Share

6. Gold Digger?

Maya memperkenalkan diri sambil menyambut hangat uluran tangan Leo, menyunggingkan senyuman manis untuk pria baik hati yang membantunya. Dalam hati, dia terheran mengapa pria pirang bernama Leo itu terperangah mendengar namanya. Apakah namanya begitu aneh?

"Maya?" tanya Leo lagi meyakinkan.

Maya pun mengangguk sambil tetap tersenyum dengan polos. Dia lalu menarik tangan karena Leo terlalu lama dan terlalu erat mencengkeram. Tentu tanpa sengaja, karena pikiran Leo saat ini melayang kepada hal lain.

Mendengar nama Maya, mengingatkan Leo akan sosok gold digger istri Adam yang diceritakan Sabrina semalam. Sangat bertentangan dengan penampilan Maya yang kini ada di hadapannya.

Untuk memastikan, Leo melihat jemari kiri Maya dan alangkah terkejutnya dia bahwa Maya mengenakan cincin nikah. "Kamu sudah menikah?"

"Benar. Saya baru saja menikah dan sekalian berbulan madu di sini," jawab Maya. Mata bulatnya menatap Leo dengan pancaran kebahagiaan, membuat hati Leo semakin bergemuruh. Senyum di wajah Leo pun berangsur-angsur surut.

"Kalau begitu, di mana suami kamu? Kalian sedang bulan madu, bukan?" tanya Leo sambil menggertakkan gigi. Bila benar dugaannya bahwa wanita lugu di hadapannya adalah istri Adam, jawabannya pastilah cocok dengan yang dia pikirkan.

"Suami saya mendadak ada pertemuan bisnis dengan klien lama di hotel lain di sekitar sini. Dia akan di sana selama empat hari lalu menjemput saya lagi ke sini," jawab Maya dengan detail. Dia sama sekali tak curiga bahwa pria bertubuh atletis itu sedang menyelidiki identitasnya.

Refleks, tangan Leo mengepal. Entah mengapa, saat Sabrina yang bercerita, dia tak memiliki perasaan benci yang mendalam. Berbeda dengan saat Maya bercerita. Saat ini, Adam dan Sabrina sedang bersenang-senang dan membiarkan Maya terlunta-lunta mencari kegiatan untuk mengisi hari-harinya.

Leo melirik Maya sambil menyesap minuman. Hatinya sakit oleh perbuatan orang lain terhadap orang lainnya. Mengapa dia harus terlibat urusan rumah tangga rusak milik orang lain? Mungkin sebaiknya dia menjauhi Maya agar tak melibatkan diri lebih jauh lagi. Mengingat sifatnya selama ini yang sering berkelakuan seperti pahlawan kesiangan, Leo sangat tahu kapan dia harus menjauh.

Aura Maya yang lebih seperti hewan kecil tak berdaya, membuat Leo ingin sekali melindunginya sejak pertama kali melihat wanita itu mengangkat beratnya kardus. Apalagi, saat ini, Leo sangat tahu apa yang sedang terjadi di balik layar. Sesuatu yang ratusan kali jauh lebih berat dari sekadar kardus súsu dan biskuit. Playboy berhati lembut itu pasti tak akan sanggup berdiam diri menyaksikan ini semua.

Karena itulah, Leo mantap untuk segera melangkah menjauh. Walaupun anggota tubuhnya sangat berat untuk melakukan hal itu, tetapi logika memaksanya untuk pergi.

"Kalau begitu, aku pergi dulu, ya! Semoga liburan kamu menyenangkan!" pamit Leo kepada Maya dengan senyuman yang dia paksakan. Hatinya tersayat. Dia seakan menjadi manusia jahat yang berlalu begitu saja saat melihat hewan yang kakinya tertindih pohon tumbang.

"Tunggu!" cegah Maya. Dia mengeluarkan sesuatu dari tas tangan dan memberikan dua kalung perak berliontin setengah hati yang bila disatukan akan menjadi satu hati yang utuh. "Ini hadiah untuk kamu! Berikanlah belahannya ke pasanganmu, aku yakin dia pasti akan suka!" ujar Maya dengan suara renyahnya yang khas. Kemudian Maya menambahkan, "Penjualnya bilang, ini kalung keabadian cinta. Laki-laki pasti tak akan suka, tapi wanita pasti akan sangat menyukainya."

"Bukankah, ini untukmu ... dan suamimu?" tanya Leo ragu-ragu. Hatinya semakin bergemuruh tak menentu. Seolah-olah, bila dia menerima kalung dari Maya, pasti akan terkena kutukan.

Maya menggeleng, "Aku bisa membelinya lagi. Tenang saja, itu tidak mahal. Hanya barang pasaran. Jangan sungkan begitu! Aku ini orang yang pelit. Jadi beli barang selalu yang murah. Hahaha." 

