Menghabiskan waktu seharian di kantor Alex membuat Adeeva senang. Apalagi melihat pria itu sangat serius jika sedang bekerja. Adeeva sendiri memilih duduk santai di sofa dan tertidur di sana sampai akhirnya jam pulang kantor tiba.
Adeeva meminta untuk diantarkan di apartemen miliknya saja karena merasa rindu dengan suasana kamar miliknya meski sudah diubah oleh Leonel waktu itu.
“Sejujurnya aku sedih banget saat ini,” keluh Alex.
“Kenapa?”
“Darrel menyuruhku terbang ke Moskow dan akan memakan waktu semingguan di sana.”
Adeeva tersenyum penuh pengertian. “Lakukan lah jika sang Owner sudah berbicara,” balas Adeeva sambil terkekeh.
“Huuuuft! Rasanya berat sekali akan meninggalkan kekasih cantikku ini.”
Alex menatap sedih juga berat akan meninggalkan Adeeva sendirian. Apalagi permasalahan dengan Leonel belum juga selesai. Alex memiliki feeling kalau Leonel akan berlaku semena-men
Leonel saat ini lebih memilih melepaskan setir mobil guna melindungi tubuh Adeeva dengan memeluk tubuhnya erat. Apalagi Adeeva saat ini tidak memakai seatbelt hingga membuat tubuhnya gampang terguncang.Mata Adeeva merasa gelap, ia pun mencoba membuka matanya perlahan dan melihat dada bidang milik suaminya yang masih terbalut jas kerja.“Leonel,” panggil Adeeva lirih.Merasa tak ada jawaban membuat Adeeva langsung khawatir. Adeeva takut Leonel mati, tapi deru napas Leonel masih terdengar jelas di telinga Adeeva.“Leonel,” panggil Adeeva kembali.Dan tak lama Leonel mulai melonggarkan pelukan di tubuh Adeeva. Kedua manik mata mereka pun kini saling menatap satu sama lain. Suara napas memburu Leonel pun masih sangat ketara sekali saat ini.“Kau tidak apa-apa, hm?” tanya Leonel lembut.Adeeva menggeleng pelan.“Kita masih hidup kan?” tanya Adeeva memastikan jika ia masih hidup di dun
Mendengar ungkapan cinta dari Leonel membuat Adeeva justru tertawa ngakak karena merasa jika pria di depannya sedang kesambet setan.Adeeva masih belum percaya dengan ucapan Leonel karena pria ini masih gampang berubah-ubah. Habis manis terus jahat lagi.“Adeeva ….”“Stop Leonel, jangan bercanda.”“Aku serius.”“Sudahlah, aku mau tidur. Lepaskan pelukanmu.”Leonel pun melepaskan tangannya dan menatap kepergian Adeeva yang sudah hilang dibalik tembok kamar. Kenapa di saat ngomong serius justru Adeeva seakan tidak percaya?Tak mendapat jawaban apapun membuat Leonel segera merapikan kotak p3k miliknya. Leonel pun segera menyusul Adeeva ke kamar dan melihat perempuan itu yang memang sudah memejamkan mata.Leonel mendesah dan lebih memilih mandi kemudian menyusul Adeeva tidur di sampingnya.***Pagi-pagi sekali Leonel sudah bermain dengan kucing kesayangannya. Hamt
Adeeva lagi-lagi hanya merespon dengan tawanya yang begitu ngakak karena menurutnya Leonel sedang kesambet setan.Entah kenapa pria itu sejak kemarin penyakit gilanya tambah parah saja. Benar-benar harus dibawa ke rumah sakit jiwa kayaknya.“Kenapa kau tertawa Adeeva?” tanya Leonel heran.“Hahaha, kau lucu, Leonel. Sangat lucu.”“Apanya yang lucu?” tanyanya masih tidak paham.“Ya semua ucapanmu dari kemarin lucu. Kemarin malam bilang cinta. Malam ini mengatakan jika kau cemburu. Hahaha, sudahlah jangan bercanda.”“Aku tidak bercanda, Adeeva.”“Hahaha, tuhkan aku bilang apa. Kau ini bercanda terus deh. Sepertinya otakmu semakin tidak waras semenjak kena tonjok Alex.”“Shit! Jangan sebut pria lain di depanku,” ujarnya kesal.Adeeva masih menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya dengan ucapan yang keluar dari mulut Leonel. Bagi Ade
