"Siapa kamu? Pergiii!"teriak Nur dengan kedua kaki gemetar karena takut."Aku, Nikita yang kalian culik. Karena ulah kalian itu pula, aku mati pendarahan. Anakku haus darah kalian. Hi hi hi hi!""Ka-Kamu? P-Per-gi!"teriak Nur sambil berusaha lari. Kedua kakinya telah dipegangi oleh sepasang tangan mungil bayi bertaring tajam dengan mulut mendesis serupa ular.***Tok! Tok! Tok!"Pak!"Sebentar ucap saat mau dari arah dapur menuju kamar lalu membuka daun jendela."Ada apa, Nduk?"tanya Pak Atmo kepada Nikita yang pakai kerudung karena tidak berani kena sinar matahari. Saat ini jam menunjukkan pukul lima pagi. Fajar masih mengintip dari ujung cakrawala."Aku telah dapat darah satu orang, Pak, buat ritual untukku," ucap Nikita terdengar samar-samar."Energimu hampir habis, Nduk. Istirahatlah! Nanti bapak panggil saat semua telah siap," ujar Pak Atmo sambil memandang perwujudan putrinya yang hampir lenyap."Baik, Pak." Nikita pun menghilang bersama desiran angin pag."Tok! Tok! Tok!"Assa
Rudi bertekat akan ada di desa tersebut sampai beberapa waktu. Dia akan menyelidiki kasus kerabatnya serta mencari bukti-bukti untuk dilaporkan ke polisi. Keberadaan Rudi di kampung, tentu saja telah diketahui oleh Nikita. Arwah penasaran wanita cantik ini akan memberi kejutan terhadap pria dari kota tersebut. Nikita tidak akan membunuh orang yang tidak bersalah. Namun, dirinya akan melakukan keisengan terhadap Rudi dan berharap agar pria tersebut akan buru-buru kembali ke kota."Tempat kamu ada di kota. Dan gak seharusnya sampe ikut campur dengan urusanku,"ucap Nikita di telinga Rudi."Suara siapa ini?"tanya Rudi sambil memegang tengkuk yang mulai merinding. Pria ini celingukan ke kanan dan ke kiri."Pulanglah, kalau masih ingin hidup!"seru Nikita di telinga Rudi. Tiba-tiba angin dingin berembus kencang mengempaskan tubuh pria tersebut hingga tersungkur di tanah. Rudi bangkit dari tanah. Kedua lutut dan sikunya lecet dan terasa perih. Dia mengusap sebentar lutut dan sikunya untuk m
"Adi, dasar kadal buntung lo! Jangan sampai gua ketemu lo berdua saja!" gumam Santi bicara sendirian.Sesampainya di resto sebuah hotel berbintang, Santi langsung membantu Bu Silvia bersiap. Seperti asisten pribadi lainnya, Santi bertugas mendampingi wanita sosialita itu di manapun berada. Dia akan memberikan air minum, membawa koper baju dan make up, juga tetek bengek keperluan wanita cantik tersebut.Pekerjaan sebagai asisten Bu Silvia sudah dilakoninya selama hampir satu setengah tahun. Kadang karena kesibukan sang majikan, Santi juga ikut repot dan kurang tidur. Apalagi saat Bu Silvia melakukan perjalanan bisnis ada lebih dua tempat dalam satu hari. Itu selalu memakan waktu sampai dini hari dan dirinya harus siap tempur untuk meladeni bosnya.Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam, mobil telah sampai di tempat akan diadakan konferensi pers. Santi bersiap di ruang tunggu untuk mempersiapkan keperluan Bu Silvia. Sementara bosnya sedang ada keperluan di lantai atas. Terdenga
Ada penampakan lain pada tubuh Bu Silvia. Dari belakang yang tampak adalah bentuk tubuh Nikita semasa hidup. Langsing dan tinggi bagai foto model. Sementara bentuk tubuh Bu Silvia adalah agak gemuk dengan tinggi 155 cm.Acara telah selesai dengan diakhiri sesi foto bersama dan beberapa foto dokumentasi untuk para wartawan dan panitia penyelenggara. Bu Silvia masuk ruang tunggu diikuti oleh Adiguna. Pria ini berbisik ke telinga wanita berusia separuh baya tersebut. Adegan cukup intim ini dilihat langsung oleh Pak Atmo yang berdiri tidak jauh dari ruang tunggu.Dia dapat mangsa brondong rupanya. Tapi aromanya seperti Nikita, batin Pak Atmo keheranan.Santi yang sedari awal anti dengan Adiguna, menatap curiga dengan gerak-gerik pria tidak tahu malu tersebut.Dia umur 30 tahunan suka ngintilin Bu Silvia yang separuh abad lebih. Kayaknya mau plororin bos aku ini, batin Santi dengan pandangan sinis.Gadis ini mengemasi barang-barang lalu buru -buru menyusul langkah Bu Silvia. Namun nyatanya
