Share

Part-9 Lonely

Sendiri dalam temaram, Savanna melihat lampu berkelap-kelap diluar lewat kaca apartemen juga cahaya bintang-bintang, cahaya yang terang dikejauhan tak tersentuh. Ia sedih, terpuruk dan tak tahu harus bagaimana. Jika mati akan mengusir duka ini rasanya ia ingin memilih mati saja. "Tuhan, kenapa Engkau datangkan Muhammad Thoriq untuk kucintai, kami terlalu banyak perbedaan. Ibunya tak menyukaiku karena aku tak pantas untuknya" Air matanya kembali meleleh, tak lagi mampu mengendalikan perasaannya. Predikat model profesional dengan segudang prestasi yang sudah keliling dunia seakan tak berbekas. Wanita adalah tetap wanita apapun profesinya, ia akan meneteskan air mata saat tak mampu mengendalikan perasaan sedihnya. Kata-kata Umi Thoriq terus terngiang ditelinganya, tak bisa lepas dari pikirannya. Ia merasa lelah dan tak tahu harus berbuat apa.

"Cinta diantara kita tak memiliki tempat. Apakah saat bersamanya kau memanggil namanya seperti ketika memanggilku, humairah. Apakah perasaanmu sama saat bersamanya seperti bersamaku? Apakah kau tetap akan bermain aman disana jika kukatakan aku rela mati untukmu...? Aku tak sanggup menghadapi ini sendiri, aku membutuhkan tangan kekarmu untuk membimbingku ke arah sinar yang lebih terang".

"Ya Allah, jika memang dia bukan untukku jauhkan dia dariku dan beri kesanggupan aku melupakannya tapi bagaimana caranya...?" kelopak matanya sembab, nyaris bengkak karena air mata yang deras mengalir.

Semua orang kini tahu namanya, hidupnya terkenal dan bergelimang harta tapi hari ini ia merasa sendiri. Ingin berbagi perasaan tapi tak tahu siapa yang harus dihubungi, Mama, Alin, Monika atau Thoriq...? Sungguh tak mungkin. Savanna menatap wajahnya dicermin, terlihat pucat dan tanpa semangat. Ia hampir tak mengenal dirinya sendiri, wajah model profesional yang singgah di hampir semua kota mode dunia. Semua terlihat tak lagi sama dalam pandangannya, ia hanya manusia biasa yang juga memiliki rasa kecewa dan putus asa. Saat seperti ini segala yang dimiliki seperti tak ada gunanya. Dirinya adalah model terkenal tapi tak cukup pantas untuk menjadi menantu seseorang. Ia merasa begitu sendiri dan kesepian, mungkin ini harga yang harus dibayar untuk semua ketenaran dan pilihan hidupnya. Kini ia terlihat bodoh karena harus bersembunyi dari semua orang atas hatinya yang rapuh, mereka hanya boleh melihat senyumku bukan air mataku!

*****

Sudah tiga hari Savanna menghilang, ketika Alin dan Lucy mendatangi rumahnya Mamanya bilang gadis itu sedang Fashion Show ke Sangapore. Alin dan Lucy hanya mengangguk, tak berani bicara yang sebenarnya. Takut Mama Savanna shock jika tahu Alin dan yang lain juga mencarinya.

Alin mengajak Lucy ke apartemen Savanna, alternatif terakhir mencari gadis itu. Biasanya Savanna menyendiri disana saat kalut karena tak ingin Mamanya tahu kesedihannya. Suara ketukan pintu tak ada yang menyahut, ponselnya juga sudah dua hari tidak aktiv. Alin dan Lucy saling pandang didepan pintu apartemen Savanna, apa yang terjadi dengan gadis itu...? Akhirnya Alin dan Lucy meminta bantuan Resepsionis untuk membuka pintu apartemen Savanna.

