Beranda / Horor / DUKUN 99 / Bab 2 Strategi

Share

Bab 2 Strategi

Penulis: Uwa Mia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-20 10:18:33

Nanda. 

Wanita itu hanya kuat saat berada dalam ruko. Bila digiring ke luar, ilmunya melemah. 

Aku akan mematuk kakinya. Ia bakal mengalami stroke di mana sekujur tubuh mati rasa.

Lalu mereka akan membawanya ke rumah sakit. Dengan begitu, pekerjaanku merenggut nyawa Nanda jadi lebih mudah. 

Masuk rumah sakit bukanlah pilihan yang tepat bagi korban santet. Justru terkadang, di sanalah serangan gaib lebih mudah masuk ketimbang berada di rumah sendiri.

"Penyusup, kau lagi menyusun siasat rupanya!!" Aku dikejutkan oleh kemunculan suami gaib Nanda di dekatku. 

Dengan gemas, tapal kakinya disuruk-suruk ke bawah meja. Berupaya menginjak badanku. Untungnya aku dengan mudah menghindar. 

"Siapa yang mengutusmu ke mari?!" Suaranya menggelegar. Membuat Nanda menoleh heran ke arah kami.

Tak menyiakan waktu, aku merayap ke bawah meja kasir. Mematuk punggung kaki Nanda sebanyak tiga kali. 

Wanita itu sontak berteriak. Setelahnya ia terpekur di kursi dengan badan mengejur kaku. 

Para pegawai berlarian mendapati Nanda. Sementara pelanggan yang ditinggalkan bertanya-tanya apa yang barusan terjadi.

"Mbak Nanda sakit lagi," ujar pegawai yang paling dewasa.

"Kaku badan Mbak Nanda. Apa mungkin kena stroke?" ucap yang satunya panik.

"Gak tahu."

"Mbak, tadi kenapa tiba-tiba teriak?" tanya mereka memastikan.

Nanda menggerakkan telunjuk ke bawah meja agar mereka melihatku. Namun sama saja. Aku telah menyamarkan diri jadi tak bisa dilihat oleh mata manusia awam.

"Ula."

"Apa Mbak? Ula?"

"Ada ula," jawab Nanda dengan mulutnya yang kini miring akibat stroke mendadak. 

"Maksud Mbak, ular?" tanya mereka ketakutan. Lantas dengan ragu-ragu memeriksa ke bawah meja. 

Jantungku meronta. Bukan karena takut terciduk, tapi reaksi testosteronku meningkat. Mencapai puncak saat wanita-wanita cantik ini mengerubungiku. 

"Gak ada ular di sini, Mbak Nanda," tukas mereka usai memeriksa. 

Aku bernapas lega. Sementara Nanda yang tak bisa berbuat banyak hanya menampakkan raut kesal bercampur kecewa. 

Beberapa pegawai memutuskan kembali melayani pelanggan. Beberapa yang lain berdebat tentang keputusan membawa Nanda ke rumah sakit. 

"Jenan ...." Suara Nanda tertahan di kerongkongan. Rahangnya yang bengkok sulit berucap jelas. 

"Jenan te luma hakit." Ia memohon. 

Mereka saling berpandangan. Mereka paham maksud Nanda. Namun jika hanya berdiam di ruko, dikhawatirkan bos mereka semakin parah. 

"Siapkan mobil!" Titah pegawai yang nampak paling dewasa. 

Seseorang mengambil kunci dari laci lalu bergegas ke luar salon. Ia menghidupkan mobil hitam yang terparkir di halaman ruko. 

"Jangan bawa istriku ke rumah sakit!" teriak suami gaib Nanda. Ia marah besar. 

Tak seorang pun bisa mendengarnya. Kecuali aku.

Dengan hati-hati mereka membopong Nanda menuju mobil. Lalu melaju pergi. Meninggalkan Jin Kuda dan anak-anak kuda yang menangis terisak. 

Sebelum pintu menutup sempurna, aku berkesempatan merayap ke luar. 

"Kurang ajar kau, Ular sialan," umpat Jin Kuda dari dalam salon. Lewat dinding kaca, kulihat wajahnya menghitam legam dan badan memerah geram. 

Ia tak bisa mengikuti Nanda ataupun mengejarku. Sebab habitatnya terpatri hanya dalam salon itu. 

Aku hendak pulang saat kulihat dua tuyul Nanda terkesima padaku. Kagum pada belang-belang unik di tubuh ini. Hitam bercampur keemasan. 

"Apa liat-liat?!" Hardikku. 

Jangankan takut, mereka malah tertawa cekikan. 

"Pilih ikut aku atau kusemprotkan bisa ke wajah kalian?" Kubuka mulut selebar mungkin. Siap mencipratkan zat berbahaya. 

"Tapi kau punya kacang ijo, 'kan?" tanya si tuyul. Suaranya lebih mirip anak ayam.

