Ketika fiting baju pengantin Thoriq nampak melamun, setiap ditanya komentarnya hanya satu kata, bagus. Ketika diajak diskusi persiapan pernikahan Thoriq tampak datar, pikirannya seperti melayang ditempat lain. Hanya Kanaya dan orang tuanya yang sibuk dengan persiapan pernikahan, Thoriq seperti tak bersemangat bahkan cenderung menghindar. Kanaya bertanya-tanya dalam hati, apakah ini ada hubungannya dengan brand ambasador-nya...? Savanna Halinna Putri, Kanaya pernah memergoki keduanya saling menatap dan tampak akrab saat berbincang. Kanaya melihat raut kebahagiaan saat Thoriq bertemu gadis itu, sangat berbeda saat bertemu dirinya. Sangat formil dan menjaga jarak, Thoriq hanya seperti menggugurkan kewajiban saat bertemu dengannya, mungkin karena gak enak sama Umi-nya.
Akhir-akhir ini Thoriq dan Savanna intens bertemu di yayasan yatim kasih bunda, berapa kali Kanaya memergokinya bahkan di buku tamu yayasan terlihat hampir setiap minggu mereka datang bersama. Kanaya mulai ragu untuk melanjutkan pernikahan ini, seminggu lagi undangan sudah harus disebar. Terkadang cinta bukanlah segalanya dalam pernikahan. Cinta itu hanya seperti pohon, jika disirami dan dipupuk dengan rajin maka akan tumbuh bunga yang cantik. Lagi pula ia datang lebih dulu dihati Thoriq dibanding model itu. Dan kedua orang tua Thoriq sangat menginginkan keduanya segera menikah. Kanaya kembali semangat, pernikahan harus tetap terjadi apapun keadaannya. Ia tak boleh menyerah dan Thoriq harus tahu itu!
"Bagaimana gaun pengantin ini Kakak...?" Kanaya berputar, memperlihatkan detail busana pengantinnya, Asha, Lina dan Ferdi asistenya memuji baju yang sangat luar biasa sementara Thoriq hanya bilang bagus dengan raut muka yang datar. Kanaya hanya mampu menghembuskan bafas panjang.
"Kanaya, aku ada perlu sebentar. Telfon saja jika anda membutuhkan, saya akan datang..." Thoriq pergi tergesa setelah menerima panggilan telepon.
"Kenapa mbak Nay, sepertinya calon mempelai laki-lakinya sibuk sekali..." Ferdi mencium aroma tak wajar dalam sikap Thoriq. Ia laki-laki dan tak terhitung menangani busana pernikahan, biasanya kedua mempelai sangat antusias dan saling mendukung. Ini hanya Kanaya yang sibuk, pasangannya seperti tak perduli harus memakai busana apa. Diam-diam Ferdi merasa prihatin dengan nasib bosnya yang cantik dan baik ini, hidup memang tidak sempurna dan kadang tak adil.
*****
Thoriq datang kerumah ilham, pemuda itu sedang menikmati kopi pahitnya didepan aquarium kecil di teras kamarnya. Senyumnya melebar melihat siapa tamunya, dipeluknya Thoriq.
"Apa kabar bro..." keduanya beradu kepalan tangan seperti biasanya
"Alhamdulillah baik, seperti yang kau lihat aku sehat walafiat dan baik-baik saja..." Thoriq tersenyum masam, sesuatu bergejolak dalam dadanya dan membutuhkan pelepasan.
"Wah.... jadwal ceramahmu padat ya.." Thoriq melirik jadwal ceramah yang menempel di dinding kamar sahabatnya.
"Belum sepadat ustadz Abdul Somad.." canda Ilham.
"Berarti anda siap di buly dulu di media baru mendapat nama sebesar ustadz Abdul Somad..." Thoriq nyengir kuda.
"Abdul Somad ustadz hebat bro, jika tidak di buly pun tetap akan hebat. Ceramahnya cerdas, lugas dan berani, paket komplit bahkan spesial pakai telur..." keduanya terkekeh.
