Ashiqa meninggalkan Rama yang masih meladeni basa basi Renata namun dalam sekejap Rama sudah mensejajarkan langkahnya dengan Ashiqa.“Sayang, tunggu, tunggu dulu!” Rama hendak memegang lengan Ashiqa tapi istrinya menghempaskan tangannya.“Gak denger apa kalo aku lagi kebelet pipis?” Ahiqa buru-buru masuk ke dalam Villa berlari ke dalam kamar mandi dan mengunci diri di dalam sana. Tidak, Ashiqa tidak benar-benar ingin buang air kecil. Dia sengaja mengurung diri di dalam sana dan matanya mulai berair, ada nyeri di dadanya yang sulit dijelaskannya.Rama duduk di ayunan besar yang tergantung di beranda samping mereka sambil berpikir keras bagaimana tiba-tiba Renata bisa muncul di kota ini bahkan bersampingan dengan villa mereka.“Wisnu, apa kau yang mengatakan pada Renata jika aku liburan di sini?” Rama tanpa basa basi lagi menelpon Wisnu asistennya.“Engh … saya tidak yakin Tuan, karena saya sedang rapat, seseorang dari Shine Sun memang menanyakan keberadaan Tuan dan saya memberitahunya
“Apa kau suka sepatu itu?” tanya Rama ketika Ashiqa sedang menatap kakinya yang mengenakan sepatu hadiah dari Rama.“Iya aku suka, ini adalah warna favoritku. Terima kasih.” Ashiqa melemparkan senyumannya pada Rama.Pagi ini pun Rama memakai baju kaos couple yang dibeli Ashiqa tempo hari di mall, warna yang senada dengan sepatu mereka.“Ada track jogging tak jauh dari pantai, ayo kita ke sana.” Rama mengulurkan tangannya agar Ashiqa menggandengnya dengan mesra. Mereka berdua melakukan pemanasan sebelum mulai berlari dan Ashiqa memberi kode jika dia sudah siap untuk berlari pagi.Baru saja beberapa meter mereka berlari bersama muncul lagi penampakan bibit pelakor, Renata. Rama dan Ashiqa saling berpandangan namun tetap meneruskan lari kecil mereka. Ashiqa tersenyum dan Rama tahu Ashiqa sudah menyiapkan diri hingga tidak tersulut cemburu lagi.“Pagi Pak Rama, kebetulan lagi niih kita ketemu di sini, suka jogging juga rupanya yaa?” Renata pagi ini menggunakan baju olahraga yang ketat dan
Ashiqa mengambil kotak obat dan segera mengobati luka Rama yang cukup banyak mengeluarkan darah. Wajahnya terlihat cemas ketika dia mengoleskan betadine ke lukanya.“Rama, kita ke Rumah Sakit aja yuuk, aku gak mau nanti luka kamu kenapa-kenapa.” Ashiqa menempelkan perban dan memplesternya dengan baik.“Ini sudah cukup, istriku sangat telaten merawat lukaku, aku gak butuh ke rumah sakit. Jangan khawatir, Sayang, ini hanya luka kecil.” Rama mengambil lengan Ashiqa dan meyakinkan dirinya baik-baik saja.“Apa aku terlihat sangat tua untukmu hingga beberapa kali waktu orang melihat kita tak pantas sebagai suami istri?” Rama menunduk sambil menghela napas.Ashiqa duduk di samping Rama sambil mengelus punggung Rama.“Aku tidak peduli akan hal itu, yang aku tahu aku adalah perempuan yang paling beruntung untuk bisa di sisimu sebagai istrimu Rama.” ucap Ashiqa dengan lembut.“Apa kau sungguh-sungguh atau hanya sekedar menghiburku?” lanjut Rama lagi dengan gamang.“Demi Tuhan Rama, aku mengat
“Aku tidak menyangka jika Renata akan sebodoh itu Shiqa.” Rama menggerakkan hair dryer ke kanan dan ke kiri untuk membantu mengeringkan rambut Ashiqa.“Kita lupakan saja hal ini.” Jawab Ashiqa pendek. Dia menatap pantulan suaminya di cermin, Rama sudah melakukan hal yang seharusnya dilakukan, melindunginya.“Apa kau baik-baik saja?” Rama ingin memastikan sekali lagi kondisi Ashiqa luar dan dalam.Ashiqa tersenyum sambil mengangguk dan meyakinkan suaminya jika dia baik-baik saja.Rama kembali memainkan pengering rambut itu di tangannya, mengurai rambut Ashiqa yang panjang dan tebal kemudian dia mendesis kecil dan mematikan pengering rambut itu.“Kau kenapa?” tanya Ashiqa kemudian perempuan itu teringat dengan luka suaminya. Dia menyingkap baju kaos yang dipakai Rama. Perban itu basah belum diganti dan kembali ada darah di sana.“Ayo kita ganti perbanmu dulu,semoga lukamu ini tidak infeksi.” Ashiqa segera beranjak dan mengambil kembali kotak obat. Rama meletakkan pengering rambut itu di
