Home / Romansa / DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU / 1. dua belas tahun

Share

DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU
DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU
Author: Ria Abdullah

1. dua belas tahun

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-10-28 14:37:06

Suamiku ... kemana kau menghilang meninggalkanku di tengah kejamnya dunia. Bahuku terlalu rapuh untuk mengumpulkan kepingan hati dan memeluk anak-anak kita. Tidak ingatkah kau padaku dan binar mata buah hati kita setiap kali berjumpa denganmu?

**

Oktober, 2024

Hujan mengguyur kota dengan deras membasahi seluruh sudut jalan dan gedung-gedung sekitar toko kami. Sejak pagi mendung yang menggelayut di awan tak beranjak agar sinar matahari dapat mengeringkan kaca toko sehingga kue-kue yang kugelar di etalase bisa terlihat jelas.

Angin berhembus dengan kencang menampar-nampar jendela toko yang telah berdiri selama 10 tahun terakhir, toko kue Delta, gabungan nama kedua anakku, Delia dan Lita.

Kucoba memperbaiki kancing sweater dan syalku agar udara dingin tidak membuatku masuk angin, semalam aku demam jadi keadaanku tak begitu baik hari ini. Mungkin karena hujan jadi orang-orang enggan berlama-lama di luar rumah.

Di dapur, putriku dan adiknya yang duduk di kelas 3 SMP sedang sibuk memanggang brownies dan tiramisu. Aroma manis bercampur dengan wangi kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan. Beberapa pengunjung kedaiku terlihat mengobrol dengan teman dan pasangan mereka.

Sesekali kupandangi dapur dari meja kasir, kedua anakku terlihat bercanda sambil mendengarkan musik, delia yang sibuk mencetak kue sembari memeriksa open dan memastikan agar kuenya tidak gosong, sementara adiknya membuat adonan.

"Apa kalian baik-baik saja di sana?"

"Iya, Bunda."

"Jangan sampai kuenya gosong ya."

"Tenang aja Bunda, aku gak akan membiarkan itu terjadi, sebentar lagi pelanggan datang menjemput kuenya," jawab delia sambil tangannya tetap cekatan menarik loyang kue dari dalam oven.

"Makasih ya Kak udah bantu Bunda."

"Selalu Bunda."

Kemudian kuarahkan pandanganku ke seberang jalan, menatap pemandangan sore yang syahdu, hujan masih gerimis di luar sana sementara mobil dan. pejalan kaki melintas tanpa henti, mereka tak peduli tentang hujan yang masih deras, seolah aktivitas kota tetap menggeliat apapun cuacanya.

Entah kenapa pikiranku menerawang, memori itu tiba tiba mengalir cepat seperti air di delta sungai, bercabang kemana-mana, kacau, tapi menggambarkan pola tertentu. Ada pemikiran tentang masa yang sekarang, tentang toko kue, tentang sekolah anak-anak dan tabunganku untuk kuliah mereka, tapi sebagian besar pikiranku saat ini terarah pada musim hujan 12 tahun lalu. Tentang, seorang pria yang pernah kupanggil suamiku, Mas Arham.

Setiap kali mengingat lelaki yang memiliki senyum indah itu, kepiluan merasuk hatiku. Bahkan sampai saat ini, aku tak bisa melupakannya, wajahnya, aroma tubuhnya dan luka-luka yang ia tinggalkan untuk kami.

Lalu ingatan buruk selalu datang setelah kenangan baik, ingatan saat suamiku meninggalkanku dan anak anak tanpa bekal. Dia mencampakkan kami dan membuat kehidupanku jatuh dalam kesengsaraan. Kami hidup dengan keras, terseret dalam pusaran kesulitan dan hutang.

Dia pergi begitu saja seakan kami bukan bagian dari hidupnya. Menghilang bagai ditelan bumi, diculik makhluk luar angkasa atau entah apalah.

Alasan ada tugas di luar kota telah membuatku percaya untuk melepas kepergiannya. Klise sekali memang!