Kedua mata mereka saling menatap dan mengunci satu sama lain. Kedua telapak tangan milik Leonel kini sudah berada di atas bahu milik Adeeva yang terekspose.“Kau siap?” tanya Leonel melembut.“Hm, siap tidak siap hal ini akan terjadi kan? Apalagi kalau kau belum mengecek sendiri pasti tuduhan yang bukan-bukan akan selalu menghampiri diriku.”Leonel diam. Ia lebih memilih mengusap-ngusap bahu Adeeva yang tampak putih bersih dan sangat mulus ini.Tangan Leonel pun meraba hingga kini sampai dilipatan handuk milik Adeeva. Tanpa disadarinya ia sudah meneguk air liurnya sendiri menatap wajah Adeeva yang terlihat segar dan menggoda birahinya.Lain hal dengan Adeeva yang diam saja sambil menatap wajah Leonel itu. Jangan tanya jantung Adeeva saat ini. Rasanya jedag-jedug banget. Kaki bahkan sudah mulai lemas, dan rasanya ingin jatuh namun dengan cepat ditangkap oleh tangan kekar Leonel.“Kau baik-baik saja?” tanya Leonel yang sudah menangkap tubuh Ad
Setelah berjuang mati-matian, kini Leonel akhirnya berhasil masuk ke dalam Adeeva. Meski saat memasuki milik istrinya penuh perjuangan luar biasa sekali.Bahkan sepanjang usahanya tadi Leonel melihat sang istri terus meringis kesakitan sampai mengeluarkan air mata yang membuat Leonel tidak tega.Namun dengan sabar akhirnya Leonel terus menelesakkan miliknya hingga full masuk meski Adeeva menjerit kesakitan dan air matanya terus keluar dengan deras. Ya, Adeeva pun akhirnya menangis karena benar-benar merasakan sakit dan terkoyak luar biasa saat ini.Leonel pun benar-benar menyesal sudah menghina sang istri dengan berbagai macam kata-kata menyakitkan. Pasalnya, Leonel menyadari dan mengakui jika Adeeva memang masih virgin dan ia adalah pria pertama yang memasuki Adeeva. Ada rasa bangga tersendiri saat ini di hati Leonel.Pria mana yang tidak bahagia jika mengetahui sang istri yang sudah dinikahi ternyata masih virgin. Katakanlah ia menjadi pria egois dan br
Mendengar suara bel yang terus menerus dibunyikan pun membuat Adeeva segera bergegas turun dari atas ranjang menuju ke lemari untuk mengenakan pakaian yang menutupi tubuh polosnya.Meski jujur saja jika Adeeva masih merasakan sakit dan perih yang luar biasa saat ini namun ia tetap memaksa keluar dengan berjalan pelan.Ceklek.Wajah Adeeva langsung berubah datar saat sosok perempuan yang bernama Elizabeth datang dan masuk saja tanpa disuruh.“Leonel mana?”“Kerjalah. Dia kan bukan pengangguran.”“Hei, wanita antah berantah kau kenapa di apartemen kekasihku?”“Hahaha, kau hanya kekasihnya saja sedangkan aku istrinya.” Adeeva pun tak mau kalah menghadapi Elizabeth. Jangan harap jika Adeeva bakalan menjadi perempuan yang pasrah-pasrah saja jika ditindas sama modelan Elizabeth atau biasa yang lagi tren di negaranya dengan sebutan pelakor, ya? Ya pokoknya itulah. Adeeva akan maju memperjuangka
