"Aah ... sssh ..." Suara desahan dan nafas memburu terdengar di sebuah kamar hotel.
Terlihat kedua insan sangat menikmati permainan panas mereka, tanpa menggunakan sehelai pakaian.
"Lagi, Sayang. Ini begitu nikmat ..." Terdengar kembali suara desahan, di telinga seorang wanita yang sedang berdiri di pintu kamar.
Wanita menggunakan dress putih itu sudah berdiri sejak 30 menit yang lalu, ia hanya bisa menahan suara tangisannya.
"Rey, apa kamu yakin Laura nggak bakal mengetahui semua ini? Kamu gak akan menyesal selingkuh darinya?"
"Santai saja, aku pandai dalam hal berbohong," ujar Rey dengan lantang. "Aku nggak mungkin pacaran dengan wanita yang memiliki trauma terbesar dalam hidupnya. Bukan jadi senang, dia akan menjadi beban dalam hidupku!" Lanjutnya.
Air mata dari wanita yang bernama Laura itu mengalir semakin deras, tetapi ia hanya menangis dalam diam tanpa mengeluarkan suara.
Laura Agnes Cleopatra adalah kekasih dari Rery Geffrey Edric, mereka berpacaran sudah tujuh tahun dan Laura begitu mencintai Rey.
Tetapi di malam ulang tahunnya, Rey memberikan kado yang terburuk dalam hidup Laura, yang jelas akan diingat terus olehnya.
"Seharusnya aku yang bertanya kepadamu, apakah kamu nggak takut persahabatan kalian hancur?" tanya Rey.
Wanita yang berada di atas tubuh Rey itu tertawa cukup keras. "Sahabat? Aku hanya ingin berteman karena dia pintar, dia juga terlalu polos untuk bisa dimanfaatkan!"
Tangan Laura terjulur menyentuh gagang pintu kamar, dan dengan gerakan cepat, ia langsung membuka pintu kamar, menimbulkan bunyi yang begitu keras dan membuat kedua sejoli itu langsung terkejut.
Bergegas, Laura memberikan sebuah tamparan ke wajah wanita yang selama ini ia anggap sebagai sahabatnya, membuat kedua pasangan itu terkejut.
"Laura!" panggil Rey.
"Sedang apa kamu di sini?" Rey langsung berdiri dan menggunakan handuk untuk menutupi bagian bawah tubuhnya.
Laura melangkah mundur ketika melihat Rey maju ke arahnya, namun ia tak gentar.
"Seharusnya aku yang tanya kepadamu! Apa yang kamu lakukan bersama Emily, Rey!?" tanya Laura lantang, sembari mengepalkan tangannya dengan kuat, berusaha menahan amarah.
Rey meraih tangan Laura dengan cepat. "Kita harus bicara," pinta Rey.
Dengan kasar, Laura menepis tangan Rey. "Tentang apa?" tanya Laura dengan tatapan penuh kebencian. "Fakta bahwa kamu menipuku? Atau kamu membodohiku? Dalam hati, aku tahu bahwa kamu sebenarnya tak mencintaiku, tapi ini... bukan begini caranya, Rey. Ini menjijikan!" tegasnya.
Laura akhirnya meledak. Wanita itu sudah tak kuasa menahan perilaku pria yang selama ini masih ia percaya. Laura mengepalkan kedua tangannya, berusaha menahan air matanya. "Berkat perselingkuhan bodohmu ini, tujuh tahun hidupku denganmu telah menjadi mimpi buruk dalam sekejap!"
Karena sang pria tak menunjukkan sedikitpun reaksi, Laura pun maju selangkah dan menatap Rey dengan tajam. "Jika begini caranya, biar kutunjukkan padamu rasanya kehilangan segalanya."
Mendengar gaduh di depan pintu, seorang wanita yang sedari tadi berbaring di ranjang pun keluar dan menghampiri, Laura. Itu adalah Emily, sahabatnya yang kini menikam Laura dari belakang.
Wanita itu berjalan ke arah Laura dan Rey yang masih berhadapan. Namun, begitu ia datang, tangannya melingkar sempurna pada lengan Rey. "Heh, Laura. Seharusnya kamu itu sadar diri, kenapa Rey sampai selingkuh!" tegas Emily.