"Kami lapar. Di sini hanya diberi permainan saja," sambungnya lagi.

"Ya, ikut aku. Akan kuberi kalian susu dan kue manis!" 

Mereka tertawa gembira lalu menghilang mengikuti aku. 

🖤🖤🖤

Kami tiba di kebun belakang rumah dan aku kembali ke wujud manusia. 

Kusempatkan memetik kacang hijau langsung dari pohonnya. Dan kedua tuyul itu menyantap rakus.

Sebelum memasuki rumah, kumasukkan mereka ke dalam botol. Lumayan jika nanti ada pelanggan yang datang membeli. Biasanya satu tuyul dihargai senilai sepuluh juta rupiah.

"Wanita itu sudah lumpuh dan mereka membawanya ke rumah sakit!" Aku melapor pada Bapak di ruang tamu.

Lastri yang belum pulang, bereaksi senang. Sudut bibirnya mengembangkan senyum sinis. 

"Tinggal satu langkah lagi," jelas Bapak pada Lastri.

 "Malam ini saya dan Bone akan menyerang ke rumah sakit. Kami pastikan besok dia meninggal!"

"Ah, tidak sia-sia aku ke sini," gumam Lastri gembira.

"Ya. Jika besok kau dengar kabar kematiannya, segeralah ke mari. Bayar kewajibanmu." Bapak melirik tas berisi uang yang didekap Lastri. 

"Tentu, Mbah." 

"Pulanglah, Lastri. Kita tak mungkin duduk di sini sampai kiamat tiba." Bapak mengelus janggut panjangnya.

Aku yang berdiri sopan, hanya menunduk saat Lastri berpamitan pulang. 

Lama berada di sini, badannya menguarkan aroma kemenyan. 

Aku yakin, keluarga Lastri pasti curiga kalau dia baru saja pulang dari berdukun.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DUKUN 99    Bertunangan (Tamat)

    Bab 75 Berita tentang kematian Bapak tersiar ke sepenjuru desa. Warga berbondong-bondong datang melayat. Di hari yang sama, kami langsung menguburkan jenasah Bapak.Mang Asep masih menekuri makam Bapak kala semua pelayat telah pulang. Sementara rombongan kami tengah bersiap untuk kembali ke Jakarta. Aku menghampiri Mang Asep lantas berdeham pelan. Pria itu mendongak sepintas dan kembali menatap makam."Kau sudah jadi manusia normal, Bone. Dan aku jadi dukun sakti menggantikan Tarso. Kita doakan semoga ia tenang di alam sana." Aku terdiam. Hanya memandangi gerak-gerik Mang Asep yang bangkit dari berjongkok di makam, hingga ia berpamitan pulang."Bu Amira, kami harus pulang ke Jakarta sekarang. Ada jadwal pelayanan di tempat lain," tegur salah satu Pastor. "Tidak. Kalian masih harus membantuku." Aku menginterupsi.Ketiga Pastor itu mengernyitkan dahi. Mereka menatapku heran. "Aku sudah dipulihkan dan bukan siluman ular lagi. Tapi dosaku di masa lalu mengakibatkan Nadia jadi kambing

  • DUKUN 99    Terima Kesaktian

    Bab 74Di ruang tamu tempat biasa melayani pasien, Bapak terkulai lemah. Aku hampir tak kenal wajah aslinya. Kulit Bapak menghitam legam dan bola matanya terus-terusan mengeluarkan cairan.Jemarinya yang kaku dipaksa bergerak saat melihatku. Aku turun dari badan Beni, lalu segera merayap ke tempat Bapak terbaring.Sedikit senyum mengembang di wajahnya. Orang-orang yang datang menjenguk, haru menyaksikan kami. "Pastor, apakah Mbah Tarso bisa disembuhkan?" Ibuku menatap iba."Sepertinya tidak, Bu Amira. Orang ini sedang menuai hasil perbuatannya selama hidup di dunia." Si Pastor berucap lugas. "Dia terlalu menyimpang dari jalan kebenaran. Sekalipun ia banyak mengamalkan ilmu putih untuk menyembuhkan orang, tetap saja dosa. Sebab yang memberi kemampuan itu bukanlah Tuhan, melainkan iblis." Orang-orang yang menjenguk Bapak, merasa tersinggung atas ucapan si Pastor. Ini wajar, karena mereka pernah disembuhkan oleh Bapak.Mang Asep cepat-cepat menengahi situasi. Ia meminta warga untuk p

