Home / Romansa / DIRTY ROMANCE / BERTEMU CALON MERTUA

Share

BERTEMU CALON MERTUA

Author: Kumara
last update Last Updated: 2021-06-17 09:30:55

Selama satu jam lamanya Janu merenung di dekat jendela kamarnya yang sepi. Dia teringat kembali dengan keputusan nekadnya untuk menikahi Mika.

Seakan tengah mempermainkan makna pernikahan, dia sedikit menyesali janji yang dia buat. Dia garuk kepalanya dengan gusar.

Setelah menarik napas panjang, dia tebarkan pandangan ke sekitar apartemennya yang gelap gulita. Hanya terdapat bias cahaya lampu dari kamar mandi yang menjadi satu-satunya sumber pencahayaan.

Pria penyendiri ini memang jarang menyalakan lampu di malam hari. Rumahnya yang berbau kayu dan penuh buku itu dia biarkan selalu tampak tak berpenghuni. Sisa kehangatan seorang wanita sudah memudar di dalam kegelapannya.

Mendadak saja hati Janu terasa sesak, dia ingat lagi sosok yang telah membuatnya menjadi semuram ini. Dan hebatnya, wanita itu sudah menikah. Melanjutkan hidupnya. Tak seperti Janu yang sepertinya akan terus dihantui kenangan dan mimpi buruk.

"Brengsek ..." Tanpa bisa dikendalikan, secara alami mulut Janu mengeluarkan umpatan.

Entah bagaimana cara wanita keji itu bisa melanjutkan hidup seolah tak ada apa-apa, dan suaminya sanggup menerima segala keburukan di dalam dirinya. Lantaran dia seorang, Janu seumur hidup tak akan bisa memiliki kehidupan normal. Sesuatu di hidupnya yang paling berharga sudah dihancurkan. Dan tak ada siapapun yang bisa mengubahnya.

Ketika dia masih sibuk melamun mengingat wajah mantan kekasih terburuknya, tiba-tiba saja ponsel pintarnya berbunyi. Masuk sebuah panggilan dari sebuah nomor kontak yang tak asing.

"Ha ... kenapa, Ma?" Janu mengangkat panggilan itu setengah hati. Dia memang kerap menghindar dari teror ibunya yang tak henti-henti.

"Emangnya Mama nggak boleh telpon kamu? Kenapa kamu nggak balas pesan Mama?!" Ibunya protes dari ujung sana.

"Ya karena aku bosan sama pertanyaan Mama." Janu menjawab cuek, ibunya makin menyebalkan sejak ayahnya meninggal beberapa tahun yang lalu. Dia menjadi ibu posesif yang selalu mau tau urusan anaknya, mirip ibu pengangguran yang kesepian. Janu paham situasinya, tapi belakangan sikap ibunya memang makin keterlaluan.

"Kamu ini kenapa sih, Jan?! Mama kan mama kamu, wajar kalau Mama cemas. Kamu liat nggak? Mantan kamu, Ratih. Dia udah nikah!"

Otomatis Janu memijat pelipisnya. Dia terbakar tiap kali nama itu disebut. Sudah agak lama dia menahan pikirannya itu tak mencetuskan nama itu. Belum lagi, soal ini sudah basi, dia sudah tahu sejak seminggu lalu.

"Ya terus kenapa? Biar aja. Dia kan udah dewasa, biar aja dia lanjutkan hidupnya."

"Ya terus kamu kapan?! Hah?! Ingat, Jan. Umur kamu sudah mau tiga puluh. Kamu sudah matang, tau? Sudah waktunya kamu nikah kayak si Ratih. Mama juga pingin punya cucu!"

Janu meraih bungkus rokok dari ujung mejanya, lagi-lagi pertanyaan serupa mencekoki dirinya. Dia nyalakan pemantik lalu mengisap dalam-dalam satu batang rokok.

"Kamu nggak mau jawab pertanyaan Mama, Jan?!" desak Mama tak sabaran.

Janu membuka jendelanya lebih lebar agar asap rokoknya bisa terbang keluar. Tanpa semangat sama sekali dia menyahut, "Aku udah ada niat untuk menikah, kok."

