Share

Chapter 03 : The Day of Negotiation

Apanya yang mendapat solusi? Alih-alih menemukan ide lain, Naniana justru malah semakin dipojokkan oleh pemikirannya sendiri. Dia tidak bisa menemukan ide lain yang lebih baik, cadangan-cadangan rencana yang ia pikirkan memiliki banyak kekurangan dan akan memungkinkan kelompoknya untuk rugi lebih besar.

Ya ... sepertinya tak ada cara lain untuk menghindari perang jika melihat faktor-faktor yang ada. Karena itu, berakhirlah Naniana di sini, New Orleans.

Setelah beberapa hari ia habiskan untuk berpikir dan berpikir, pada akhirnya Naniana menyerah dan memilih untuk mengikuti saran yang Litch dan kakak laki-lakinya mempersetujui. Dia datang ke New Orleans, kandang musuh. Bukan untuk menyerang secara langsung, dia datang untuk sebuah negosiasi.

“Kau yakin anak itu ada di sini?” tanya Naniana pada Litch yang mengemudi kendaraan mereka. Empat orang yang ada di dalam mobil saat ini sedang fokus pada satu titik. Sebuah toko peliharaan yang berada di seberang jalan tempat mereka berada. Tentu saja, respons yang mereka berikan amat beragam. Jay yang hanya diam memperhatikan, Litch yang berusaha bersikap normal setelah melihat apa yang ia dengar secara langsung, Jake yang diam dan tampak tak peduli, dan juga Naniana yang masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Y-ya ... seperti itulah informasi yang aku dapat, Nona,” tutur Litch, mencengkeram setir dengan lebih kuat. Dia yang menjadi gudang informasi, agaknya juga masih belum bisa percaya setelah membuktikannya secara langsung seperti ini. “Anak laki-laki dari pemimpin Little Boy ada di dalam sana.”

Naniana masih menatap toko peliharaan itu dengan heran, kemudian Jake bersuara dengan nada angkuhnya. “Apa kau akan mengandalkan anak payah itu untuk rencana besar ini, Niana?” Ucapannya sempat menyentil Naniana dan membuat gadis itu sedikit ragu. “Kalau aku, tentu saja menyerang langsung pun tidak masalah. Tidak akan ada kekalahan, aku akan membunuh semuanya.”

“Kau tentunya akan membunuh semuanya dan menghancurkan pekerjaan kita,” timpal Jay dengan dingin.

“Tidak masalah! Aku akan melakukannya jika Naniana menginginkan itu!”

“Diamlah, Jake!” titah Naniana, langsung membungkam Jake dengan raut merengut sebal itu. Mereka kembali fokus pada titik semula setelah kebisingan singkat beberapa lalu. Kemudian kompak mereka semakin fokus ketika presensi seorang pemuda keluar dari toko itu sembari menggendong seekor kucing berbulu putih dengan corak oranye.

Melihat sosoknya yang penuh dengan afeksi, Naniana mengerutkan keningnya lagi. Dia sudah merasa ragu sejak pertama kali mendengar seperti apa sosok yang akan diajaknya bekerja sama sebelum ia sampai di sini. Tapi ketika Naniana sudah ada beberapa langkah dari sosok pemuda itu, dia makin merasa ragu apakah anak yang sangat menghargai kehidupan itu bisa atau tidak dia ajak bekerja sama.

“Katakan lagi informasi tentangnya,” ucap Naniana, menitah Litch.

“Namanya Ascian Vade Bellion, usianya 19 tahun di tahun ini. Anak satu-satunya Noah Bellion dan Sun Fleurry McRay, sekaligus pemimpin selanjutnya dari Little Boy—jika saja ia tidak menolak dan memilih mengasingkan diri dan hidup sebagai anak laki-laki biasa yang bekerja paruh waktu di toko hewan peliharaan. Sangat menyukai kucing dan belum pernah sama sekali berkelahi. Dia menjadi teladan yang baik di sekolahnya karena minimnya masalah, kepribadian yang baik dan nilai yang bagus. Dia juga belum per—”

“Hentikan,” ucap Naniana, menyela Litch. Gadis itu kembali menyandarkan diri pada kursi yang ia duduki, memijat kepalanya. “Mau diperhatikan bagaimanapun, anak itu tidak memiliki satu faktor saja yang bisa diandalkan untuk menyelesaikan masalah ini,” imbuhnya dengan raut cemas.