"Tepat, kau tahu tidak bedanya pintar sama cerdas...?" Thoriq melempar pertanyaan.
"Emang ada bedanya gitu...?" Ilham menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Adalah, suku katanya aja beda.." Thoriq menempelkan telapak tangannya dikaca aqurium, sontak ikan-ikan itu pada menempel di kaca, dikiranya diberi makanan.
"Pintar itu, siapapun yang belajar sungguh-sungguh bisa pintar. Kecerdasan hanya diberikan kepada orang yang bertakwa, cahaya penuntun iman-nya untuk melihat dengan jelas antara yang haq dan yang batil."
"Yes, aku tidak meragukan kecerdasanmu" Thoriq memberikan jempolnya memuji Ilham.
"Apa yang membuatmu bisa melihat...?" kini Ilham ganti mengujinya.
"Cahaya, mata hanya menerima respon dari cahaya untuk menyampaikan object yang disinari. Semakin terang cahaya semakin banyak object yang bisa dilihat. Semakin tinggi keimanan seseorang membuat penglihatannya lebih terang dari orang biasa."
"Wow, Thoriq sesekali kau harus ikut bersamaku untuk ceramah, jangan kau simpan pengetahuanmu itu hanya untuk dirimu sendiri" puji Ilham kagum.
"Tidak Ilham, itu spesialismu. Baru mengucap salam saja jamaah sudah gempita menyambutmu kalau aku yang ceramah bukannya sambutan yang kudapat tapi sambitan" keduanya tergelak.
"Bisa aja, ngomong- ngomong apa keperluanmu datang kesini" Ilham menatap sahabatnya.
"Savanna masuk rumah sakit..." air muka Thoriq berubah seketika saat menyebut nama gadis itu.
"Gadis dalam mimpimu itu....?" Ilham merasakan hal rumit sedang terjadi menimpa sahabatnya.
"Apakah kau sudah menjenguknya...?"
"Sudah, Savanna malah menyuruhku pergi" wajah Thoriq layu.
"Harusnya hidupmu bahagia bro, dicintai oleh dua gadis istimewa. Bukan hanya cantik tapi tajir dan populer tapi kulihat hidupmu malah nelangsa. Apa yang salah ya...?" Ilham menggaruk kepalanya. Dicintai banyak gadis pusing, tidak ada yang mau tambah pusing!
"Sejak dulu Kanaya hanya kuanggap sebagai teman baik, tak lebih.." jujur Thoriq.
"Kenapa kau malah melamarnya...?" Ilham menggelengkan kepalanya, tak paham.
"Umi dan Abi sangat menyayanginya, mereka yang menginginkan kami menikah..." Thoriq menatap galau.
"Duh...masalahmu rumit, andai Kanaya menyukaiku...masalah akan segera selesai..." Ilham menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Anda menyukai Kanaya...?" sepasang bola mata Toriq membulat sempurna.
"Hanya lelaki tak normal yang tidak menyukai gadis seperti dia, cantik, pintar, sholehah...paket komplit" lanjut Ilham.
"Jadi, anda menganggapku tak normal?" Thoriq menaikan sebelah alisnya.
"Tidak, orang sepertimu kebanyakan penggemar hingga sulit untuk memilih."
"Aku mencintai Savanna, kami memang banyak perbedaan tapi bersamanya aku merasakan kehidupan yang sesungguhnya. Membayangkan masa depan bersamanya dan membangun sebuah rumah tangga...." mata Thoriq menerawang, mengingat mimpi dan pertemuannya dengan gadis itu.
"Jangan lupa, kita di ijinkan memiliki istri sampai empat, kalau cuma dua bisa sekali jalan..." Ilham nyengir kuda.
"Kau gila Ilham..." keduanya terkekeh.
"Jika pernikahanmu batal dengan Kanaya, kenalkan aku padanya."
"Bukankah aku sudah pernah mengenalkanmu padanya...?"
"Ya, maksudnya buat jalur khusus agar aku bisa dekat dengannya..." Ilham mengedipkan sebelah matanya.