Adeeva masih menangis di kamar. Pasalnya tadi ia sudah berendam sejam dan menggosok-gosok seluruh tubuhnya yang terdapat tanda kiss dari Leonel. Kenapa pula bisa merata begitu coba. Adeeva kesal sama Leonel. Bahkan suara dering ponsel dari Leonel sengaja ia abaikan.“Rasain! Aku kesal!” teriaknya memaki ponsel berdering.Adeeva pun langsung terlentang kembali dan menarik selimut hingga menutupi wajahnya kemudian dibuka lagi karena bayangan semalam selalu menghantui dirinya. Bahkan semalam ia juga merasakan enak juga nikmat. Ah sial!Merasa lapar pun Adeeva bergegas turun dari ranjang dan menuju ke dapur. Matanya menangkap bekas cangkir kotor dan piring kotor. Adeeva pun segera mencucinya.“Di rumah dulu jarang nyuci piring. Yang nyuci piring pasti Bunda sama Kak Danis, lah di sini nyuci piring,” dumelnya saat menyabuni cangkir kotor itu.Mengingat hanya dua cangkir dan dua piring tak membutuhkan waktu lama untuk mencucinya,
Adeeva kini masih berpikir keras dan berhasil menemukan ide cemerlang untuk memuaskan sang suami. Adeeva pun menuntun lengan Leonel.“Kau ikut denganku,” ajak Adeeva.Leonel sendiri mengerut bingung dan tetap mengikuti istrinya yang mengajak mendekat pintu. Istrinya mau ngapain, sih.“Nah, sekarang jepitkan saja milikmu di pintu.”“APA! Kau gila Adeeva. Yang ada punyaku bengkak dan patah nanti.”“Ya terus aku harus bagaimana?”“Puaskan dengan mulutmu sama tanganmu itu.”“Aduh tanganku capek Leonel,” keluh Adeeva langsung berakting lemas. “Aku punya ide lain,” ujarnya.“Ide apa? Jangan aneh-aneh.”Adeeva menuntun keluar kamar dan menuju kamar dekat dapur. Adeeva membuka pintu kamar itu hingga membuat hamtaro berlari ke arahnya.“Kau minta bantuan sama kucing kesayanganmu itu untuk oral,” ceplos Adeeva langsun
Drrt. Drrt. Drrt.Adeeva langsung meraba-raba ke arah sembarang untuk mencari ponselnya. Apalagi ia semalam sudah menghabiskan waktu telepon berjam-jam dengan Baim. Ya, hubungan Adeeva dan Baim saat ini mulai semakin dekat juga intens. Terlebih Adeeva selalu berbinar dan senang jika sudah membahas soal Ayesha. Dan, Baim pun sudah mengetahui konflik atau keadaan Adeeva yang tidak bisa memiliki anak hingga memperboleh Ayesha untuk dianggap sebagai anak-nya. Baim merasa prihatin mendengar kisah Adeeva yang dicampakkan oleh pria bule itu. Baginya, pria seperti itu sangatlah tidak gentleman.“Halo.”“Morning,” sapa seseorang di seberang telepon sana. Adeeva yang terkejut langsung segera membuka matanya. Ia melotot tak percaya jika yang menelepon saat ini adalah Alex.Dengan susah payah, Adeeva mencoba menjawab sapaan Alex. Ia berdeham pelan dan menelan ludahnya susah payah agar kerongkongannya tidak terasa kering.“A-
Adeeva pun terkejut saat memahami ucapan Kiki. Dia langsung terpekik hingga membuatnya meloncat dari atas kasur yang membuat Kiki semakin bingung.“Bunda, seriusan Adeeva tidak ada hubungan apa-apa sama dia. Kami profesional aja sebagai pemilik kafe dan customer. Bunda ingatkan kalau Adeeva pernah cerita jika ada customer menyebalkan? Nah dia itu customernya—yang ternyata klien Ayah.”“Kok dunia bisa sesempit ini, sih?” komentar Kiki menanggapi.Adeeva pun hanya mengangkat kedua bahunya tidak tahu. Ia langsung berjalan mendekat ke arah ranjang dan duduk di depan Kiki.“Kata Ayah dia duda anak satu. Istrinya meninggal saat lahiran. Katanya pendarahan gitu, Bun. Adeeva ngelihat anaknya itu kasihan banget. Anaknya padahal cantik banget, Bun. Nasib dia malang banget enggak bisa melihat dan merasakan sesosok Ibu.”“Siapa sih nama itu customer?” tanya Kiki, penasaran.“Baim.”