Laura menatap Emily dengan tajam. "Aku tak bicara denganmu, Emily. Kalian berdua sama saja, seperti sampah bertemu dengan sampah." tegasnya.
Rey mendorong tubuh Laura menjauh. "Jangan berteriak di hadapan Emily. Memangnya kamu bisa berikan aku apa? Gandeng tangan? Memangnya kita hidup di zaman baheula!?" Rey melangkah maju ke arah Laura.
Plak!
Tak kuasa, Laura akhirnya menggunakan tangan kecilnya untuk menampar mantan pacarnya.
"Maaf jika aku bukan wanita murahan seperti Emily yang bisa kamu mainkan sesuka hatimu!"
Laura tidak pernah menyangka, Emily Evadne Jolie yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri oleh Laura, begitu tega menusuknya dari belakang.
Selama ini, Laura berpikir hubungan mereka bertiga baik-baik saja, bahkan Emily begitu senang jika melihat Laura dan Rey bersama.
Tetapi di balik kesenangan itu ada racun yang Emily simpan, sahabatnya diam-diam selingkuh dengan Rey dan selama ini mereka hanya melakukan drama di depan Laura.
"Kamu sebut aku wanita murahan? Apa kamu lupa? Kamu itu terlahir dari rahim seorang wanita penghibur!"
Detik itu juga, Laura merasakan jantungnya berdetak semakin cepat, emosi sudah benar-benar membuncah di dadanya. Sahabatnya sendiri, membawa-bawa ibu Laura, yang membangun kembali memori buruk di kepalanya.
"Emily!" teriak Laura. "Jangan menyebut nama ibuku dengan mulut kotormu!" lanjutnya.
"Bukankah benar yang dikatakan Emily, ibu kamu saja ditemukan tewas di sebuah kamar hotel tanpa menggunakan–"
"Berhenti! Aku tak ingin berurusan dengan kalian lagi!" tegas Laura.
Wanita cantik itu langsung pergi dari sana dengan air mata yang terus saja mengalir tanpa henti.
Masa lalu ibunya kembali teringat jelas di dalam pikirannya. Di malam itu, seorang petugas polisi menghubunginya dan mengabarkan bahwa sang ibu telah ditemukan tewas di sebuah kamar hotel bersama seorang pria dalam keadaan tak memakai sehelai benangpun.
Sementara Laura, harus merasa sedih dan menanggung malu di saat yang bersamaan. Keluarganya hancur ketika sang ayah ditahan karena kasus korupsi dan sang ibu yang bunuh diri karena overdosis obat terlarang.
Karena Laura terus berlari, dan tak tahu ingin kemana, Laura akhirnya menghentikan langkah kakinya di sebuah bar dalam hotel. Dengan tatapan kosong, ia masuk ke dalam dan duduk di depan meja bar.
"Kenapa jadi seperti ini?"
Wanita cantik itu selalu berharap, jika kehidupan keluarganya hancur, setidaknya kehidupan percintaannya baik-baik saja.
Laura selalu membanggakan Rey, apa yang pria itu inginkan selalu Laura berikan. Bahkan, ia juga membiayai kuliah sang kekasih.
Karena hubungan mereka tidak pernah direstui oleh kedua orang tua Rey, hal itu membuat Rey keluar dari rumah dan tinggal di apartemen milik Laura.
"Apakah yang aku berikan selama ini kurang? sampai-sampai dia tidur dengan wanita lain, bahkan sahabatku sendiri?" gumam Laura sembari menatap segelas alkohol yang ia pesan.
Sudah lebih dari empat tahun sejak Laura terakhir menyentuh minuman alkohol, tetapi saat ini, jelas ia membutuhkannya. Ia ingin melupakan segalanya.
Tanpa berpikir panjang Laura meneguk minuman dengan rasa pahit tersebut.
Laura hanya ingin menikmati malam ini dan menghilangkan semua rasa sakit hatinya, ia tidak ingin menangis hanya untuk seorang pria seperti Rey.
Hilang kendali, Laura terus memesan minuman, hingga tak sadar, dirinya meneguk satu botol alkohol sampai habis.
Kepalanya terasa begitu pening, ia tidak bisa menatap dengan jelas. Merasa lelah, Laura pun bergegas. Tangannya bergerak mengambil beberapa lembar uang di dalam tas dan memberikannya kepada bartender.