Jay memerhatikan raut Naniana dari kursi depan, tampak sekali kalau gadis itu memiliki niat untuk mundur saja dan pulang ke Baton Rouge. Tentu saja itu adalah hal yang paling menggembirakan bagi Jake. Naniana tidak jadi berhubungan dengan laki-laki lain kendati itu hanya hubungan palsu. Dia sudah akan berkata, tapi Jay lebih dulu menyela.

“Aku harap kau tidak akan membuat keputusan yang salah,” ucapnya, membuat Jake langsung bungkam dengan raut sebal. Dia tentu saja tahu kalau Jay sengaja menyela ucapannya. “Jika kau kembali tanpa melakukan apa-apa, bisa saja kau disambut oleh perang yang terjadi di tanahmu. Kau tidak bisa mencegah kehancuran kotamu.”

Ucapan Jay tentu saja membuat Naniana kembali merenungkan keputusannya. Hal yang amat membuatnya bimbang ketika harus memilih haruskah ia kembali saja atau langsung turun dan mengutarakan tujuannya.

Baiklah, Naniana sudah memutuskan. Sebagai pewaris yang sangat ibunya banggakan, ia akan berusaha untuk tak melakukan kesalahan, termasuk dalam mengambil sebuah keputusan. “Kita akan awasi dia sedikit lagi,” ujar Naniana, final. Ketiga anak buahnya pun menurut dan melakukan apa yang dia katakan.

Mereka kembali diam, mengawasi. Pemuda yang ada di seberang sana itu berdiri untuk waktu yang lama di luar ruangan sambil bermain dengan kucing yang ada di gendongannya sesekali. Dia tampak baik-baik saja, menikmati harinya yang cerah bersama kucing kesayangannya.

Seperti yang Litch katakan, namanya adalah Ascian. Ascian Vade Bellion. Dia berada di tingkat kelas yang sama dengan Naniana dan tentunya New Orleans adalah tempatnya menimba ilmu. Kendati ia sama sekali tidak mau berhubungan dengan organisasi mafia yang ibunya pimpin, Ascian tetap memenuhi tugasnya sebagai anak satu-satunya sang ibu. Dia tidak memutuskan apa pun dengan ibunya selain hubungannya dengan organisasi itu saja. Karenanya, Ascian tetap bersekolah di New Orleans dan tinggal bersama ibunya, Sun Fleurry McRay.

Keputusannya untuk menolak posisi pewaris organisasi besar itu didasari oleh bagaimana cara kedua orang tuanya mendidik dirinya. Ascian dibesarkan dengan sangat baik dan penuh kasih sayang. Sang ibu yang merupakan wanita lemah lembut, mengajarkan banyak arti kasih sayang dan teladan yang baik padanya. Sedangkan sang ayah juga tak jauh berbeda.

Noah mengajarkan pada Ascian tentang arti kekuatan dan kekuasaan yang sebenarnya.

“Jika kau memiliki kekuatan, dan di saat yang bersamaan kau memiliki sebuah kedudukan, aku berharap kau menggunakannya dengan baik. Lindungi yang kau sayangi dan hiduplah dengan berhasil.” Itu adalah kalimat yang kerap Noah katakan pada Ascian. Terpaut lamanya sejak terakhir kali Ascian mendengarnya, dia masih mengingat dengan baik. Ayahnya yang tenang itu, mengatakan kalimat bijak dengan senyum tipis yang menghangatkan perasaannya.

Tapi itu ketika semuanya masih terlihat mudah bagi Ascian, ketika ia belum mengetahui siapa ayahnya yang sebenarnya.

Tidak, Ascian sama sekali tidak membenci ayahnya, kendati sosok ayah yang ia kagumi adalah seorang penjahat dan juga pembunuh berdarah dingin. Di matanya, Noah adalah seorang ayah yang ia hormati dan sayangi, Ascian tidak masalah dengan seperti apa Noah di belakang matanya. Lagi pula, sejahat apa pun Noah di mata musuhnya, dia adalah sosok paling berani dalam hidup Ascian yang memilih untuk mati demi melindungi keluarga kecilnya. Noah adalah ... orang yang sangat berharga dalam hidup Ascian.

