai indah, menyapu wajah pria di bawahnya. Pinggang ramping itu meliuk gemulai, menghujam pelan namun pasti, menciptakan gelombang sensasi yang membuat tubuh keduanya bergetar dalam kehangatan yang terlarang.Desah lirih memenuhi ruangan. Ciuman demi ciuman berpindah tempat, berirama seperti denting jam yang kini tak terdengar. Dua lidah saling menjelajah, menari dalam kecupan yang tak mengenal malu.Amara, si wanita, terus bergerak. Seperti ucapannya lewat telepon tadi—bahwa ia

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-18
  • DIMADU TANPA RESTU   24 – Kegelisahan Amara

    Amara terlihat begitu bahagia. Sejak Wira pulang dari Surabaya, wanita itu tak pernah melepaskan diri dari dekapan sang suami. Ia memonopoli kebersamaan mereka, duduk lengket di sisi Wira di ruang makan—seolah tak ingin membiarkan satu detik pun berlalu tanpa kehadirannya.Sementara itu, Sekar hanya bisa menahan perih. Duduk di seberang meja, memandangi adegan yang menghujam hatinya seperti sembilu.Mereka mulai makan malam. Berkali-kali Amara memuji masakan Sekar, mencoba menarik perhatian Wira, bersikap seolah ia sangat menghargai kakak madunya itu.Sekar hanya tersenyum kecil, dingin dan kaku. Tidak ada lagi kehangatan di balik senyumnya.“Mas,” ucap Sekar pelan, membuka pembicaraan yang lebih serius. “Aku perhatikan selama ini Amara belum pernah memeriksakan dirinya ke dokter atau bidan. Memangnya Mas nggak penasaran dengan perkembangan janinnya?”Wira yang sedang menyuap nasi terakhirnya, tiba-tiba berhenti. Tatap

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-19

Bab terbaru

  • DIMADU TANPA RESTU   38 –Akhirnya Terkuak

    “Apa Ibu baik-baik saja?” Suara Wira menggema di lorong rumah sakit. Napasnya menderu, terdengar seperti orang yang habis berlari. Matanya cemas, menyapu wajah-wajah di sekitarnya hingga berhenti pada sosok Amara.Amara langsung menoleh, terkejut melihat kehadiran Wira. “Mas? Bukannya Mas kerja?” tanyanya, bingung sekaligus gugup.Namun sebelum Wira sempat menjawab, suara petugas rumah sakit terdengar lewat pengeras suara, memanggil nama Amara. Kini gilirannya masuk ke ruang poli kebidanan, tempat pertemuan dengan dokter spesialis kandungan.“Nanti saja bicaranya. Kita masuk dulu,” ucap Dian tegas. Ia berdiri dari bangku tunggu dan menggenggam tangan Amara dengan lembut namun mantap.Wira yang masih kebingungan akhirnya hanya bisa mengikuti langkah ibunya. Ia berjalan masuk ke ruang periksa, didampingi dua wanita yang wajahnya menyiratkan kegelisahan masing-masing.Seorang dokter kandungan menyambut mereka dengan

  • DIMADU TANPA RESTU   37 – Menjalankan Rencana

    "Ibu, apa kabar?" sapa Amara dengan suara lembut dan senyum ramah saat melihat Dian berdiri di depan pintu rumah."Baik, Amara. Wira ada?" tanya Dian dengan nada bersahabat, meski matanya tajam mengamati wajah menantu yang mulai berhasil merebut hati anaknya itu."Mas Wira lagi kerja, Bu. Ibu masuk dulu, ya. Aku buatkan minum sebentar." Ucapan Amara terdengar sangat tulus, senyum manisnya seolah ingin mengatakan bahwa dirinya pantas menggantikan posisi Sekar.Namun Dian menolak halus. "Tak usah, Amara. Ibu ke sini bukan untuk bertamu. Ibu mau minta tolong. Boleh?"Amara langsung menghentikan langkahnya menuju dapur dan kembali mendekat. "Minta tolong apa, Bu?""Hari ini ibu ada jadwal kontrol rutin. Ibu ada gejala stroke ringan, jadi harus kontrol setiap bulan. Bapak nggak bisa temani karena sedang ada urusan pekerjaan di luar kota. Wira juga nggak bisa karena kerja. Dulu biasanya Sekar yang suka menemani ibu ke rumah sakit, tapi sekarang… y