Sembari berjalan sempoyongan, Laura perpegangan dengan dinding, berusaha tetap sadar.
Akhirnya, Laura membuka pintu kamar, lalu menguncinya. Wanita itu bergegas menuju kasur. Tapi, kakinya justru tersandung. "Siapa yang menaruh lemari di sini? Sejak kapan isi dalam apartemen ini berubah?" tanya Laura.
Tanpa menyalakan lampu dan rasa mabuk yang begitu berat, Laura membuka pakaiannya, menyisakan pakaian dalam saja.
Ia kemudian naik ke atas kasur dan masih minum dari botol minuman yang sedari tadi di tangannya. "Kenapa gulingnya bisa berbentuk seperti ini?"
Tangannya bergerak memegang sesuatu di depannya, ia terkejut ketika tubuhnya ditarik hingga ia berdiri dengan tegak.
Bukankah itu Rey?
"Heh, Rery Geffrey Edric! Kamu menguntit aku? Aku sudah bilang, aku gak mau berurusan lagi dengan kam-- hmph!"
Kala Laura belum sempat menyelesaikan kalimatnya, sebuah bibir membungkamnya, dan menciumnya dalam. Detik itu juga, Laura terlarut dalam permainan bibir dan juga sentuhan halus dari pria itu.
Keterangan dari dokter membuat Laura terdiam, karena hampir saja ia kehilangan bayinya."Kesehatan kamu begitu penting. Karena jika kesehatan kamu menurun, maka dipastikan bayi di dalam kandungan kamu tidak akan baik-baik saja," ujar dokter.Laura hanya terdiam. Ia terlalu memikirkan hubungannya dengan Sean, sampai melupakan bahwa dirinya sedang tidak sendiri.Setelah dokter keluar, Laura menatap ke arah Raisa. "Tolong tinggalkan aku sendiri, karena saat ini aku benar-benar ingin sendiri," pintanya.Tatapannya beralih ke tangan yang digenggam erat oleh Raisa. "Jangan memikirkan apapun, aku tidak ingin kamu kenapa-kenapa."Walaupun baru pertama kali bertemu, tetapi Raisa sudah menganggap Laura sebagai saudaranya sendiri.Setelah Raisa keluar, Laura turun dari kasur dan menatap pantulan dirinya di cermin. "Maafkan aku, belum bisa menjaga dirimu baik-baik."Tangannya bergerak mengelus perut yang perlahan mulai membesar, ia selalu merasa merasa bersalah kepada anak yang masih belum diteri
Ruangan makan terlihat begitu sepi, hanya ada beberapa karyawan dan OB yang tersisa, karena sudah pergantian sift.Dikarenakan staf OB yang masih kurang, membuat mereka harus bekerja full selama satu hari dan dihari berikut mereka akan libur.Malam sudah larut, Laura dan Raisa ke kantin perusahaan dan bersiap untuk makan malam.Tetap ia berlari dan bersembunyi ketika melihat Emily, rambutnya yang basah dan terlihat jelas bahwa dirinya baru selesai mandi."Apakah aku harus mengakhiri semua ini? Apakah sudah saatnya aku melupakannya, tetapi begitu berat menerima semua yang telah terjadi.""Apakah dia tidur dengan suamimu?" tanya Raisa.Saat melihat Laura bersembunyi, Raisa juga ikut bersembunyi bersamanya, bahkan ia juga menatap Emily yang asyik mengambil makanan sambil tersenyum.Laura terdiam cukup lama hingga sentuhan dari tangan Raisa membuatnya sedikit terkejut.Hembusan nafas berat terdengar dari arah Laura. "Ada apa?" Raisa kembali memberikan pertanyaan yang sama."Aku bingung ha
