“Kebun ini lama-lama jadi kuburan khusus sapi. Coba kalo ini kuburan manusia, pasti jadi angker,” celetuk Pak Tikno di antara hentakan cangkul mencongkel tanah.
“Sekarang aja, saya udah merinding. Itu kata Pak Kades dan kita tak pernah tau yang dikubur di sini, sapi apa manusia,” tegas Pak Atmo yang membuat pria di sampingnya merasa gamang juga.“Iya, Pak. Kirain saya aja yang merinding. Terus terang, sejak lama saya rasakan.”“Betul kata saya, kan? Buruan kita selesaiin. Udah hampir tengah malam,” kata Pak Atmo memberi semangat kepada sang teman.Akhirnya, mereka bisa menyelesaikan pekerjaan setelah menghabiskan waktu hampir satu jam. Obor yang sengaja dipasang dekat tempat penggalian memberi penerangan yang cukup untuk kedua pria tua ini mengamati hasil kerja. Mereka telah merasa ukuran liang lahat sesuai pesanan Pak Kades, yaitu 1,5 x 2,5 meter dengan kedalaman dua meter.“Udah pas. Kita ke depan,” ajak Pak Atmo sembari mengibaskan tanah dari baju dan celana.“Ayo, Pak,” balas Pak Tikno yang mulai membersihkan baju dan celana juga.Mereka segera melangkah keluar dari kebun lalu berhenti tepat samping rumah untuk mencuci tangan dan kaki di keran air. Setelah dirasa cukup bersih, keduanya menuju ke arah teras. Tepat saat kaki mereka akan berbelok arah kiri ke teras, tampak sebuah mobil jenazah memasuki halaman rumah.Pak Kades terkejut melihat ke arah kedua penggali kubur lalu berlari menyongsong mobil. Tampak sekali pria pimpinan desa ini agak emosi kepada sopir dan seseorang yang duduk sebelahnya. Mereka berbicara lirih, sehingga pembicaraan tak terdengar oleh dua pria yang berdiri termangu di teras.Beberapa saat berbincang, Pak Kades pun melangkah ke arah teras. Sedangkan mobil jenazah terparkir di tempat semula dengan kedua penumpang masih duduk di dalamnya.“Silakan duduk!” suruh Pak Kades kepada kedua tukang gali.Pak Atmo dan Pak Tikno segera duduk lalu Pak Kades mengeluarkan dua buah amplop cokelat dan memberikan kepada kedua pria.“Saya kasih bayaran lebih karena galian agak dalam dari biasanya,” ucap pria berkaca mata sembari tersenyum, tetapi tampak dipaksakan.“Terima kasih, Pak. Kami pamit dulu,” kata keduanya lalu bangkit dan menjabat tangan Pak Kades.Kemudian, Pak Atmo dan Pak Tikno segera beranjak meninggalkan teras lalu menapaki halaman. Pada saat mereka melewati mobil jenazah menyempatkan menyapa kedua penumpang.Diam-diam Pak Tikno yang penasaran sengaja berhenti di belakang mobil lalu mengintip ke dalam lewat kaca. Pria tersebut seketika beranjak setelah diseret lengannya oleh Pak Tikno.“Pak Kades datang,” ucap Pak Atmo agak panik.Mereka pun segera mempercepat langkah ke arah jalan. Dalam remang cahaya lampu penerangan jalan, kedua pria berbicara pelan.“Bangkai sapi pake peti, Pak,” ungkap Pak Tikno kepada sang teman.“Apa saya bilang. Bukan sapi yang kita buatkan lubangnya,”sahut Pak Atmo antusias.Pria berbadan kekar ini tak mungkin ngomong semua yang ia tahu kepada Pak Tikno sebelum mereka lihat secara langsung buktinya.“Kita jadi ke kota besok?” tanya Pak Tikno tak kalah bersemangat.