Ketika pintu terbuka Alin mendapati Savanna sedang meringkuk di spring bed-nya dengan wajah pucat dan terlihat kacau. Apartemennya berantakan, bekas sisa makanan dan minuman berserakan diatas meja, piring dan gelas kotor menumpuk ditempat cucian dengan kran air yang masih menyala. Popcorn berserakan dilantai sebagian di spring bed dengan teve yang masih menyala. Alin dan Lucy bingung dan prihatin, sungguh keadaan apartemennya sangat kacau. Kata resepsionis sudah tiga hari Savanna tak mengijinkan petugas kebersihan masuk ke apartemennya. Dihampirinya gadis yang meringkuk, dibalikkannya badannya namun Alin dan Lucy sungguh terkejut, wajah itu begitu pias dan lemah, tarikan nafasnya sangat lambat. Alin dan Lucy panik, ditelponnya bagian emergency apartemen untuk membawa gadis ini kerumah sakit. Diruang tunggu rumah sakit Alin dan Lucy kebingungan siapa yang harus dihubungi.

"Kenapa kita tidak telepon Mamanya saja Alin..." saran Lucy.

"Tidak, kau lihat panggilan tak terjawab dari handphone ini, banyak sekali termasuk dari Mamanya. Aku hanya akan mengabari Mamanya ketika Savanna sudah baikan, aku tak ingin melihat wanita itu hancur melihat anaknya seperti ini..." tiba- tiba telepon Savanna berdering, tertulis di layar "my love" Alin langsung mengangkatnya.

"Assalamualaikum..." suara Muhammad Thoriq, Alin mengenal suara tebal itu. Suara yang membuat Savanna hilang akal, semua tentang Muhammad Thoriq membuatnya hilang akal. Alin hanya menggelengkan kepalanya, tak paham!

"Waalaikumsalam..." jawab Alin berbaur rasa, ini pasti ulah dia. Alin tak pernah melihat Savanna seperti ini, selama ini gadis itu begitu tegar dan bersemangat. Sekarang layu, seperti burung kehilangan sayap.

"Bisakah saya bicara dengan Savanna, maaf Anda siapa ya...?" Thoriq lega, sudah tiga hari Savanna tidak mengangkat teleponnya.

"Savanna ada dirumah sakit, dia sedang sekarat. Saya managemen-nya" jawab Alin kesal, dari awal Alin kurang setuju modelnya menjalin hubungan dengan Qori itu namun Savanna tak bisa dihentikan. Akhirnya yang ditakutkannya terjadi. Alin hanya bisa menghembuskan nafas panjang, prihatin, kesal, marah dan segala rasa tak nyaman campur aduk.

"Apa...?" suara itu tampak panik.

"Saya akan segera datang, tolong sebutkan nama rumah sakitnya" Thoriq panik.

Alin dan Lucy keluar ruangan ketika pemuda itu datang, keduanya duduk di kursi teras ruangan. Masa krisis Savanna telah lewat, tinggal pemulihan namun tubuhnya begitu lemah, sesekali matanya terbuka namun menutup kembali. Savanna melihat Alin dan Lucy namun tak berkata apa-apa, sepertinya ia tak ingin hidup lagi. Dokter mengatakan Savanna mengidap tukak lambung akut karena hidup tak terarur dan makan sembarangan. Seandainya situasinya tak seperti ini Alin pasti sudah tertawa terbahak mendengar keterangan dokter. Savanna adalah orang yang sangat disiplin waktu dan makanan, bahkan ia menerapkan food combaining dalam pola makannya. Pola makan sesuai enzim bekerja, karena jika pola makannya ngawur dan banyak enzim yang bekerja secara bersamaan akan membuat orang mengantuk setelah makan. 

"Karbohidrat itu tidak bisa ketemu dengan protein Alin, lauk hewani itu hanya serasi dimakan bersama sayuran dan buah. Kesehatan itu segalanya Alin untuk itu kita harus menjaganya, itu juga bukti syukur kita kepada Allah dengan menjaga tubuh kita..." namun dalam keadaan stress Savanna melupakan disiplinnya, Alin hanya bisa menggelengkan kepalanya, tak paham.