Adeeva merasa canggung saat ini. Bahkan lidahnya terasa kelu untuk mengucapkan kata perpisahan. Maksudnya akan pamit pulang. Alhasil ia hanya diam mematung saja saat ini. Hingga akhirnya Baim langsung berdeham pelan dan menyuruhnya duduk.“Silakan duduk, saya enggak mau membuat seorang tamu kakinya keram karena terlalu lama berdiri.”Adeeva tersenyum, dan segera duduk. “Terima kasih.”“Hm.”Bahkan kini Baim ikut duduk di seberang Adeeva. Ia membuang muka saat Adeeva ingin menatapnya. Entah kenapa ia menjadi salah tingkah sendiri seperti ini. Bahkan Baim sudah berkali-kali berdeham untuk menetralkan rasa gugup yang dirasakannya.Tak lama, Bi Surti turun dari lantai atas. Bibirnya mengulas senyum tipis melihat interaksi yang sangat begitu kaku itu.“Bi,” panggil Baim.“Iya, ada apa? Tadi Ibu Ziva hebat banget lho bisa membuat Ayesha tertawa. Dia sepertinya nyaman digendongan Ibu Adee
Pada akhirnya Adeeva pun menerima permintaan dari sang ART itu untuk masuk ke rumah yang didesain ala mediterania. Awalnya Adeeva menolak karena ingin langsung pulang saja. Namun, melihat sang ART yang begitu memohon membuat Adeeva terpaksa mengiyakan.“Kalau boleh tahu nama Ibu siapa?” tanya ART itu dengan sopan.“Oh, nama saya Adeeva Putri Anggara, tapi panggil saja Adeeva.”“Nama yang cantik. Hampir mirip sama mamanya Ayesha, ya.”Adeeva mengerut bingung saat mendengar ucapan itu. Adeeva enggak paham kenapa ART ini seperti gencar sekali menjodohkan dirinya dengan bos-nya itu. Padahal baru juga bertemu.“Ibu Adeeva mau minum apa?” tanya ART itu, sambil menaruh bayi gembul itu ke sebuah bouncher. Adeeva yang melihat bayi itu merasa gemas sendiri. Bawaannya pengin gigit pipi yang tampak tembam itu.“Apa aja, tapi air putih saja.”“Kalau begitu saya permisi dulu mau ambi
Sudah hampir seminggu ini Adeeva tidak melihat sesosok Baim datang ke kafenya. Apalagi pertemuan terakhir dia dengan Baim berlangsung tidak baik. Entah kenapa Adeeva menjadi kepikiran saat ini.“Zia, pelanggan aneh itu enggak ke sini?”Zia menggeleng pelan. “Udah hampir semingguan ini dia enggak datang, Kak. Bahkan sore pun tidak datang.”Adeeva yang memang berjaga pagi hingga siang saja tidak tahu kondisi kafe di sore hingga malam hari. Karena Adeeva harus menemani grandma-nya di rumah. Adeeva ingin lebih banyak menghabiskan waktu bersama sang grandma. Akan tetapi hari ini ia sengaja berjaga sampai tutup kafe karena merasa penasaran dengan pria bernama Baim itu.“Apa dia malu mau datang ke sini lagi setelah tahu kalau aku anaknya dari pemilik kafe?” gumam Adeeva, menerka-nerka. “Tapikan kalau emang suka makan di sini tinggal datang aja seperti biasa. Enggak usah pikirin soal keributan kemarin dong. Ih engga
Adeeva menatap bingung ke arah pria itu. Bahkan saat pria itu telepon dengan seseorang menggunakan bahasa sunda membuat Adeeva hanya mengerutkan kening bingung. Pasalnya ia tidak tahu arti yang diucapkan pria yang entah siapa namanya.Setelah selesai berbicara. Pria itu langsung berbalik badan dan menatap Adeeva sengit. Karena ia sudah pasti akan menang dari cewek tengil di depannya ini.“Kita tunggu sebentar lagi pemilik kafe ini akan datang,” ucapnya dengan gaya watados-nya.Adeeva semakin mengerutkan kening bingung kala mendengar ucapan ngawur pria itu. Pemilik kafe-nya ia sendiri. Memangnya menunggu siapa? Apa menunggu ayah Ryan?“Oh ya? Memang siapa nama pemilik kafe ini?” tantang Adeeva, jemawa.“Tentu Pak Ryan Anggara.”“Hahaha, itu Ayah saya.”“Halah, ngaku-ngaku kamu. Bawahan aja bisa belagu begini, ya. Anaknya Pak Ryan itu di luar negeri ikut suaminya. Masa anaknya