Langkah kaki Pak Tua ini bagai dibantu setan. Dia mampu berlari melebihi kecepatan kendaraan bermotor. Dalam sekejap suasana dalam pabrik garmen sunyi senyap dan hanya aroma melati berbaur anyir darah menyelimuti bagian dalam gedung. Bu Silvia berjalan menuruni tangga, seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Saat akan keluar menuju halaman, dia bertemu dengan Pak Sopir dan tiga orang karyawan yang akan masuk ke gedung produksi tersebut. "Bu, katanya ada mayat?"tanya Pak Sopir kepada Bu Silvia. "Siapa bilang? Cek aja langsung!" Dengan cueknya Bu Silvia berjalan menghampiri tubuh Santi yang mulai terbebas dari es. "Permisi ke dalam dulu, Bu," ucap Pak Sopir meminta izin. "Silakan, Pak," balas Bu Silvia yang masih asyik mengelap-ngelap lelehan air pada tubuh Santi. Keempat pria beranjak masuk lalu langsung menuju lantai atas. Mereka berjalan ke arah gudang dan ternyata, di dalam tidak tampak mayat yang dimaksud oleh dua sekuriti. Mereka saling berpandangan lalu keluar kembali. Namun, dal
"Halo, Cantik. Kamu sudah berapa taon gak ke rumah besar?"sindir Pak Atmo yang langsung ditimpali tawa oleh Bu Silvia."Apa-apaan, sih! Baru satu bulan ini gak ke sana. Emang kenapa?""Sudah tahu kalo Witono punya mobil baru?""Dapat dari mana dia?""Mana aku tahu! Bisa jadi dia tilep pemasukan di rumah besar. Coba dicek ulang!""Baik, Bos. Nanti sore ke sana. Sekarang lagi di mana?""Di warung depan rumah besar.""Tunggu bentar! Aku ke sana sekarang.""Baik. Jangan lama-lama!"Pak Atmo tersenyum penuh arti. Selalu ada cara untuk memberi pelajaran buat Witono, batinnya.Pria tua ini hanya perlu membuat kesepakatan dengan Bu Silvia. Wanita itu sudah tahu apa yang mesti dia kerjakan, semenjak ikut ritual. Tiba-tiba bahu Pak Atmo ada yang colek. Pria ini pun kaget dan langsung menoleh."Oalah, kamu. Ada apa?"tanya Pak Atmo kepada pelayan genit.Pelayan ini berbisik ke telinga Pak Atmo. "Bapak kenal sama pemilik rumah besar yang baru?"Dahi Pak Atmo seketika mengernyit. Pria ini heran den
"Tubuhnya bisa kau manfaatkan untuk tinggal. Kau bisa dapatkan mangsa lebih gampang dengan tubuhnya.""Baik, Pak. Nik pergi dulu."Semilir angin dingin bercampur melati menerpa tubuh Pak Atmo. Angin tersebut berembus kencang menuju warung. Kebetulan posisi pelayan genit sedang santai karena akan berganti shift dengan pegawai lain.Angin dingin beraroma melati bercampur kemenyan menyelimuti tubuhnya lalu melekat erat. Tubuh janda tersebut mengejang sejenak lalu tersadar dengan perilaku yang lain, yaitu gesture tubuh Nikita.Kini, janda cantik bernama Salimah telah berhasil dikuasai oleh Nikita. Dari bibirnya yang merah menggoda terbit sebuah senyum manis, tetapi mengandung racun. Salima berjalan menuju pangkalan ojek. Hampir semua para pengojek mengenalnya karena mereka sering nongkrong tempat Salimah bekerja."Wah, Salimah. Mau ke mana?"tanya salah seorang pengojek."Bisa antar aku ke Hotel Mentari?"tanya Salimah dengan gesture tubuh Nikita yang kalem. Hal ini tentu membuat heran semu
"Gawat! Pak Atmo dapat laporan seseorang kalo Pak Witono masuk hotel bareng Nyonya Paini.""Gawat, kalo gitu. Kamu kok kepikiran kemari?""Biar Pak Witono dan Nyonya Paini bisa selamatkan diri. Saya bawa ojek untuk antar Nyonya Paini pulang. Pak Atmo akan segera kemari. Sebaiknya Nyonya Paini buru-buru pulang naik ojek.""Cerdas juga kamu. Ya, sudah. Kami akan segera siap-siap. Ngapain gak telepon saja tadi?""Ponsel saya sedang ngedrop. Lebih baik saya langsung kemari saja. Darurat soalnya.""Baik, tunggu sebentar." Witono menutup pintu dan beberapa menit kemudian, Paini sudah keluar bersama Witono. "Ke mana sekuriti tadi, Mas?" Wanita tersebut celingukan mencarinya."Kamu langsung turun dan cari tukang ojeknya di tempat parkir. Bisa jadi sekuriti tadi buru-buru balik karena khawatir ketahuan Pak Atmo.""Baik. Aku pulang dulu, Mas," pamit Paini lalu mengecup Witono sekilas. Wanita bertubuh sintal ini berjalan terburu-buru menuju lift. Beberapa menit kemudian, dia telah keluar dari l