Maya memamerkan gigi-gigi yang putih dan tersusun indah seraya mengangkat tangan kanan Leo agar membuka dan menerima hadiah darinya. "Nah, sampai jumpa! Kau sudah boleh pergi sekarang!"

Seperti tersihir, Leo pun menerima hadiah Maya dengan perasaan tak menentu. Dia berniat meninggalkan wanita lugu di hadapannya untuk menghadapi pahitnya pernikahan yang penuh kebusukan. Namun, apa yang dia terima sebagai ganti?

Entahlah. Dengan pikiran kosong, kaki Leo menjauh pergi meninggalkan Maya yang tak berhenti melambaikan tangan padanya walaupun Leo tak melihat. Mata Leo tak lepas dari kalung perak yang diberikan oleh Maya. Entah berapa lama hal itu berlangsung. Sampai akhirnya Leo menyadari bahwa dia belum mengucapkan terima kasih kepada wanita yang telah memberinya hadiah.

***

Sementara itu, Adam dan Sabrina sedang menghabiskan waktu bersama dengan suka cita. Peluh membasahi badan mereka. Kamar hotel menguarkan aroma cinta. Jeritan-jeritan menggelorakan rasa, saling memuja, sampai keduanya meraih batas tebing dan terjatuh bersama dalam suka cita.

"Adam!"

"Sabrina!"

Setelah beristirahat karena lelah, Sabrina pun berujar dengan nada ketus, "Kau bilang kita akan bersenang-senang, tapi mana buktinya? Dari tadi kamu tidak mengajakku beranjak dari sini!"

"Maaf, Sayang! Kamu begitu cantik dan lebih menggoda dari semua hal di luar sana!" rayu Adam agar Sabrina tak marah. 

Sebenarnya, dalam hati Adam merasa tak tenang untuk membawa Sabrina keluar walaupun hotel yang sekarang mereka tempati cukup jauh dari jangkauan Maya. Sekalipun memakai mobil, harus menempuh jarak dua jam perjalanan. Tak mungkin mereka akan ketahuan berbohong. Namun, kegelisahan tetap saja membayangi hati dan pikiran Adam.

"Ayo kita keluar dan jalan-jalan! Aku juga ingin main yang lain!" rengek Sabrina manja sambil memukuli punggung kekar suaminya yang berkilat karena keringat.

"Jadi, kamu sudah tidak suka lagi seharian bermain denganku di sini?" tanya Adam masih menawar agar Sabrina tak meminta jalan-jalan.

"Aku tak peduli! Kamu sudah janji! Jangan bohong!" bentak Sabrina seraya membanting ponsel ke headboard. Kali ini, Adam tahu bahwa istri pertamanya benar-benar marah.

Daripada beresiko pertengkaran sebagaimana sebelumnya, Adam akhirnya mengalah. Ditepisnya rasa takut yang membayanginya. Demi cinta, pria itu menuruti semua keinginan sang kekasih hati. Lagi pula, dia ingat bahwa dia memang telah berjanji akan memberikan bulan madu yang utuh kepada Sabrina. Tak mungkin dia menarik kembali perkataannya.

"Okay, ayo kita jalan-jalan ke luar! Tapi ...." Sepertinya, Adam menganut prinsip tidak ada makan siang gratis.

"Tapi apa?" tanya Sabrina yang tampak kecewa kembali. Padahal, tadinya wajah cantiknya sudah sangat cerah.

"Tapi ...." Mata Adam melirik kamar mandi. Sabrina pun segera tahu apa yang diminta oleh suaminya.

"Tentu, Sayang! Apa pun akan aku lakukan demi jalan-jalan! Benar-benar ingin menikmati sunset sama kamu," seru Sabrina sambil menyeret suaminya ke kamar mandi.

Kebahagiaan Adam terasa lengkap hari ini. Kebersamaan dengan Sabrina adalah hal yang sangat mewah baginya. Apalagi, Sabrina selalu bersemangat melakukan hal-hal baru demi membuatnya senang. Sisi ini tentu sangat berbeda dengan Maya yang masih lugu.

Lagi-lagi, Sabrina membuat Adam merasa seperti seorang raja dalam drama kolosal. Wanita cantik yang selalu membuatnya senang dan bahagia itu memang sangat lihai tiada duanya.

Suami yang memiliki dua istri itu tengah mabuk kepayang dibuai istri rahasianya. Dia bahkan tak tahu bahwa saat ini istrinya yang lain sedang tersesat di jalan, tak tahu jalan kembali ke hotel.

"Aduh, ini aku ke mana, ya? Sepi sekali tidak ada orang. Sepertinya ini bukan jalan yang aku lalui tadi ...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status