“Melliatre, bukankah ini hari yang cerah untuk mengunjungi Ayah?”

Seperti yang sudah dikatakan, Ascian sama sekali tidak mempermasalahkan siapa ayahnya. Ascian menanggapi semuanya dengan mudah. Dia dan ayahnya adalah dua orang yang berbeda. Jika Noah adalah orang yang seperti itu, maka Ascian akan menjadi orang yang berbeda darinya. Karena itulah, Ascian dengan tegas mengatakan jika ia tidak mau menjadi penerus dari organisasi yang diketuai sang ayah.

Ascian akan hidup dengan baik, seperti yang ayahnya inginkan.

Dan beruntungnya, ibunya adalah seorang Sun Fleurry McRay. Ketika mendengar keputusan Ascian kala itu, dia hanya tersenyum. Ascian mengingat bagaimana ibunya itu tersenyum dengan hangat dan mengangguk setuju. Ketika mengingat betapa kooperatifnya sang ibu, Ascian merasa sangat senang dan lega karena ibunya adalah Sun. Tapi ... apakah itu menjamin Ascian untuk tidak merasa terbebani di masa depan?

Ya, tentu saja Ascian akan mengalaminya, situasi ketika perasaannya terus tak enak dan dia hanya mengingat ibunya dengan perasaan itu. Ia seperti ... merasa bersalah? Karena dia adalah anak laki-laki satu-satunya dan dia yang seharusnya melaksanakan tanggung jawabnya, malah menolak dan lari dengan alibi ingin menjalani kehidupan yang normal.

Tapi seharusnya Ascian tidak merasa bersalah seperti saat ini ketika ia mengingat ibunya, ‘kan? Yang dia lakukan ini adalah hal yang wajar, semua orang menginginkan kehidupan yang normal dan baik-baik saja, dan juga apa yang ia putuskan sudah disetujui sang ibu. Jadi ... apa yang kau cemaskan saat ini, Ascian?

Ketika sedang memikirkan hal yang selama ini mengganjal hatinya, Ascian dikejutkan oleh kehadiran seorang gadis berambut hitam panjang dengan poni pagar yang tiba-tiba saja menghampirinya. Ascian menatap gadis itu, menunggu apa yang akan dilakukannya. Tapi gadis itu tidak bicara apa-apa, dan dengan cepat menarik tangan Ascian sesaat setelah ia menoleh ke arah jalan.

Ascian tentu saja terkejut dan heran dengan apa yang tiba-tiba dilakukan gadis asing itu, tapi ia lebih terkejut lagi ketika sebuah mobil truk pengangkut sayur yang melaju dengan kencang dari seberang jalan, tiba-tiba saja memutar arah dengan cepat dan menabrak tokonya.

Suara benturan yang keras memecah kedamaian pagi yang cerah itu. Suara kaca yang pecah menambah ramai suasana. Sesaat setelah kecelakaan itu terjadi, terdengar suara orang-orang mulai mendekat dan berkerumun di dekatnya terbaring. Ascian tidak tahu apa yang terjadi setelah itu, karena begitu ia terjatuh dengan keras ke sisi trotoar, kesadarannya perlahan-lahan hilang. Dia memejamkan matanya yang terasa berat, dan semua menghitam.

***

“Serangan itu dilakukan oleh orang The Heatens!”

“Apa kau yakin?”

“Aku sangat yakin, Jay! Sopir mobil yang menabrak toko anak ini adalah orang Light Factory! Bukankah sudah pasti dia orang The Heatens!?”

Ascian mengerutkan keningnya dalam gelap pandangan mata yang tertutup rapat itu. Dia tidak tahu apakah ini mimpi atau bukan, yang jelas suara orang-orang yang sedang memperdebatkan suatu hal itu terdengar berisik dan seakan mengganggu tidurnya. Matanya masih terasa berat, jadi ia masih terpejam. Berdiri di ambang kesadaran, Ascian mendengar obrolan itu dengan sangat jelas.