"Hah?!!! Yang benar kamu?!! Siapa?! Siapa pacar kamu?!" Mama bertanya dengan suara ditinggikan.

"Besok aja sekalian ketemu langsung. Mama siap-siap aja. Aku mau ajak dia makan siang bareng. Mama bisa kan siapin semuanya?"

"Pastinya, Janu! Pasti! Mama nggak nyangka loh! Kebetulan banget malam ini Mama telpon kamu. Tiba-tiba kamu bilang udah punya pacar, Mama kira kamu nggak akan pernah punya pacar lagi, loh!"

Janu cuma bisa menghela napas pasrah. Seperti benang takdir, semuanya saling mengikat. Tepat setelah Ratih menikah, ibunya mendesak dia pula untuk menikah, dan ada Mika yang akan dia nikahi. Meski pernikahan itu tak serius sebenarnya, tapi rasanya, semua sudah diatur oleh alam. Apa mau dikata, Janu cuma bisa ikut arus. Apa yang akan terjadi, terjadilah.

***

Mika membasahi bibirnya yang kering dengan saliva. Saking gugupnya, sejak tadi keringat mengucur agak banyak di pelipis dan lehernya.

"Santai aja, ibu saya bukan orang aneh, kok." Janu yang menyetir santai di samping Mika seakan bisa membaca pikiran gadis itu.

"Nggak tau, Pak ..."

"Jangan panggil 'pak', dong." Janu memotong kalimat Mika. "Kita harus keliatan alami sebagai pasangan. Panggil aja 'mas' atau 'sayang', ngomong santai aja," katanya lagi.

Mika menelan salivanya lebih berat. Memanggil mantan wali kelasnya sendiri sebagai 'sayang'? Hal ini tak pernah dia pikirkan, terbersit satu detik di kepala pun tidak.

"Ba ... baik, Mas kalau gitu." Mika menurut walau pipinya terasa akan terbakar.

"Kamu udah yakin kan sama keputusan kamu? Kalau sekali setuju, kamu nggak akan bisa mundur lagi. Ini bukan kontrak main-main."

"Iya, soal itu saya ..., eh, aku ... udah yakin. Aku mau kuliah. Menikah empat tahun bukan masalah." Mika mengangguk setuju. "Cuma ..., apa Mas juga yakin? Kenapa Mas mau melakukan hal sejauh ini cuma untuk aku?"

"Jangan berpikir aneh-aneh. Orang tua aku juga udah menuntut aku untuk nikah. Jadi aku pikir, kita sama-sama diuntungkan, kok. Setelah kita cerai nanti, mungkin dia bakal sadar dan nggak akan menuntut aku buat nikah lagi."

Sejenak Mika tercenung. "Tapi ..., kenapa Mas nggak nikah sungguhan aja? Mas kan pasti bisa cari calon istri beneran. Kenapa nggak mau nikah selamanya?" selidik Mika penasaran.

"Soal itu kurasa kamu nggak perlu tau," tegas Janu tiba-tiba berubah sikap menjadi dingin.

"Maaf Mas, aku lancang. Aku nggak akan tanya hal privasi lagi."

"Udahlah. Lupakan aja. Tujuanku cuma mau bantu kamu. Kamu murid berprestasi. Kamu punya impian dan tujuan mulia. Kamu cukup pikirkan sekolah aja nanti. Fokus. Soal hubungan kita ..., nggak akan terjadi apa-apa. Aku nggak akan berusaha untuk membuat kamu suka sama aku. Tenang aja, kita bakal hidup masing-masing di atas atap yang sama. Kamu bisa punya pacar sendiri. Aku nggak akan melarang, asal nggak ada orang yang tau."

"Hah? Pacar?"

"Ya. Bilang aja dia selingkuhan kamu. Bilang aja kalau pernikahan kita udah retak. Setelah kita cerai, kamu bisa nikah sama pacar kamu yang sebenarnya. Mudah, kan?" Janu tersenyum pahit.

Entah bagaimana, penjelasan Janu barusan membuat hati Mika sedih. Sekalipun pernikahan ini hanya kedok, tapi rasanya dia tak akan berselingkuh. "Mana mungkinlah ada cowok yang mau pacaran sama perempuan yang udah nikah." Mika mendesis.