  • DIMADU TANPA RESTU   36 – Perlawanan Sekar

    Jakarta, Kediaman Orang Tua WiraSuryo dan Dian tampak terpaku di ruang tamu. Mereka saling berpandangan, tidak percaya dengan apa yang baru saja dijelaskan oleh Sekar. Kata-katanya mengguncang hati mereka, menyisakan rasa kecewa yang mendalam terhadap putra mereka, Wira, yang begitu mudah mempercayai Amara tanpa menyelidiki lebih jauh.“Jadi... selama ini kehamilan Amara itu palsu?” tanya Dian dengan suara pelan, nyaris berbisik, seolah berharap jawabannya tidak seperti yang ia duga.Sekar mengangguk perlahan. Matanya menatap lurus, suaranya tenang namun tegas. “Yang pasti, Amara tidak pernah memeriksakan diri di klinik tempat dia mengaku berobat. Kedua surat keterangan yang ia berikan terbukti palsu. Soal dia pernah hamil atau tidak, satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan memeriksakannya langsung ke dokter kandungan.”Dian mengernyitkan dahi. “Tapi bagaimana caranya, Nak? Selama ini dia tidak pernah mau dibawa

  • DIMADU TANPA RESTU   35 – Ternyata...

    Sekar berdiri terpaku di ambang pintu ruang tamu. Pandangannya tajam, namun matanya menyiratkan kelelahan. Dua pria asing di hadapannya ikut membeku, tampak sama terkejutnya melihat kehadiran perempuan itu yang tiba-tiba muncul di tengah sore yang sunyi.Tidak ada yang bicara. Hening menggantung di udara, seolah waktu berhenti sejenak. Mereka saling memandang dalam kebingungan, seakan masing-masing mencoba menebak siapa yang paling berhak berada di tempat itu.Suara langkah tergesa memecah keheningan. Amara muncul dari lorong kamar, mengenakan daster longgar dengan rambut tergerai acak-acakan. Ketika matanya menangkap sosok Sekar, ia langsung menghentikan langkah, tapi wajahnya cepat pulih dalam ekspresi congkak yang biasa.“Kamu kembali?” ucap Amara, suaranya tinggi dengan nada mengejek. Ia menegakkan dagunya. “Kupikir kamu tidak akan berani datang lagi ke rumah ini.”Sekar tidak terintimidasi sedikit pun. Ia berdiri tegak, dingin, dan mantap.“Ini rumahku, Amara. Aku lebih punya hak

  • DIMADU TANPA RESTU   34 – Tamu Misterius

    Depok, kediaman orang tua Sekar.Suara mesin mobil membuat Sekar menghentikan aktivitasnya. Ia menoleh ke arah jendela, dan matanya melebar ketika melihat mobil orang tua Wira berhenti tepat di depan rumah. Detik berikutnya, dadanya langsung bergemuruh. Apa yang mereka lakukan di sini?Meski hatinya sempat gugup, Sekar tetap menyambut kedatangan mereka dengan senyum hangat dan langkah yang ringan.“Assalamu’alaikum…” sapa Dian dan Suryo bersamaan, ramah namun berwibawa.“Wa’alaikumussalam… Ibu, Bapak, kenapa nggak ngabarin dulu kalau mau ke sini?” Sekar menyambut keduanya dengan takzim, mencium tangan mereka penuh hormat. “Lagi pula… darimana Bapak dan Ibu tahu kalau Sekar ada di sini?”Wajah Dian tersenyum, tapi matanya menyimpan sesuatu yang tak diucapkan. “Nanti saja ceritanya, ya. Kita masuk dulu.”Sekar mempersilakan mereka duduk di ruang tamu. Ia pamit sebentar ke dapur, menyiapkan minuman sambil mencoba menenangkan diri. Pertemuannya dengan mertua di momen seperti ini sungguh d

  • DIMADU TANPA RESTU   33 – Meminta Sebagai Bukti

    Jakarta, kediaman Wira.“Benar kalau Sekar pergi?” tanya Dian dengan nada penuh emosi.Wira yang masih kaget dengan kedatangan orang tuanya yang tiba-tiba, berusaha bersikap tenang.“Dia pergi atas kemauannya sendiri, Bu. Lagi pula, Sekar sudah membuat kesalahan yang fatal.”“Kesalahan apa? Memangnya apa yang sudah diperbuat Sekar hingga ia harus pergi dari rumahnya sendiri?” Suara Dian bergetar, matanya mulai berkaca-kaca.Mendengar suara itu, Amara keluar dari kamar. Ia langsung mengubah sikap, berjalan dengan anggun, lalu mengulurkan tangannya ke arah Dian dan Suryo.“Ibu dan Bapak kok nggak ngomong dulu kalau mau ke sini? Maaf, rumah agak berantakan. Soalnya aku lagi sakit, nggak bisa beresin,” ucap Amara dengan canggung, berusaha tersenyum meski wajahnya pucat.Dian yang awalnya tak memperhatikan keadaan rumah, akhirnya mengedarkan pandangannya.Benar saja, matanya membelalak menyaksikan kondisi ruang tamu, meja makan, dan dapur yang kacau. Selama Sekar tinggal di sini, rumah ini