Dia merayuku dan memberikan kecupan di kening, lalu dengan polosnya aku mempercayai lelaki bertubuh tinggi itu. Aku membantunya berkemas, dan percaya dengan naif kalau saat itu dia tidak punya uang sedikitpun untuk kami.

Dan... sejak itu kami kehilangan kontak dengannya.

**

Oktober 2012.

Setelah hujan selama dua hari berturut-turut, tiba-tiba matahari menyapa bumi dengan cahaya lembut, menyingkirkan sisa dingin hujan semalam. Embun pagi menempel di daun keladi seperti berlian yang terlupakan lalu menetes ke atas batu dan menguap. Dunia terbangun dari tidur diiringi oleh kicau burung dan gemerisik daun yang tertiup angin.

"Assalamualaikum." Sapaannya selalu terdengar menggetarkan hati meski itu sudah terdengar ribuan kali.

Saat itu aku sedang menyapu pekarangan, suamiku pulang dari tempat kerjanya dan terlihat terburu-buru. Semalam dia shift malam dan baru pulang jam 07.00 pagi.

"Mas! Kamu sudah pulang?" Aku menyambutnya, menerima tas berisi laptop dari tangannya.

"Iya, sif malam buat pikiranku lelah, aku ingin sekali tidur." Dia mengeluh sambil mengusap matanya.

"Mau kubuatkan kopi dan sarapan dulu?"

"Enggak usah, soalnya aku mau pergi lagi." Aku mengikuti langkahnya ke dalam kamar.

"Kemana?"

"Ada tugas penting, Iriana."

"Oh, tapi biasanya ada pemberitahuan dari jauh-jauh hari Mas, kok bisa mendadak?"

"Entahlah, tapi sebagai satu-satunya orang yang diandalkan sebagai tangan kanan Bos, aku harus turun tangan. Tolong kemasi beberapa pakaian. Aku juga harus bawa berkas administrasi dan identitas pribadiku. Semuanya ya!"

"Kok gitu?" Tiba-tiba perasaanku tak nyaman tapi aku tetap menuruti permintaannya.

"Katanya untuk syarat pembukaan cabang baru, agar aku bisa diangkat sebagai kepala. Bukankah lebih bagus kalau aku jadi kepala cabang, daripada terus membusuk sebagai kepala gudang?!"

"Iya, tapi kau terlihat lelah sekali, Mas."

"Aku tidak masalah jika itu menyangkut usahaku untuk mempromosikan diri. aku harus naik jabatan agar hidup kita lebih sejahtera." Lelaki itu meraih bahuku dan membawaku dalam pelukannya, sesaat aku merasa tentram dalam aroma khas suamiku, kami berpelukan untuk beberapa detik sampai akhirnya dia memintaku kembali memasukkan pakaiannya ke dalam koper.

"Baik-baik di rumah ya, nanti akan kukirimkan uang." Dia mengecup keningku.

"Iya, Mas."

"Jaga Delia dan Lita, katakan padanya kalau aku akan belikan mainan." Saat itu kedua putriku masih berusia 6 dan 4 tahun. Aku mengangguk saja atas pesannya padaku.

"Iya, Mas, tapi cepat-cepat pulang ya. Kamu tahu kan kalau aku gelisah sendirian di rumah."

"Iya hahaha." Lelaki itu tertawa renyah sambil mencubit hidungku.

Bersegera ia meraih koper lalu menyeretnya pergi seakan-akan ada yang memburunya. Bahkan ia tidak sempat cuci muka dan ganti pakaiannya, tidak pula sempat menikmati secangkir kopi yang masih mengepulkan aroma di atas meja. Dia juga tidak bertemu putri kami yang saat itu sudah berangkat sekolah.

Lalu suamiku menghilang....

Hari demi hari berganti tanpa kabar, saat itu teknologi belum secanggih sekarang, ada ponsel biasa tapi belum bisa kupakai untuk akses internet. Aku menyalahkan diriku yang terlalu gagap teknologi, aku juga tidak punya sosial media untuk menelusuri suamiku, jadi yang kulakukan adalah menunggunya.