"Baiklah, kita lihat situasinya nanti. Ilham aku pulang dulu, terima kasih untuk semuanya."
"Terima kasih sudah mengunjungiku" keduanya berjabat tangan.
Berbicara dengan Ilham membuat seoaruh beban Thoriq terlepas. Setidaknya jika pernikahannya batal Kanaya tidak terlalu terpuruk, ada Ilham yang akan menemaninya.
****
Umi menghela nafas berat, ia merasa sudah seminggu ini Thoriq menghindarinya. Anak semata wayangnya itu lebih banyak menghabiskan waktu di di pesantren yang akan dibangunnya. Pesantren modern yang memadukan antara sains, teknologi dan imtaq (iman,taqwa). Waktunya terkuras disana hingga melupakan persiapan pernikahannya dengan Kanaya, terlihat tidak antusias dan tidak perduli.
"Thoriq, duduk sini nak Umi mau bicara.." wanita itu menatap anak semata wayangnya dengan senyum lembut.
"Ya Umi" Thoriq duduk dikursi keluarga menghadap Umi dengan perasaan galau, ia bisa meraba apa yang akan dibicarakan Umi padanya.
"Bagaimana persiapan pernikahanmu Nak..?" tanya Umi.
"Baik Umi...lancar.." Thoriq menjawab datar bahkan terbata.
"Umi lihat anda kurang sepaham dengan Kanaya..." pancing Umi.
"Maksud Umi..?" Thoriq mulai fokus, sepertinya Umi mencium ketidak perduliannya terhadap Kanaya dan persiapan pernikahannya.
"Umi lihat hanya Kanaya yang sibuk..." Umi menatap menyelidik.
"Ya Umi, Thoriq sedang persiapan pembangunan pesantren, jika tidak dikontrol takut jadinya tak sesuai harapan..." dalih Thoriq, dadanya berdebar mendapatkan sindiran Umi.
"Tapi persiapan pernikahan juga penting nak, itu masa depan kalian" tegur Umi.
"Pernikahannya berbarengan dengan kesibukan Thoriq Umi sehingga sulit untuk fokus."
"Kanaya menunggumu lama sekali nak, sejak SMA dan gadis itu menjaga dirinya untuk-mu" Umi mengingatkan pengorbanan Kanaya.
"Thoriq tahu Umi..." pemuda itu menatap keluar jendela, menghembuskan nafas panjang. Setiap orang berhak memilih pasangan hidupnya tapi tidak untuknya. Melihat Savanna terluka rasanya ia ingin kawin lari saja dengan gadis itu, pergi jauh dan hidup berdua dengan damai. Tapi bagaimana nasib Umi dan Abi-nya...? Ia anak satu-satunya, Thoriq tak mau jadi anak durhaka. Ya Allah hanya tinggal seminggu kebebasannya, setelah itu Thoriq harus melupakan Savanna selamanya!
"Thoriq, Umi bicara denganmu.." wanita itu hanya mampu mengelus dadanya, tubuh anaknya ada disini tapi pikirannya entah kemana. Thoriq terlihat pendiam akhir-akhir ini, meski tak pernah membantah tapi tatapannya kosong. Keceriaan hilang dari wajahnya, Umi merasa kehilangan anak kesayangannya. Apakah ini ada kaitannya dengan model terkenal itu?
"Ya Umi, Thoriq dengar..."
"Apakah kau mencintai Kanaya...?" tanya Umi hati-hati.
"Kata Umi cinta hanya seperti pohon, jika disiram dan dipupuk akan menghasilkan bunga yang cantik..." Thoriq menjawab datar, tak tahu harus menjawab apa.
"Itu bukan jawaban anakku..." Umi menghembuskan nafas berat.
"Maafkan Thoriq yang belum bisa memenuhi harapan umi..." inginnya Thoriq mengatakan bahwa Kanaya hanyalah sahabat baginya tapi mana mungkin? Ia adalah orang pertama yang tak rela melihat Umi terluka tapi apa yang dilakukannya saat ini sama dengan menyakitinya. Jadi harus bagaimana?