"Kamu terlalu naif. Yang pacaran sama ibu-ibu aja banyak. Apalagi kamu, kamu muda, cantik, manis. Pasti di kampus nanti banyak yang ngecengin kamu."

Mika terdiam, dia tersipu dan wajahnya memerah. Barusan Janu seolah memberinya pujian tanpa dia sadari.

"Yup. Kita udah sampai. Jangan sampe salah ngomong, ya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DIRTY ROMANCE   JALAN YANG DITAKDIRKAN

    "Bisa kita bicara bentar?" tanya Janu lagi, mulai mendesak.Rossa melirik om dan tantenya lagi. "Sebentar ya, Om," katanya."Jangan lama. Sebentar lagi jadwal penerbangan kita!" tegas sang Om.Rossa mengangguk pelan lalu ikut berjalan bersama Janu menuju pintu keluar bandara. Untuk beberapa lama mereka hanya berdiri berhadapan saling memandang seolah menunggu siapa yang akan bicara lebih dulu."Kamu harus betul-betul pergi sekarang?" tanya Janu akhirnya."Ya. Kayak yang aku bilang kemarin di rumah Bapak, om aku pindah tugas ke Kalimantan.""Kamu nggak akan kembali lagi?"Helaan napas Rossa menjadi lebih panjang. "Aku nggak tau soal itu, belum aku pikirkan.""Bukannya kamu bilang kamu mau lepas dari jerat om kamu? Terus kenapa kamu ikut pergi?"Alih-alih terharu dengan perhatian yang diberikan Janu, amarah Rossa justru meninggi. "Emangnya ada pilihan lain buat aku?! Emangnya aku udah lulus?! Selama aku masih di bawah peng

  • DIRTY ROMANCE   LOVE WILL FIND A WAY

    Hampir satu menit lamanya Mika terdiam memandang pintu rumah bundanya dengan mata kosong. Apa yang terjadi terakhir kali mereka jumpa masih membebani hati, tapi dia kuatkan juga niatnya lantas mengetuk pintu kemudian."Bun ... Bunda ..." sapa Mika ragu-ragu.Ternyata sang Bunda tengah memasak di dapur ketika pintu dibuka oleh Mika sebab tak dikunci. "Mika! Bunda kira kamu nggak akan ke sini lagi ..." ucap Bunda terlihat agak canggung."Ya Bunda juga nggak berusaha untuk menghubungi aku," sahut Mika sambil duduk di sofa tua.Kompor yang masih menyala dipadamkan lebih dulu untuk kemudian Bunda ikut bergabung dengan Mika di ruang depan. "Mika ..." Suara bunda Mika terdengar lesu. "Bunda malu," ungkapnya sambil duduk di depan Mika."O, Bunda masih bisa ngerasa kayak gitu? Wajarlah," sahut Mika agak sinis, amarahnya belum padam sepenuhnya."Kamu ke sini mau ngomel-ngomel lagi? Bunda kan udah mengakui kesalahan ...""Nggak, kok. Aku juga ud

  • DIRTY ROMANCE   KETERBUKAAN

    "Mas baru pulang?" sapa Mika yang sedang menuruni tangga untuk ke dapur, dan tepat saat itu pintu utama terbuka dan Janu masuk dengan muka datar.Sesaat Janu cuma terdiam, menatap Mika dengan wajah tanpa ekspresi. Yang terbayang di pikirannya hanya pengakuan Rossa tadi. Perlukah untuk menanyakannya langsung kepada Mika? Janu sendiri tak tahu mesti berbuat apa sekarang."Mas kenapa? Mau makan? Aku siapkan dulu ya." Mika yang kebingungan pun bergegas untuk mencairkan suasana yang kaku.Setelah Mika sampai di pantri, Janu ikut menghampiri. Dia kumpulkan nyali untuk membuka keresahan yang tertimbun di dadanya. "Ka ...""Hm?" toleh Mika terheran-heran. "Mas mau minum teh?"Janu menggeleng. "Ada sesuatu yang serius yang harus Mas tanyakan ke kamu,""Apa? Ngomong aja, Mas. Ada apa?" Mika menunggu dengan perasaan tak nyaman dan was-was."Kamu ada hubungan sama Raga?" tanya Janu tepat pada sasaran.Seketika wajah Mika memucat, tangannya