“Tentu. Saya memang ingin segera ke kota mencari Nik.”Akhirnya, kedua pria seumuran ini berjalan beriringan sampai rumah masing-masing. Senyum terkembang saat Pak Atmo membuka pintu rumah. Sesaat sebelum beranjak tidur, pria tersebut membersihkan tubuh ke kamar mandi dulu.•••¤•°•¤•••¤•°•¤•••Tepat pukul 12.00 WIB‘Tok tok tok!’Jendela kamar Pak Atmo bergetar keras. Pria separuh baya ini tak terusik sedikit pun oleh suara barusan. Tidurnya tampak pulas, hanya terdengar tarikan napas halus.‘Tok tok tok!’“Bapaaakkk ...!”Tubuh yang terbaring di tempat tidur tampak membuka mata lalu perlahan bangkit dan menggeliat.‘Tok tok tok!’“Bapaaakkk ...!”Pak Atmo segera menoleh ke arah jendela. Tampak kedua daun jendela bergerak hampir terbuka.“Bentar, Nduk,” balas pria ini sembari berdiri lalu melangkah ke arah jendela.Begitu jendela terbuka, tampak di hadapan Pak Atmo, seraut wajah Nikita Surasmi yang pucat pasi. Sosok cantik bermata hijau ini tersenyum seraya mengulurkan dua bola mata tergenang darah dalam batok kelapa.“Nduk, ada apa ini?” tanya sang bapak sembari menerima pemberian putrinya dengan keheranan.“Entar Bapak tau,”jawab Nik segera menghilang.Jawaban sang putri meninggalkan tanda tanya besar dalam benak pria separuh baya tersebut. Pak Atmo hanya bisa menduga, ada sesuatu di balik tingkah aneh putrinya.“Terserah, Nduk! Asal kamu bahagia,” ujar Pak Atmo lirih.Seketika batok kelapa ditaruh meja lalu daun pintu segera ditutup kembali. Mata pria tuanya terlalu lelah sehingga begitu merebahkan diri, segera terlelap.Sementara itu, beberapa blok dari rumah Pak Atmo terjadi kesibukan dalam mobil jenazah. Pak Kades sedang membantu dua petugas memindahkan peti ke brankar. Mereka lalu mendorongnya menuju kebun.“Jadi dikubur dengan peti, Pak?” tanya salah satu petugas.“Iya, biar gak kecium baunya. Tapi, buka dulu bentar. Saya mau liat udah dibungkus plastik belum?” tanya Pak Kades sembari mulai mengangkat tutup peti dibantu para petugas.“Apa ini?” tanya Pak Kades dengan kedua mata melotot ke arah sosok wanita terbujur miring bermini dress.“Tadi dikafani. Ini mayat baru,” ucap seorang petugas yang meraba bagian tangan terikat sosok dalam peti.“Bentar. Saya seperti mengenali baju dan potongan rambut ini.”Pak Kades segera membalikkan tubuh mayat di hadapannya dan seketika kedua mata Pak Kades terbelalak.“Tasya! Bangun, Sayang ...,” ucap pria berkaca mata tersebut sembari menggoyang-goyangkan si mayat.“Kok, bisa ini?” tanya petugas ke temannya yang bertugas sebagai sopir mobil jenazah.“Kita udah bener bawa ini. Surat jalan juga masih ada,” jawab sopir tersebut seraya mengeluarkan selembar kertas dari tas yang dibawa.Pak Kades masih termangu berlinang air mata sembari memeluk tubuh Tasya. Wanita yang akan ia nikahi secara siri karena telah mengandung darah dagingnya.“Siapa yang melakukan ini, Sayang?”Pak Kades menyibakkan rambut mayat Tasya dan betapa terkejut pria tersebut, kedua mata kekasih gelapnya telah hilang. Hanya tersisa dua rongga berdarah.Pak Kades emosi melihat keadaan mayat dalam pelukannya. Wanita yang selama setahun menemani rasa sepinya, sejak Bu Kades tinggal di Singapura untuk berobat.