"Umi tahu siapa yang kau cintai tapi gadis itu tak baik untukmu nak, foto-foto peragaan busananya di majalah dan medsos akan menghancurkan nama baik keluarga besar kita nak. Umi harus jawab apa jika ada yang tanya profesi menantu Umi..." Umi memperhatikan wsjah Thoriq yang tiba-tiba memerah, mungkin malu.
"Setiap manusia bisa berubah Umi dan kita tak berhak menghakimi masa lalu orang lain..." Thoriq membela Savanna, kata-kata itu terlepas begitu saja dari mulutnya membuat alis Umi terangkat.
"Thoriq, anda lupa sedang bicara dengan siapa..?" Umi meradang, selama ini Thoriq tak pernah membantahnya. Pasti ini pengaruh gadis model itu, dari busana yang diperagakannya sudah bisa ditebak bagaimana perilakunya. Umi mulai naik pitam, ia seperti kehilangan sopan-santun anaknya.
"Wanita yang memakai busana dengan menunjukkan bagian tubuh indahnya dan ditonton oleh banyak orang tak akan mencium bau surga. Apakah anda lupa itu? Umi sayang padamu nak.." Umi berusaha mengendalikan ucapannya.
"Ya Umi, maafkan Thoriq..." pemuda itu berdiri, memeluk wanita yang melahirkannya dengan perasaan bersalah. Anak laki-laki wajib memuliakan ibunya, memberikan perhatian, menyayangi dan memenuhi segala kebutuhannya. Ridha Allah berada di tangan orang tua maka sebagai anak wajib hukumnya menghormati kedua orang tuanya.
Dikamar Thoriq menatap keluar jendela, tak ada warna lain di luar sana kecuali hijau dan putih. Dan disetiap benda yang dilihatnya hanya ada satu wajah, Savanna! Wajah itu menempel di jendela, daun-daun, kaca dan semua tempat. Laki-laki tak boleh menangis tapi kini setetes air mata luruh dipipinya. Hatinya rapuh, ia tak bisa memilih antara ibu dan kekasihnya. Thoriq hanya menunggu dan berharap waktu bisa merubah keadaan, membawa dirinya, Umi dan Savanna menemukan jalan keluar terbaik.
"Namaku Muhammad Thoriq Al-Farisi, aku tak pernah menghianatimu karena khianat bukanlah sifatku!"
Tangan Thoriq mengepal, dihantamnya tembok didepannya. Darah mengucur dari sela-sela jarinya. Perih namun yang lebih perih adalah hatinya, menyinggung pwrasaan Umi, menikah dengan orang yang tak dicintai dan membuat kekasihnya masuk rumah sakit! Adakah yang lebih buruk dari semua itu...?
*****
Musim semi mengawali hari baru, udara yang sejuk dan bunga- bunga bermekaran membuat segala yang terlihat begitu indah namun tidak dengan suasana hati Savanna. Ia hanya duduk sendiri dengan wajah tanpa ekspresi, Alin sungguh prihatin melihatnya. Modelnya yang penuh semangat kehilangan energinya. Alin ingin mendengar Savanna bercerita apa saja seperti biasanya tapi gadis itu hanya diam membisu, terkesan tak menginginkan apa-apa kecuali kesendirian. Menatap kosong pada tempat yang jauh, ingin rasanya ia menelpon Thoriq dan menceritakan kondisi Savanna namun hatinya mencelos begitu melihat tatapan gadis itu. "Edward tak perduli siapa dirimu, keluargamu bahkan profesimu membuatnya bangga. Anda bukan hanya cantik tapi terkenal dan berprestasi bahkan Edward siap menikahimu sekalipun tahu anda tidak mencintainya, bersamamu itu sudah cukup baginya. Menikah dengannya membuatmu hidup bak putri raja dalam dongeng seribu satu malam, Edward akan selalu berpikir untuk membuatmu bahagia, i