  • DIRTY ROMANCE   KEPUTUSAN MENDADAK

    Rossa sedang asyik membaca sebuah novel ketika pintu kamarnya dibuka oleh tantenya."Kamu nggak belajar, Ros?" tanya tante Rossa pelan."Udah tadi. Mau rehat sebentar, Tan," sahut Rossa tanpa beralih dari novel yang dia pegang.Tante Rossa menarik napas sebentar lalu duduk di tepi tempat tidur Rossa. "Ros ... Tante mau ngomong sesuatu sama kamu, om kamu belum cerita ya?""Hm?" toleh Rossa penasaran."Itu ..." Tante Rossa menggaruk tengkuknya ragu-ragu. "Om kamu pindah tugas, Ros. Kayaknya kita bakal pindah bulan depan."Novel di tangan Rossa otomatis berpindah ke atas kasur, sejenak tubuh Rossa membeku. "Hah?! Pindah gimana? Ke mana?!" Matanya melotot, mukanya mulai pucat."Ya ke luar kota," jawab Tante dengan entengnya. "Ke Kalimantan.""Kalimantan?! Jauh banget!" pekik Rossa panik. "Terus sekolah aku gimana, Tan?!""Ya mau nggak mau kamu harus ikut pindah. Ini om kamu nanti mau ke sekolah kamu buat ngurus perpindahan."

  • DIRTY ROMANCE   LUKA BELUM SEMBUH

    Air muka Raga sedikit berubah mendapat pertanyaan bernada seperti itu dari Mika. "Kenapa kamu penasaran?""Jangan salah paham, ya! Bukan ada maksud aku buat ... menggoda kamu! Jangan mikir ke arah sana!" ujar Mika langsung membuat klarifikasi."Hm, siapa juga yang bilang kamu menggoda aku? Nggak ada yang bilang begitu, berarti kan kamu yang ngarep aku mikir ke arah sana.""Heh! Enak aja! Maksud aku tuh ... kamu kan udah ditinggal sama mantan tunangan kamu, apa iya kamu nggak pernah terpikir tentang dia?"Ekspresi Raga terlihat menjadi lebih murung ketimbang sebelumnya, wajah milik seseorang terbayang di benaknya, seseorang yang sudah setengah mati dia coba untuk lupakan."Nggak perlu dibahas," tandas Raga tegas."Kenapa?" Mika masih penasaran."Kalau kamu cuma penasaran doang, jangan ditanya. Kecuali kamu mau bantu aku buat melupakan dia."Mika tertohok mendengar serangan mendadak dari Raga, maka tak dia lanjutkan lagi rasa ing

  • DIRTY ROMANCE   BUNDA SAMA SAJA

    Menjelang mendekati rumah ibunya, langkah Mika perlahan melambat sebab dia sadari ada sesuatu yang lain di depan pintu rumah ibunya, terdapat sepasang sepatu asing di teras. Sepasang sepatu laki-laki.Kayak bukan sepatu Ayah, dan kalaupun Ayah, ngapain dia di sini?batin Mika terheran-heran. Dia melangkah lebih dekat, dan dia dengar suara dari dalam. Sayup-sayup mulanya, tapi lama-lama kian keras."Kamu bilang mau kasih uang itu secepatnya buat aku!"Suara seorang laki-laki, hati Mika berdegup ganjil. Suara itu tidak dia kenali."Kamu tau kan? Anak aku juga perlu kuliah, dia nggak bisa minta uang dari suaminya terus ..."Kenapa cara bicara Bunda lain banget?batin Mika lagi."Itu bukan urusan aku! Kamu kira uang lima ratus ribu aja cukup?!"Mendengar suara pria itu meninggi dan menjadi lebih intens, Mika langsung membuka pintu tanpa pikir panjang. Seketika dia membeku tatkala dilihatnya ibunya sedang berdua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status