“Kalian harus cari tahu, siapa yang tukar mayat dan ke mana mayat yang satu lagi?!”ucap Pak Kades sembari membaringkan kembali jasad kekasih gelapnya.Aku tahu, ini pasti jebakan dari Pak Atmo dan Nyi Dhiwot, batin Faisal.Samar-samar terdengar suara Kiai Masruhat di telinga Faisal. "Fokus pada niat dan jangan lepas dengan zikir serta doa!""Baik, Kiai,"ucap Faisal dengan suara lirih."Mas Eko ...!" Simbah memanggil dari balik pintu kamar."Iya, Mbah," jawab Eko yang gegas bangkit dari tempat tidur.Seperti ada yang mengendalikan tubuhnya. Faisal ikut duduk dan mengamati perilaku sahabatnya. Eko menghampiri Simbah. Wanita itu berdiri di depan pintu sambil tersenyum. Dia mengelus rambut Eko lalu menyentuh pipi kanannya."Maukah kamu menjadi suamiku?"Eko pun mengangguk dengan ekspresi wajah datar. Pria ini digandeng tangannya oleh Simbah menuju kamar yang berada paling belakang. Faisal buru-buru mengikuti mereka. Ketika sampai depan pintu, bau anyir darah dan busuk bangkai menyapa indra penciuman Faisal.Pria ini mengambil sajadah dari dalam tas ransel lalu memulai salat sunah. Dia memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk m
"Itu buat kamu. Pengantin baru harus minum jamu kuat, biar gak gampang K.O,"balas Eko tidak mau kalah."Nanti Simbah bikinkan untuk kalian. Yang belum nikah, gak perlu khawatir. Simbah bikinkan ramuan agar lekas laku,"ucap Simbah dengan tawa terkekeh-kekeh."Memang ada ramuan kayak gitu, Mbah?"tanya Eko yang jadi penasaran."Ada. Nanti Simbah pijat di titik-titik tertentu agar sumbatannya ilang."Kedua pria ini telah terpengaruh oleh ilmu sihir Simbah. Namun, baik Faisal maupun Eko masih kuat iman dan tidak begitu terpengaruh."Kami selesaikan kerjaan dulu. Setelah itu akan ke rumah Simbah buat minta ramuan,"ucap Faisal kepada wanita tua."Ya, gak apa. Selesai urusan kalian! Setelah itu datang ke rumah Simbah." Tampak ada guratan kekecewaan terukir pada wajah wanita tua. Namun dia memilih untuk bersabar dan tidak mau memaksakan kehendak.Aku harus dapatkan Eko untuk jadi pasangan abadi Nikita, batin Simbah dengan senyum penuh arti."Kebetulan saya orang asli sini. Simbah tinggal di ma
"Biar saya bantu, Mas,"ucap Pak Rasyid yang segera menyulut ujung tali berbahan pelepah pisang dengan korek api. Percikan api membakar ujung tali hingga habis tidak tersisa. Ajaib! Pelepah palem pembungkus tidak tersentuh lidah api sama sekali."Masyaallah! Hanya talinya yang terbakar,"ucap Faisal yang telah mulai membuka pembungkus dibantu oleh Pak Rasyid."Kita baca Al-Fatihah lanjut Ayat Kursi,"saran Kiai Masruhat yang berdiri sambil mengelus-elus pelepah palem pembungkus. "Lahaula wala quata Illa billah!"Pembungkus tersebut bergerak-gerak. Isinya seperti gerakan sesemakhluk yang ingin membuka paksa dari dalam. Faisal memegang cetakan yang terbentang di permukaan luar."Seperti telapak tangan manusia,"ucap Faisal sambil terus melepaskan satu per satu pelepah palem."Memang benar. Isinya yang sedang kita cari,"sahut Kiai Masruhat dengan tersenyum lebar, hingga tampak jelas kerutan yang menumpuk pada sudut bibir sepuhnya."Masyaallah! Apa itu, Kiai?"tanya Faisal yang semakin penasar