Alin, Amira dan Lucy terdiam, menatap Savanna dengan rupa kalut. Ingin menolong tapi tak tahu apa yang harus dilakukan. Lucy menyangga dagunya, menatap Savanna tak berkedip. Selama ini ia melihat kesempurnaan kehidupan Savanna, top model dan digilai banyak pria namun satu-satunya pria yang dicintainya mencampakkannya. No bodys perfect, tak seorangpun sempurna. Selalu ada sisi yang kurang dalam kehidupan seseorang agar seimbang, belajar untuk menyempurnakan. "Apakah anda masih gamang...?" Amira menatap Savanna, wajah gadis itu terlihat kacau. "Apakah aku masih punya pilihan Amira...?" Savanna membayangkan acara yang akan dihadirinya, bertemu dengan orang-orang yang saat ini ingin dihindari. "Baguslah kalau anda sadar, bahwa tanggung jawab adalah segalanya.." Lucy mengingatkan. "Ini kontrak terakhirmu dengan Kanaya, beginilah bisnis jika dicampur dengan perasaan..." sungut Alin gemas. "Maafkan aku Alin, Lucy dan Amira...aku.." Savanna mera
Gerimis membasahi kaca jendela, pohon-pohon dan semua benda menjadi basah olehnya seperti air mata kesedihan yang membasahi hati yang sedang berduka. Tapi hujan dipagi hari adalah berkah, salah satu rahmat Allah yang diturunkan ke bumi. Hujan jatuh dari langit berasal dari awan yang terisi penuh dengan embun. Sebelum hujan turun, langit akan terlihat gelap dan mendung, setelah hujan terkadang akan tampak pelangi yang muncul membuat langit terlihat indah. Savanna berharap akan ada pelangi dihatinya setelah semua duka pergi.Ponsel Savanna bergetar, dilihatnya nama dilayar. Kanaya! "Assalamualaikum Savanna.." Kanaya membuat keputusan untuk menghubungi Savanna dipagi buta. "Waalaikumsalam, ada yang bisa kubantu Kanaya?" jawab Savanna dengan kening berkerut, biasanya Kanaya menghubunginya pada jam kerja bukan dipagi buta seperti ini. "Bisakah kita bertemu, ada hal penting yang ingin kubicarakan. Waktunya menyesuaikan jadwalmu saja..." Kanaya member
Negeri kincir angin dan bunga tulip adalah fashion show terakhir di Eropa.Batik tulis Indonesia sangat diminati masyarakat dunia, khususnya Eropa. Belanda adalah negara yang tak asing untuk telinga orang Indonesia bahkan negara ini pernah menjajah negeri tercinta hampir 350 tahun. Empat generasi, menurut sejarah yang menaikkan kota amsterdam ke permukaan laut adalah emas dari Indonesia. Negeri zamrud katulistiwa bahkan tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Savanna beruntung hidup dinegeri dua musim ini dan bangga setiap kali memperagakan busana batik tulis warisan budaya leluhurnya. "New Age of Yogyakarta", by Rio Stefan akan menyajikan karyanya yang terinspirasi dari traveller yang modis. Batik tulis dari Yogyakarta ini siap dalam ajang pameran budaya Indonesische Culturele Maand yang berlangsung di kota Best, Belanda . Sebanyak 40 kain dan 50 busana akan dipamerkan di ajang pameran budaya Indonesia tersebut. Selain memamerkan kain dan sejarah motifnya, di ajang pameran b
Hubungan Thoriq dengan Umi rusak, bertambah parah dengan adanya berita di media yang menyangkut Savanna dan Edward. Umi tak bicara apa-apa namun sebuah tabloid yang menjadikan foto Savanna dan Edward sebagai cover utama menjelaskan semuanya. Tabloid itu kini tergeletak diatas meja ruang keluarganya. Seseorang sengaja menaruhnya disana, entah siapa. Pastinya Umi, Abi dan seluruh keluarganya sudah mengetahuinya. "Melepas Kanaya dan memburu gadis yang tak jelas!" gumam Umi saat Thoriq lewat, Abi hanya menggelengkan kepalanya. Entah sampai kapan sikap Umi seperti itu, Abi belum punya cara untuk mendamaikan keduanya. Umi lebih banyak diam dan menghindarinya. Umi selalu punya alasan untuk menolak jika Thoriq mengajaknya bicara, Umi juga bilang sedang tak ingin diganggu jika didatangi ke kamarnya bahkan Umi pura-pura tertidur. Pusing menghadapi perempuan, tidak Umi tidak Savanna keduanya membuat kepalanya pusing. Kini waktunya dihabiskannya untuk fokus pembangunan pesantren