Menunggu pagi sampai malam, dari matahari terbit hingga kembali ke peraduannya, Aku bertahan dengan sisa uang yang ada, dengan sisa perhiasan emas yang berusaha kucukupkan sampai akhir bulan. Waktu bergulir, matahari terbenam digantikan dengan bulan yang bertengger di di langit malam, musim-musim berganti dan suamiku menghilang.

Aku sudah menelusuri dia, aku cari dia di kantornya dan mengejutkan suamiku telah resign. Tidak ada naik jabatan atau tugas di luar kota karena dia kabur begitu saja. Aku tanya ibu mertua, tak ada satupun keluarganya yang tahu. Dalam keputus-asaan aku tidak tahu aku harus ke mana.

Suamiku menghilang menyisakan cinta dan kerinduan yang mendalam. Hatiku sesak mengingat tentangnya, juga rasa bersalah bertahun-tahun yang telah menghancurkan hatiku. Aku menyalahkan diriku atas kepergian Mas Arham, aku ingin tahu apa yang terjadi sampai ia harus kabur dan apakah itu adalah salahku? Aku tidak mengerti.

Dalam kerinduan dan penantian panjang aku mulai putus asa, sempat depresi dan sangat-sangat berada di titik rendah. Untungnya ada keluarga dan sahabat yang membantuku untuk bangkit, kami terpaksa pindah dari rumah tersebut, membeli rumah yang lebih kecil lalu membangun toko kue. Toko kuenya berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Anak mulai dewasa dan bisa membantuku.

*

Tring!

Lonceng toko membuyarkan lamunan. Pikiranku yang tadinya mengembara kembali lagi ke fokusku. Aku langsung berdiri untuk menyambut pelanggan toko, aku tersenyum saat mereka membuka pintu, dan langsung ku arahkan mereka ke etalase.

"Selamat datang, mari silakan." Aku menyambut dengan senyum lebar dan mengarahkan pelanggan ke meja.

"Kau??!" Pria berkemeja biru itu menatapku tanpa berkedip.

Aku tercengang karena tiba-tiba aku seperti mengenal pria itu, pria yang datang sambil menggandeng seorang wanita berpenampilan elegan bersama kedua anak mereka, laki dan perempuan yang mungkin duduk di bangku SD. Pria itu seperti aku kenal... ya benar! aku kenal! dia suamiku!

Lalu air mataku meluncur begitu saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
suami DAJJAL
goodnovel comment avatar
Nur Hidayah
sabar bunda semua adahikmahnya hukum tebar tunai itu ada
goodnovel comment avatar
Ida Pariastuti84
Ada yaaa suami kek gituuu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    117

    Melihat mereka saling menerima kembali, ada keharuan yang membasahi sudut mata ini, aku ikhlas dan bahagia untuk mereka. Bahagia melihat mereka bahagia. "Alhamdulillah, kalian sudah saling menerima kembali, Kalau begitu akan kubiarkan keadaan bicara dan aku berpamitan.""Mau ke mana Mbak?" Tanya Mariana."Aku harus kembali ke toko," jawabku sambil mengangguk tulus padanya. "Tapi, mbak ga bisa pulang sendirian, kami harus mengantar mba," ujar Mariana."Tidak usah." Aku menggeleng sambil mengisyaratkan kedua tanganku agar mereka tetap bersama di tempat itu."Tapi Mbak mau pulang dengan siapa?""Denganku!" Suara berat di belakangku menyadarkan bahwa yang datang adalah Mas Arkan. Pria tampan dengan jas marun dan sapu tangan biru yang terselip indah di dada kirinya membuat pria itu terlihat tampan dan keren.Ya, langkahnya, gestur kedatangannya, dan cara dia membuka kacamata hitamnya itu membuat semua orang terpana. "Pak Arkan," ujar Mas arham menyapa lelaki itu dengan senyum hangat da