Faisal cekatan mengarahkan mobil untuk mendapatkan tempat parkir yang aman. Kebetulan samping rumah Faisal adalah jalan tembus warga desa menuju Bukit Bajul. Jadi banyak Faisal mengarahkan mobil parkir ke arah depan rumah."Ini gubug saya. Mari kita istirahat sebentar sambil minum kopi,"ucap Faisal saat para penumpang mobil telah turun."Kita ngopi setelah selesai tugas, Mas. Sekarang kita langsung menyusul Mas Eko saja. Kasian sendirian,"balas Kiai Masruhat yang langsung direspon anggukan kepala oleh Pak Rasyid.Akhirnya mereka beranjak menuju Bukit Bajul. Beruntung anak tangga menuju bukit telah terpasang lampu penerangan berjarak setiap meter. Jadi mereka lebih nyaman dalam menapaki jalan menanjak. Hawa sedingin es menerpa tubuh mereka. Anging dari puncak bukit menyambut kedatangan keempat pria.Berisik dahan dan rantjng pohon cemara bergesekan ditiup angin. Suara binatang malam bersahutan memecah hening malam. Mereka tidak melihat penampakannya sosok Eko di puncak tangga. Padahal
"Di kampung saya. Menurut rencana setelah ini, Dek Salimah akan saya ajak pulang ke rumah saya. Akan saya ajari sebagai petani dan peternak, Pak, Kiai.""Masyaallah! Semoga membawa berkah, Mas,"timpal Kiai Masruhat.Tak berapa lama, Pras dan Esti datang. Mereka membawa pesanan pengantin baru. Tentu saja, mereka kaget dengan keadaan dalam ruangan yang porak-poranda. Namun dalam penglihatan ketiga pria ada perbedaan yang terjadi dalam diri pasangan suami istri ini.Keduanya tanpa ucap salam, langsung berdiri di tengah. Mata pasangan suami istri ini memerah. Kiai Masruhat langsung memberi isyarat kepada yang lain dengan memilih tasbih. "Kalian akan tahu akibatnya jika gak serahkan Nikita!"teriak Pras dengan kedua mata melotot. Sementara itu, Esti akan mendekat ke arah Salimah dan buru-buru dihadang oleh Faisal."Minggir, kau!" Teriakan Esti mirip suara pria tua. Ketiga pria langsung paham dengan yang mereka hadapi. Pasangan suami istri ini telah dirasuki Pak Atmo dan pengikut Nyi Dhiwo
Faisal buru-buru memeluk tubuh Salimah lalu berbisik,"Ada yang mencoba mengganggu kita. Dia menyamar sebagai Nikita. Ikuti doa yang Mas ucapkan!".Faisal pun melafalkan Ayat Kursi yang segera diikuti oleh Salimah. Tak berapa lama, muncul penampakan wujud Nikita meski secara samar-samar. "Dia bukan Nikita, Dek. Tetap waspada!" Faisal memegang tangan Salimah dengan erat. Pria ini berzikir dalam hati."Lepaskan aku! Entar aku bantu pulihkan Salimah,"ucap bayangan Nikita tersebut."Kenapa dengan aku?"tanya Salimah dengan ekspresi bingung. Dia merasa sudah sehat dan tidak ada yang aneh dalam dirinya.Faisal mengecup pipi Salimah lalu berbisik,"Dia sengaja menjebaknya kita. Abaikan!""Salimah, roh kamu telah diikat janji oleh Nyi Dhiwot. Janin dalam perutmu adalah untuk persembahan. Dia akan tetap berdiam di rahim, sampai saatnya tiba. Separuh nyawamu untuk dia. Kamu akan jadi budak Nyi Dhiwot karena itu. Kamu gak bisa menolaknya. Aku bisa bebaskan kamu dari ikatan itu. Mau?"Bayangan Niki