Ternyata bukan awal yang baik untuk pekerjaan barunya, ini adalah awal yang buruk.Laura memang diterima baik oleh rekan kerjanya, tetapi tempatnya bekerja begitu melelahkan.Ia harus melayani tamu yang menelfonnya setiap menit, bahkan tidak memberikannya waktu untuk beristirahat."Laura, kamar 601, tolong bersihkan kamar mandinya!"Ingin membantah tetapi hal itu tidak mungkin ia lakukan, karena ini hari pertamanya bekerja.Tubuhnya menegang ditempat, ketika melihat pria yang begitu ia cintai berjalan masuk ke kamar 601 dengan wanita yang ia kenal.Tubuhnya lemas, kepalanya terasa begitu pening. "Laura, kamu baik-baik saja?"Robert ketua OB yang baru saja keluar dari ruangan, terkejut melihat Laura yang hampir terjatuh."Aku baik-baik saja, terima kasih pak."Dengan langkah pelan dan tubuh yang masih gemetar, Laura mencoba untuk melangkah maju ke depan.Salivanya susah untuk ditelan, ia mencoba untuk bertahan dan melihat apa yang mereka lakukan.Tetapi ia tidak bisa masuk hingga sampa
Keduanya duduk saling menatap satu sama lain, tetapi berbeda dengan tatapan dari Diandra."Kamu hamil?" tanya Diandra.Laura benar-benar merasa sial, ia tidak pernah berpikir akan bertemu dengan Diandra di tempat kerjanya."Anak Sean? Atau anak orang lain?"Jantungnya berdetak jauh lebih cepat, ia tidak mungkin menjawab bahwa bayi yang berada di dalam perutnya adalah anak orang lain."Aku punya sebuah cerita. Waktu itu aku ingin mengatakannya, tetapi dicegat oleh Sean," jelas Diandra.Ekspresi wanita cantik itu berubah menjadi serius, menunggu ucapan selanjutnya dari wanita di hadapannya."Tahukah kamu, kenapa Sean tidak pernah melupakanku, karena anaknya pernah ada di rahimku!" tegasnya.Seketika Laura merasa dunianya runtuh, ia tidak pernah menyangka dengan ucapan yang keluar dari mulut Diandra.Wanita di hadapannya itu tertawa. "Kamu pasti tidak percaya dengan apa yang aku katakan, benar?""Jelaskan saja apa yang ingin kamu katakan, Diandra!"Diandra mengatakan, bahwa anak yang ber
Pagi yang begitu cerah dan awal yang indah bagi Laura untuk memulai aktivitasnya.Hari ini adalah hari pertamanya untuk masuk kerja, ia bangun lebih awal dan mempersiapkan diri untuk menghadapi semua rekan kerja di tempat yang baru."Aku nggak pernah meminta dan berharap yang lain, aku hanya berharap agar semua orang di tempat kerjaku dapat menerima aku apa adanya.Laura melangkahkan kakinya keluar dari kontrakan dan berjalan menuju ke tempat kerja.Hanya membutuhkan waktu beberapa menit, ia tiba di tempat kerjanya yang baru.Terlihat seorang wanita cantik yang sedang menatap ke arahnya sambil tersenyum ramah ke arahnya."Laura?" tanyanya.Anggukkan kepalanya pelan. "Iya, saya Laura.""Hai, nama saya Sinta dan saya sebegai menejer di sini," jelasnya.Tanpa menunggu lama Laura langsung membalas jabatan tangan dari atasannya."Mari, ikut saya ke ruangan."Selama langkah kakinya menuju ke ruangan sang atasan, ia bertegur sapa dengan para karyawan yang sudah tiba lebih dulu."Saya sudah m
Beberapa hari setelah keluar dari kantor, Laura benar-benar menjalani hari-harinya sendiri tanpa ditemani oleh sang kekasih.Kekasihnya kemarin pergi dinas ke luar kota selama dua minggu dan hari ini Lauren memutuskan untuk pindah apartemen dan benar-benar menghilang dari kehidupan Sean.Mungkin di saat seperti ini ia harus belajar untuk melupakan kekasihnya, karena hanya dengan begitu Sean bisa menemukan wanita yang jauh lebih baik darinya."Maaf, di mana barang yang akan kami bawa?" Laura memesan tim pengangkut barang karena ia akan memindahkan semua, barangnya ke apartemen yang baru.Kemarin saat dirinya ingin menghilang dari Sean, tetapi pria tampan itu malah menemukannya dengan sangat mudah.Laura benar-benar lupa, bahwa kekasihnya itu memiliki bisnis lain selain mempunyai perusahaan yang besar."Semua ini!"Ia melangkah keluar dan akan meninggalkan apartemen yang memberikannya banyak kenangan.Laura hanya akan menitipkan kunci apartemen kepada satpam, karena ia sudah mengetahui