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    116

    Aku ceritakan pada anak-anak bahwa semalam aku bicara pada ayah mereka, di meja makan saat kami sarapan pagi, kedua putriku terdengar menyimak semua cerita yang kuutarakan. "Apa Ayah bisa menerima dengan baik semua perkataan Bunda?""Iya, sepertinya pikirannya sedang jernih, jadi aku bisa masuk ke alam bawah sadar dan memberinya afirmasi bahwa dia harus kembali pada keluarganya." "Apa Bunda berhasil?""Bunda rasa Ayahmu mulai terpengaruh dan mau tergerak untuk menemui istrinya.""Sebenarnya ini bukan tugas kita untuk bersikap sejauh itu, tapi kita melakukannya karena kepedulian. Apa kalian setuju?" tanyaku pada anak-anak. "Ya, kami setuju Bunda."*Anak-anak telah berangkat ke kampus dan sekolahnya saat masa Arham tiba-tiba mengirimkan pesan padaku dan memintaku untuk menemaninya menemui Mariana. (Aku tahu ini canggung tapi hanya kau yang bisa kuandalkan untuk menengahi kami.)Aku terdiam sambil membaca pesan tersebut, agak ragu perasaanku karena aku tidak ingin mengambil langkah

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    115

    Senja menyapa kota ini dengan langit jingga yang memudar meninggalkan jejak warna jingga di cakrawala. Aku terduduk di teras rumahku sambil menatap gedung pencakar langit yang menjulang tinggi dari kejauhan. Di antara semua gedung itu ada gedung Mariana dan tempat yang dulu dikelola Mas Arham dengan begitu bangganya. Karirnya bagus sebagai direktur, hubungan dengan keluarga istrinya juga baik karena secara teknis ia suami yang sempurna. Beberapa bulan lalu ia sangat bangga berada di sana, menghabiskan sebagian besar waktu untuk mencurahkan pikiran dan ide-ide dalam bisnis, tapi kini semuanya tertinggal dalam kesunyian.Pikiranku tenggelam membayangkan apa yang terjadi antara Mariana dan Mas Arham, dia yang selalu terobsesi untuk kembali padaku dan kecemburuan Mariana telah memicu pertengkaran hebat dan perpisahan di antara mereka. Mungkin Mas arham merasa seperti terdampar di Pulau terpencil, sendirian tak memiliki siapapun. Tak ada kawan atau keluarga yang bisa diajak untuk mencura

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    114

    Angin berhembus dengan sejuk di antara siang menjelang sore. Berbincang dengan Mas Arkan sampai 3 jam lamanya sama sekali tidak terasa seakan baru lima menit berlalu. Karena aku harus menutup toko, maka aku mau minta beliau untuk mengantarku kembali ke cafe delta. Kami meluncur dengan mobil BMW milik Mas Arkan. Menyusuri jalanan kota yang terasa mulai sesak di sore hari, juga terik matahari yang langsung jatuh ke kaca depan mobil. Begitu berhenti di lampu merah yang di sebelah kirinya ada toko ritel aku terkejut dengan seseorang yang sedang duduk di bangku depan toko tersebut. Aku berusaha menajamkan pandangan mata padahal lelaki yang menggunakan celana jeans sobek di bagian lutut, baju kaos hitam dan topi., cambangnya nampak lebat, mungkin lebih bagus disebut jenggot. Dia duduk dengan sebotol kopi kemasan. Dia Mas Arham.Tatapannya kosong, duduk sambil menatap lalu lalang orang di jalanan, Dia terlihat sedih dan sesekali meneguk kopi dari botol tersebut. Melihatku ada di dalam semu

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    113

    Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    112

    Jadi apa yang kudapatkan dalam dua belas tahun penantianku? Mungkin aku tidak cukup beruntung dengan cinta, tapi aku mendapatkan modal dan toko baru. Aku telah mengamankan masa depan anak anak dan memastikan mereka kuliah di tempat terbaik yang mereka inginkan. Dan ya, untung saja aku berkonflik dengan Mas Arham, andai kami tidak bertengkar di showroom mungkin aku tak akan bertemu dengan Mas Arkan yang istimewa, lelaki yang telah memberiku alasan baru untuk tersenyum dan lebih kuat menjalani segalanya. Karena perannya juga, aku berani mengambil keputusan untuk membuka cabang dan berspekulasi dengan keberuntunganku. Nyatanya, aku hanya butuh dorongan karena keraguan terbesarku selama ini hanya takut merugi.Cabang baru berkembang dengan pesat, Kaila mengelolanya dengan baik, sedang aku dan anak anak fokus pada toko delta di saint Maria. Popularitas toko dan testimoni kelezatan melejit membuat pesanan menumpuk dan pelanggan yang tak pernah sepi. Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    111