“Tapi tidak semua orang di Light Factory adalah orang-orang yang berurusan dengan The Heatens, Niana. Tidak sedikit juga dari mereka adalah pekerja yang murni direkrut untuk mengurus kasino atau klub, bukan orang-orang The Heatens yang diutus ke sana untuk mengawasi bisnis itu.”

“Ayolah, Jay. Melihat situasi akhir-akhir ini, bukankah mungkin bagi orang The Heatens untuk melakukan itu pada satu-satunya anak pemimpin Little Boy?”

“Aku setuju dengan apa yang Niana katakan, Bung!”

“Kalau aku mengatakan dia adalah siluman pun, kau pasti akan setuju dengan ucapanku, Jake!”

“Tapi, Niana, bagaimana jika dia adalah orang luar?”

Ya, benar. Orang-orang yang sedang berdebat itu adalah Naniana dan kedua kakak laki-lakinya, Jay dan Jake. Mereka memperdebatkan tentang siapa orang yang dengan sengaja menabrakkan diri ke toko peliharaan milik Ascian pagi ini dan orang dibaliknya. Melihat situasi yang terjadi di lapangan, jelas sekali kalau mobil itu melaju atas kehendaknya. Tidak karena rem blong atau kelalaian sopir. Orang itu murni bermaksud untuk mencelakai Ascian yang terlihat jelas berdiri di depan tokonya.

“Aku menduga kalau ada orang The Heatens yang menyuruhnya untuk melakukan itu,” ucap Naniana, masih ingin bertahan dengan pendapatnya.

Naniana mengingat jelas wajah itu, wajah salah satu pekerja Light Factory yang waktu itu berdiri di depan ruangannya bersama beberapa pekerja lain untuk melayaninya. Naniana juga terkejut dengan keberadaan orang itu di dekat mobil sayur yang terparkir beberapa meter dari mobilnya. Bersyukur pada penglihatan tajam yang Tuhan berikan padanya, Naniana jadi bisa dengan cepat mengenali wajah itu dan segera menyelamatkan Ascian yang diincar nyawanya.

“Kita akan menanyainya ketika ia sadar nanti, sekarang kita hanya perlu memastikan calon partner kita untuk selamat,” ujar Jay, meredakan ketegangan yang terjadi karena topik perbincangan mereka. “Tapi Niana, kau baik-baik saja, ‘kan?” tanya Jay kemudian. Ia melihat luka gores di tubuh Naniana yang terbalut plester dengan tatapan cemas.

“Aku selalu terkejut ketika melihatmu memasang ekspresi seperti manusia pada umumnya, Jay,” kelakar Naniana dengan dingin.

“Kau kira aku ini apa?”

“Siluman es? Atau ... manusia batu yang tidak tahu caranya mengatasi wajah kaku saat akan memasang ekspresi.”

Jay tidak menanggapi ucapan Naniana. Pemuda itu tak acuh sembari mengalihkan tatapannya. Keheningan sesaat yang menyelimuti ruangan itu sekonyong-konyong dihancurkan oleh teriakan Jake. “WOAH!” Jay dan Naniana kompak menoleh ke arah saudara laki-laki mereka, dan terkejut juga dengan apa yang menjadi fokus dari mata Jake. “Ka-kau sudah bangun?”

Naniana tentu saja terkejut. Setahunya, pemuda pewaris Little Boy itu masih terpejam dengan nyenyak beberapa saat lalu. Dia sama sekali tidak menunjukkan akan bangun dalam waktu dekat, tapi ketika Naniana kembali melihatnya, pemuda itu tiba-tiba saja sudah duduk dengan tegap di ranjangnya. Dia terlihat segar bugar, tentu kalau saja tak ada perban besar yang tertempel di pelipisnya.

“Siapa kalian?” Ah ... tentu saja itu akan jadi pertanyaan pertama yang dia lontarkan ketika melihat tiga orang asing di ruangan yang sama dengannya.

“Bagaimana perasaanmu?” tanya Naniana dengan suara tenang, berbanding terbalik dengan pertanyaan yang mencerminkan kecemasan itu. “Aku kira kau akan bangun dalam waktu lama.”