  • DUKUN 99    Ilmu Rawarontek

    Bab 73Beda dengan alam barzah di mana waktunya lebih cepat dari waktu di bumi. Di lubang neraka ini, hitungan waktunya sama persis dengan waktu di bumi. Aku tahu, karena detik demi detik terasa begitu nyata di tempat ini. Dari balik jeruji besi, aku memperhatikan bagaimana para iblis hilir mudik mendatangi tahta kebesaran Lucifer. Mereka melaporkan hasil kerja, bahkan mendiskusikan trik yang cocok untuk mempengaruhi manusia. Terbahak-bahak mereka tertawa kala manusia berhasil jatuh ke dalam dosa. Tiap iblis dengan kepiawaiannya masing-masing.Ada yang ahli dalam merusak tali pernikahan. Meniupkan ruh tidak setia yang membuat para suami berselingkuh. Setelah itu bercerai. Ada yang piawai meniupkan ruh mamon. Membuat manusia cinta uang, gila harta, tahta dan jabatan. Para iblis ini terus membisikkan ide-ide busuk ke telinga manusia. Agar mereka mengambil jalan pintas seperti berjudi, trading saham, korupsi, bisnis narkotik dan mafia lainnya. Aku mendengar mereka memanggil Lucifer

  • DUKUN 99    POV Abigail

    Bab 72Ya Tuhan, kenapa jadi serumit ini? Gara-gara tertarik pada ajakan Beni untuk penelusuran, sekarang Bang Bone tak sadarkan diri.Apa hanya pingsan atau sudah meninggal. Aku dan Beni jadinya bertengkar karena panik. Panik, mau dibawa ke rumah sakit atau rumah orang tua Bang Bone. Kalau ke rumah, sudah pasti Bu Amira akan marah besar. Akhirnya kami membawa tubuh Bang Bone ke rumah sakit. Selama di perjalanan, aku menangis sesenggukan.Tak bisa kubanyangkan jika Bang Bone tidak bangun lagi. Sungguh, a ku belum siap kehilangan orang tercinta. "Dia belum meninggal," ujar dokter di ruang ICU. "Dia mengalami gagal napas, atau yang sering disebut koma." "Kami akan memasang alat bantu pernapasan," imbuh dokter.Aku, Beni dan Ando tak henti membisikkan doa-doa kecil. Di hadapan kami, dokter yang dibantu oleh tim medis, memompa dada Bang Bone. Mereka memasang ventilator yang menutupi hidung dan mulut. Garis hijau muncul di layar monitor. Naik turun seiring denyut jantung. Dokter memin

  • DUKUN 99    Bone Meninggal?

    Bab 71Ando menendang pintu ruang direktur hingga terbuka lebar. Jemarinya meraba tombol saklar demi menyalakan lampu. Sayang, listrik di ruang ini pun tak berfungsi lagi. "Hahaha ...." Beni kembali tertawa. Ia duduk berpangku kaki di kursi kebesaran direktur. "Kau!!!" Telunjuknya mengarah padaku. "Barusan kau menjelek-jelekkan namaku, bukan? Aku tersentak mundur. Langsung menarik lengan Abigail agar tak mendekati Beni. Sebab sosok yang merasuki Beni sangatlah berbahaya."Wahai manusia bodoh!" Ia memekik. "Membicarakan namaku sama dengan mengundangku datang." "Aku Luciferr!!" ucapnya bersamaan dengan matanya menyala merah. Di saat yang sama, suatu energi gelap melempar kami ke tembok. Rasanya sakit sekali. Aku segera mendekap tubuh Abigail. Gadisku itu meringis meraba tubuhnya. Sementara Lucifer kembali tertawa melalui raga Beni. Kesal, aku membaca mantra lantas melesakkan kanuragan hitam lewat mulutku. Gumpalan asap hitam menghantam Lusifer, tapi tak memberi efek sama sekali.

  • DUKUN 99    Lubang Neraka

    Bab 70Segera kupijat pelipis dan tengkuk Beni. Beberapa saat kemudian, kondisinya berangsur membaik sehingganya kami melanjutkan penelusuran. "Kalian tahu gak?" Beni bersuara pelan. "Sewaktu tanganku memegang gagang pintu tadi, aku menyaksikan pertengkaran sengit yang terjadi antara suami istri pemilik pabrik ini. Mereka ribut soal uang. Tapi belum selesai pertengkaran itu, tiba-tiba muncul banyak iblis di dekatku. Ingin memasuki tubuhku. Aku terhempas dan rasanya tuh pusing banget." Beni mengurai apa yang dialaminya. Ia tampak lemas. Aku menepuk pundaknya, "Setelah ini, kamu kudu tahu seberapa besar gelombang yang ada dalam jiwamu. Setiap kita memiliki gelombang energi yang berbeda, begitu pun dengan makhluk gaib. Jadi, tidak semua makhluk gaib bisa merasuki kita, melainkan hanya yang se-frekwensi saja." "Oh gitu? Pantesan!" keluh Beni. "Kok aku jadi penasaran pada pertengkaran yang disaksikan Beni," celetuk Ando. Kamera ia arahkan ke wajahku. "Bisa gak, Abang sentuh gagang pin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status