Suasana kampus begitu meriah dengan acara wisuda dimana Ashiqa tahun ini telah menyelesaikan kuliahnya. Kecerdasan Ashiqa masih terbukti meskipun dia sudah menikah dan menjalani kehidupan yang berbeda. Dengan dukungan suaminya Ashiqa mampu menyelesaikan strata satu nya lebih cepat.Rama tampak salah satu pria yang memandang Ashiqa paling bangga setelah nama Ashiqa disebut sebagai salah satu wisudawati yang menyabet predikat cum laude. Dia juga yang bertepuk tangan paling keras ketika nama istrinya itu disebut.Orang tua Ashiqa juga turut menghadiri wisuda Ashiqa dan mengabarkan jika perusahaan yang Rama tolong kini berkembang lebih pesat. Mereka sangat berterima kasih dengan apa yang telah Rama lakukan pada hidup mereka terutama pada Ashiqa yang tampak berbahagia dan mendapat dukungan untuk meraih impiannya.Mereka berfoto bersama dengan penuh kebahagiaan dan Ashiqa yang paling lega karena sesuai janji Rama dia akan mengembalikan perusahaan ayahnya dan bisa mulai bekerja kapan pun Ash
Wisnu hanya mengiyakan dan mengikuti perkataan laki-laki yang telah menyelamatkan mereka. Bergegas mereka naik ke mobil yang ditunjuk olehnya dan membawa Ashiqa secepat mungkin ke rumah sakit.Ponsel Wisnu berdering beberapa kali dan terlihat nama Rama di sana, dengan ragu dia menggeser tombol hijau itu.“Apa yang terjadi Wisnu dan di mana istriku?” kegusaran Rama terdengar jelas dari suaranya.“Para pekerja disusupi provokator Tuan, mereka menyerang pihak manajemen dan saya sedang di jalan membawa Nyonya Ashiqa ke Rumah Sakit terdekat.”“Ashiqa kenapa?!” suara Rama jelas terdengar meninggi.“Rumah Sakit Persada tidak jauh dari lokasi kami dan kami akan membawanya ke sana. Nyonya Ashiqa terkena lemparan batu Tuan.”Wisnu tak mendengar lagi sahutan dari Rama dan memeriksa layar ponselnya, tanpa kata-kata lagi ternyata Rama sudah memutuskan sambungan telponnya.Wisnu baru saja teringat dengan laki-laki yang telah menolong mereka dan menoleh ke belakang untuk melihat kondisi Ashiqa.“Maa
Seorang laki-laki dengan postur tubuh yang atletis dan wajah rupawan sedang sibuk bekerja di balik meja. Tumpukan laporan serta layar komputer adalah dua hal yang bergantian dia amati. Tak mudah baginya untuk sampai di posisinya yang sekarang sebagai presdir meski semua orang bergunjing jika posisi yang dia dapatkan sangat terlalu mudah hanya dengan menikahi pewaris perusahaan yang cacat.Selama tiga tahun dia terus saja membuktikan jika dia pun bekerja dengan sangat keras di dalamnya, sang komisaris perusahaan alias wanita yang dinikahinya itu hanya menerima beres untuk tanda tangan dan sekedar formalitas saja. Perusahaan milik ayah mertuanya Seven Seas Enterprise menjadi perusahaan yang berkembang sangat pesat dalam kurun waktu dua tahun terakhir di Asia Tenggara dan Pasifik. Saatnya pria itu membawa gelombang Seven Seas menuju Indonesia untuk menyapu satu perusahaan, Al Farizi Corps.Pintu pun terbuka kemudian masuk seorang wanita cantik yang berada di kursi roda bersama seorang as
Ashiqa sudah terlelap tidur ketika Rama tiba rumah sakit, sejenak dia memandangi istrinya dengan perasaan sedih. Penyerangan itu belum menemui titik terang siapa dalang di balik provokasi para pekerjanya. Rama mencuci mukanya dan duduk di samping tempat tidur Ashiqa sambil mengambil tangan istrinya pelan-pelan.“Maafkan aku Sayang, semua jadi begini tapi aku akan berusaha agar semuanya baik-baik saja dan kau aman bersamaku.” Suara Rama pelan sambil menempelkan telapak tangan istrinya di pipinya.“Temani aku tidur, di sini masih muat, aku kesepian banget gak ada kamu, Rama.” Ashiqa membuka matanya dan melihat tatapan sendu suaminya, dia bergeser untuk memberi ruang di sisinya. Rama mengikuti permintaan Ashiqa dan berbaring di sisi istrinya, sebelah tangannya dijadikan pengganti bantal kepala Ashiqa dan lengannya yang lain melingkari tubuh istrinya yang hangat.Ashiqa menghirup aroma tubuh suaminya sambil tersenyum lega.“Aku merindukanmu, apa kau makan dengan baik hari ini?” Ashiqa men