“Kalian sangat berisik, aku jadi terbangun,” jawab Ascian, tak ramah.

“Bukankah bagus kalau kau terbangun? Aku malah sempat berpikir kau tidak akan bangun,” balas Naniana dengan nada dingin, yang langsung disenggol lengannya oleh Jay.

Mengabaikan ucapan tak sopan dari gadis asing di hadapannya, Ascian kembali berkata.

“Jadi ... siapa kalian?”

Naniana berdiri dari kursinya. Langkahnya angkuh, mendekati ranjang Ascian. “Baiklah, aku akan memperkenalkan diri,” ujarnya, tak kalah angkuh dari lagaknya. “Aku adalah Naniana Kradse, anak dari pemimpin The Heatens, organisasi mafia terbesar di Baton Rogue. Kau tahu nama itu?”

“Oh, The Heatens ...,” tutur Ascian, mengalihkan tatapannya yang sama sekali tidak tertarik. “Ada urusan apa anak dari musuh ibuku datang dan sampai repot-repot menyelamatkanku?” lanjutnya dengan bertanya.

“Aku senang kau bertanya. Sebelumnya akan aku jelaskan kalau apa yang terjadi padamu pagi ini, akan menjadi salah satu alasan kuat kenapa kita harus saling berhubungan.”

“Maksudmu?”

“Apa kau tahu kalau kelompokmu dan kelompokku sedang dalam ketegangan saat ini?”

“Tidak.” Naniana mengerjap beberapa kali, menelan malu atas kekeliruannya.

Ya ... apa yang bisa dia harapkan dari anak yang sangat menarik diri dari kelompoknya sendiri itu?

“Tidak masalah, akan aku jelaskan,” ujar Naniana, tak mau ambil pusing. “Seperti yang aku katakan, The Heatens dan Little Boy sedang dalam ketegangan saat ini. Kita berada di saat-saat di mana sebuah perang yang akan menghancurkan dua kota penting Louisiana, bisa pecah kapan saja. Alasannya masih diselidiki, yang jelas aku datang ke sini untuk mengadakan sebuah negosiasi.”

“Negosiasi? Denganku?” tanya Ascian. Raut wajahnya sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan atas apa yang Naniana bahas. Jika tidak mengingat kalau Ascian adalah pion penting dalam pemecahan masalah ini, Naniana sudah pasti menghajarnya sejak tadi. Apalagi ketika Ascian menambahkan kata-katanya. “Aku sama sekali tidak tertarik.”

Naniana tampak berada di ujung kesabarannya. Dia melihat ke langit-langit ruangan, berusaha meluapkan segala amarahnya agar tak mengamuk di tempat ini.

“Tuan Muda Ascian, aku juga sama sekali tidak tertarik untuk menjadi kekasihmu. Tapi semua ini aku lakukan untuk keamanan kel—”

“Tunggu!” Ascian menyela, membuat Naniana spontan menyadari kesalahannya. “Apa maksudmu dengan ‘menjadi kekasihku’?” Gadis itu bercecah samar, dia baru saja keceplosan. Kendati itu adalah hal yang pasti akan ia katakan nanti, tapi tidak tepat sekali kalau mengatakannya di detik-detik ini. Tentu saja Jay dan Jake yang duduk di belakangnya, berpikir hal yang sama.

Tapi apa mau dikata? Nasi sudah menjadi bubur. Ketimbang membuang bubur yang sudah jadi, Naniana hanya perlu menghiasnya sedikit agar bubur itu dapat diterima target tujuannya. “Iya ...,” ucapnya, menempelkan telunjuk ke dahi sembari menutup mata, “negosiasi yang aku maksud itu memang tentang kesepakatan kita agar kau bersedia untuk menjadi, ah tidak, kau memang harus melakukannya. Kau harus menjadi kekasihku!”

Naniana berkata dengan tegas dan yakin, tapi memang hal yang ia katakan bisa Ascian terima dengan mudah? Tentu saja itu akan menjadi keheranan besar bagi Ascian Vade Bellion sampai dahi pemuda itu mengerut tajam.

“Omong kosong apa ini?”

-Bersambung-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status