Mau tidak mau saat ini Adeeva maju sendiri untuk melayani customer aneh itu. Adeeva sudah siap mendengarkan semua menu pesanan dari mulutnya. Namun, sudah berdiri sekitar sepuluh menitan tidak ada ucapan apapun dari mulut pria itu yang membuat Adeeva dongkol.“Bapak mau pesan apa?” tanya Adeeva kemudian.Tetap saja Adeeva hanya didiamkan oleh pria itu. Dia lebih sibuk membolak-balik buku menu dan dilakukannya berulang yang membuat kepala Adeeva terburu mengebul mengeluarkan asap putih.“Ekhem! Bapak ingin pesan apa? Dari tadi saya perhatikan kalau Bapak hanya membolak-balik buku menu tanpa mau memesan.”Adeeva terkejut kala pria itu justru menaruh buku menu dan berdiri menghadap ke tubuh Adeeva yang tingginya benar-benar lumayan. Adeeva saja sedada pria itu hingga membuatnya langsung mendongak.“Pelayan cerewet! Kemarin-kemarin saja tidak ada kamu suasana kafe ini aman. Saya pikir kamu dipecat hingga saya merasa lega.
Selesai berdiskusi soal harta warisan milik Marinka. Kini Adeeva sudah memutuskan dengan sangat bulat jika seluruh harta yang dimilikinya akan ia sumbangkan ke sebuah yayasan. Awalnya, pengacara itu terus membujuk Adeeva untuk terus meneruskan dan mengelola, namun mengingat kata-kata Leonel yang menyakitkan membuatnya benar-benar bulat untuk menyerahkan ke tempat yang tepat. Lagipula jika harta itu diberikan pahala akan mengalir ke Marinka bukan? Dan, Adeeva akan hidup tenang di negaranya sendiri.Selesai urusan harta warisan selesai, Adeeva segera mengurus tiket penerbangan ke Indonesia. Ia tidak sudi menghadiri acara pernikahan sang mantan itu. Adeeva ngeri nanti di sana harga dirinya akan diinjak-injak oleh Leonel ataupun Elizabeth.Entah kenapa sejak pertemuan terakhirnya di depan pintu kamar hotel dengan Alex, pria itu mendadak tidak bisa dihubungi. Padahal Adeeva hanya ingin pamit pergi pulang ke Indonesia. Entah kenapa pria-pria di sini semuanya membuat hati Ade
Alex tersenyum miring kala melihat Leonel meneleponnya. Pria itu segera mengambil dan mengangkat ponselnya dengan gayanya yang sangat santai.“Halo,” sahut Alex dengan santai.“Alex, apa maksudmu pergi bersama Adeeva ke toko tas? Apa emang kalian sengaja membuntutiku?”Mendengar itu sontak Alex langsung tertawa terbahak-bahak, dan cerdiknya Alex telah meloudspeaker panggilan telepon dengan Leonel hingga Adeeva bisa mendengarnya dengan jelas.Alex melihat jika Adeeva ingin menyahuti ucapan Leonel. Namun, Alex menggelengkan kepalanya kepada Adeeva untuk memberikan tanda jika tidak usah terpancing ucapan Leonel yang memang selalu mencari perhatian dirinya—khususnya Adeeva.“Kau benar-benar sangat percaya diri sekali Leon! Aku datang ke toko tas karena memang ingin menjemput kekasihku.”“Apa! Kau sengaja berkata seperti ini agar aku cemburu? Hahaha, itu tidak akan bisa kalian lakukan.”