    Mustahil dia adalah inspirasiku, inspirasi sesungguhnya adalah dendam dan luka di hatiku. Aku tidak mau kemurungan menghancurkan hidupku jadi kepedihan yang ada akan kuubah sebagai cambuk yang akan membuatku melejit jauh ke atas dan membuatnya menyesal menyakitiku. Aku tidak membalas pesannya, sekalipun dia mengirimkan spam chat sampai puluhan jumlahnya. Dia bilang dia mencintaiku, dia mohon agar aku memaafkannya. Juga dia bilang bahwa hubunganku dan Mas Arkan tidak ada pengaruhnya untuk dia, dia mau bersaing dengan sehat pada lelaki itu. Konyol sekali. Idiot!"Aku yakin kau belum tidur karena centangnya sudah biru." "Aku terbangun karena denting ponselku. Kau telah mengganggu tidurku," balasku."Dengar sayangku, aku akan memaafkan perbuatan Tuan Arkan dan bagaimana sikap kau dan anak-anak. Aku mau berlapang dada dan bersabar. semoga itu membuatmu paham bahwa aku benar-benar masih menyayangi kalian.""Omong kosong itu... Sudah ratusan kali aku mendengarnya dan aku tidak tertarik me

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    110

    Mas Arham bergeming begitu kening yang mendapatkan tinjuan yang sangat keras. Dia terkapar di paving lokasi parkir depan toko Delta. Orang-orang memandang kejadian diantara kami dengan decak terkejut dan komentar mereka mulai riuh.Anak-anak dan Kayla yang tadinya sibuk melayani pelanggan akhirnya juga ikut keluar dan menyaksikan semua itu."Anak-anak maafkan kami, maaf karena kalian harus melihat ini semua," ucap Mas Arkan pada Delia."Nggak apa-apa Om beliau memang harus diberikan pengertian," jawab Delia sambil memeluk nampan di tangannya.Mas Arkan terkulai dan berusaha bangkit tapi kurasa kepalanya sakit, kondangannya berkunang-kunang dan pukulan telak itu mungkin nyaris mengambil kesadaran dan membuatnya hampir pingsan."Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap seorang wanita yang sudah lama kenal denganku dia nyonya Telia, pemilik toko pakan kucing di seberang jalan."Tidak ada, Bu. Lelaki yang sudah bercerai denganku kini terus datang dan memberikan terornya.""Astaga, kuharap sekar

  • DUA BELAS TAHUN TANPA KAMU    109

    Matahari menjulang di langit dengan terik yang terasa nyata di kulit. Aku berjalan perlahan menuruni puluhan anak tangga dari gedung pengadilan agama. Akta perceraian yang kugenggam di tangan menjadi bukti dan titik balik bahwa sekarang aku telah menyandang status sendirian. Aku janda dan aku harus melawan stigma.Mulai sekarang aku akan berjuang sendirian tanpa keyakinan dan penegak jiwa bahwa aku memiliki suami. Orang yang kucintai dan kutunggu selalu bertahun-tahun ternyata bukan jodohku, bukan sama sekali.Sekarang langkah kaki terasa ringan meski hati sedikit sedih. Kutegarkan perasaanku sambil berdoa dan bertekad pada diri sendiri bahwa aku akan kuat menjalani hidupku. P*"Apa semuanya lancar Bu?""Akta cerai mana!""Di tasku.""Ibu tidak ketemu Pak Arham kan?""Dia bisa ambil akta cerainya sendiri.""Oh, syukurlah semuanya sudah selesai.""Ya, dan hakim juga memutuskan perintah untuk menjaga jarak. Mas Arham tidak akan mendekati Kita selamanya.""Syukurlah Bu, tinggal jalani s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status