Pukul 12.40 (GMT +2) pesawat landing di Bandara Internasional Malpensa-Milan-Italy. Savanna mempersiapkan barang bawaannya, dari kaca jendela pesawat Savanna melihat awan putih berarak dan hamparan pegunungan yang menghijau, indahnya hari ini. Dihembusnya nafas panjang. Hari baru, semangat baru semoga semuanya berjalan lancar, doanya. Diruang tunggu managemen Hanny Hananto sudah menunggunya, seorang wanita memperkenalkan diri sebagai managernya. "Verga..." wanita cantik itu mengulurkan tangannya dengan sepotong senyum manis. Orang Italia cenderung berbicara dengan gerakan tangan dan ekspresi muka yang menonjol sehingga terlihat sangat ekspresif. "Savanna..." Savanna menyambut uluran tangan Verga dan memeluknya hangat. " Nama yang cantik, serasi dengan-ku." "Serasi..?" kening Savanna berkerut, tak mengerti apa yang dimaksud Verga. "Savanna artinya padang rumput luas tak berpohon sedang arti namaku dalam bahasa Italy adalah tongkat gemba
Trending Topic hari ini, sepuluh pemuda seluruh dunia yang masuk seleksi untuk di didik menjadi asisten Imam Masjidil Haram salah satunya dari Indonesia yaitu Muhammad Thoriq Al-Farisi! Mereka berdiri berjajar dengan baju gamis putih dengan keffiyeh (sorban Arab) ala model Omar Borkan Al-Gala. Terlihat trendi, Kakak sangat tampan dengan wajah bersih terbasuh air wudhu. Laki-laki yang dikaguminya adalah pemuda sepuluh besar dunia yang masuk seleksi pemerintah Arab Saudi. Pemuda tampan dari keluarga baik-baik yang sangat menjaga diri. “Semua bintang pudar cahayanya dihadapanmu, termasuk diriku. Aku hangus terbakar dan menjadi abu. Jika saja aku memiliki satu kesempatan, akan kuperbaiki semua yang telah kuhancurkan....” pandangan Savanna menerawang, bahagia dan pedih bergantian dihatinya melihat wajah itu di layar kaca. Jarak akhirnya membuat dirinya dan Thoriq berjauhan tapi hati keduanya lebih jauh dari itu. Savanna tidak marah ketika Umi tidak menyetujui
Abi masuk rumah sakit, jantungnya anfal. Segala peralatan medis dipasang ditubuh Abi termasuk alat pacu jantung tetapi jantungnya semakin lemah. Umi memegang tangan Abi, dingin. Seluruh keluarga berkumpul diluar, hanya Umi yang di ijinkan menunggu, jika yang lain bezuk mereka masuk bergantian. Thoriq baru malam ini pulang dari Arab Saudi, saat ini Umi sangat membutuhkan kehadiran anak laki-lakinya. Tempatnya bersandar selain Abi, anak lelaki yang ia sayangi. Dua hari sebelum Abi anfal ia berwasiat pada Umi, agar tak lagi menghalangi cinta Thoriq dan Savana. Agar Umi merestui pernikahan Thoriq dan Savana. Air mata Umi meleleh, beratnya menjalankan amanah Abi. Ditatapnya laki-laki yang terbaring pucat dan lemah, laki-laki yang bersamanya selama 30 tahun. Semuanya seperti baru kemaren, betapa singkatnya waktu merenggut semuanya. Abi yang penuh kasih sayang, sabar dan selalu mengalah pada Umi. Abi tempatnya bersandar kini terbaring lemah tak berdaya, betapa rapuhny