  • DIMADU TANPA RESTU   32 – Kemarahan Rozak

    Suasana nyaman, syahdu, dan udara sejuk kini menyambut kedatangan Sekar. Mobilnya berhenti di halaman sebuah rumah yang sudah cukup lama ia tinggalkan. Terakhir kali ia menginjakkan kaki di sana adalah saat Lebaran tahun lalu, sekitar tujuh bulan silam. Itu pun hanya sebentar, tanpa sempat menginap.Sekar menghela napas panjang sebelum turun dari mobil dan melangkah mendekati pintu.“Lho, Sekar? Kapan datang?” Suara yang tak asing menggema dari belakang.Sekar membalikkan tubuh. Sosok paruh baya menyambutnya—seorang wanita dengan daster batik dan jilbab instan, tangan kanannya menenteng kantong belanjaan berisi sayur-mayur. Sepertinya ia baru saja pulang dari pasar.“Bude, apa kabar?” sapa Sekar ramah, lalu memeluk wanita itu. Dia adalah istri dari kakak kandung almarhum ayahnya.“Alhamdulillah, Bude baik. Kamu sendiri bagaimana, Nak?” tanya wanita bernama Nunung itu, menyentuh pipi Sekar dengan lembut. Ada kekhawatiran di matanya, seakan merasakan sesuatu yang tak beres.“Wira mana?”

  • DIMADU TANPA RESTU   31 – Kepergian Yang Menyakitkan

    “Jadi bagaimana rencana kamu?” tanya Vania setelah yakin Sekar sudah lebih baik dari sebelumnya.“Aku nggak tahu, Van. Aku ingin ke rumah Bude dulu. Aku pikir, suasana kampung mampu membuatku damai,” jawab Sekar, yakin.“Lalu bagaimana tanggung jawab kamu sebagai guru?” Vania benar-benar terlihat khawatir.Sekar menatap wajah Vania, tatapannya sayu penuh kelelahan. “Kebetulan anak-anak baru selesai ujian. Aku akan minta cuti untuk beberapa saat. Kalau sekolah tidak memberi izin, aku akan mengundurkan diri. Perkara nilai, bisa aku kerjakan dari Depok.”Vania menghela napas berat. Ia bisa merasakan betapa beratnya ujian hidup Sekar saat ini. Selain pengkhianatan yang datang tiba-tiba, ia juga kehilangan kepercayaan dan cinta dari suaminya.“Kalau menurutmu itu memang yang terbaik, aku mendukung, Sekar. Hanya saja aku sarankan, jangan buru-buru mengambil keputusan. Maksudku, jangan buru-buru menuntut cerai,” ucap Vania, penuh pertimbangan.Sekar mengangguk pelan. “Aku sudah pikirkan masa

  • DIMADU TANPA RESTU   30 – Akhirnya Pingsan

    PLAK!!Sebuah tamparan keras melayang ke pipi Sekar.Sekar jelas kaget. Ia memegang pipinya yang panas seraya perlahan mengangkat wajah, menatap wajah Wira.“Mas, kamu menamparku?” lirihnya, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi padanya.“Itu memang pantas untukmu, Sekar! Aku tidak menyangka kalau kau sekeji ini. Kau tahu kalau aku sangat mendambakan seorang anak, tapi kau telah membunuhnya.” Wira menatap Sekar dengan tatapan penuh amarah dan tuduhan yang menyesakkan dada.Sekar tidak mampu menahan air matanya. Tidak hanya pipinya saja yang panas, tapi hatinya juga. Bahkan hatinya jauh lebih pedih dibandingkan rasa sakit yang kini ia rasakan di pipinya.“Mas…,” ucap Sekar dengan suara gemetar. “Selama ini aku masih mencoba untuk bertahan karena aku masih percaya ada cinta di hatimu untukku. Tapi jangankan cinta, kepercayaanmu pun kini sudah punah. Bahkan kau begitu percaya pada Amara

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status