Wajah cantik Savanna pias, tangannya terkulai lemah hati Muhammad Thoriq gerimis melihatnya. Apa yang terjadi dengan gadisnya, apa seseorang ada yang mengabarkan lamarannya dengan Kanaya...? Thoriq tak ingin menjadi anak durhaka, tak mau menyakiti hati Kanaya yang menunggunya, ia harus memutuskan. Tapi melihat keadaan Savanna seperti ini hatinya hancur, jiwanya melemah. Seandainya bisa, ingin rasanya ia memindahkan sakit yang diderita Savanna ketubuhnya. Selama ini Savanna sudah banyak mengalah dan berkorban, tak pernah memprotes apapun yang dikatakannya. Mengurangi jadwal show, memilih hanya busana sopan untuk peragaannya, memilih iklan yang pantas untuk seorang muslimah. Semua yang dikatakan Thoriq diturutinya tanpa banyak membantah, Savanna gadis yang sangat penurut.

Thoriq banyak mengatur hidupnya, Savanna ikhlas karena itu untuk perbaikan hidupnya kedepan. Tapi apa yang didapatkannya setelah semua perintah ia lakukan...? Pemuda itu meninggalkannya dengan seseorang yang lebih baik dan direstui oleh kedua orang tuanya. Thoriq tak pernah berkata apa-apa padanya, ia akan pergi dengan diam-diam dan tak menganggapnya ada. Savanna ingin mengerti dan menerima semua yang terjadi tapi ternyata mentalnya tak sanggup menerima, ia terlalu mencintai Muhammad Toriq. Diamnya menghancurkan dirinya sendiri. Rasanya seluruh aliran darahnya berhenti tiba-tiba, ia baru pertama jatuh cinta, tak siap kehilangan. Kedatangan Umi yang tak menginginkannya, segalanya terlalu berat untuk diingat, tak sanggup dijalani.

"Pergilah, aku tidak apa-apa" Savanna menghindari tatapan Thoriq.

"Anda harus janji untuk sembuh" Thoriq menghembuskan nafas berat.

Diambilnya tangan yang terkulai itu, selama menjadi kekasihnya baru sekali ini Thoriq memegang tangan gadisnya. Lelaki dan perempuan tak boleh bersentuhan kecuali sudah halal sebagai suami-istri. Thoriq hanya ingin menyalurkan kehangatan ditangan yang dingin itu, memberinya kekuatan agar bangkit. Gadisnya yang penuh semangat, model profesional yang tengah naik daun kini terlihat pias dan terkulai tak berdaya. Tubuh Savanna menghangat seperti ada aliran darah lain melewati setiap kelenjar ditubuhnya, ia seperti memiliki kekuatan untuk bangkit, dibukanya matanya dan terkejut melihat siapa yang sedang menggenggam tangannya, air matanya menetes dipipi melihat senyum itu. Senyum yang begitu dirindukan, wajah yang sangat ingin dilihat dalam sebulan terakhir ini namun ketika mengingat lelaki ini akan menikah semangatnya kembali luruh. Ditelannya saliva yang terasa pahit, air matanya terus menetes. 

"Apa yang salah denganku Thoriq, aku begitu tulus mencintaimu bahkan menuruti semua kemauanmu ternyata kau hanya musang berbulu domba, kau bajingan! Kau mau menikah tapi tak bicara apa-apa padaku, kau menyimpan gadis yang lama menunggumu. Kau pembohong, aku benci penghianatan!" namun kata-kata itu hanya tersimpan dalam hatinya, ia tak mungkin memaki pemuda cinta pertamanya.

"Pergilah, aku tidak apa-apa " ditariknya tangannya dalam genggaman Thoriq, namun pemuda itu memegangnya lebih kuat.

"Anda harus janji tidak seperti ini lagi, aku menghawatirkanmu...." Thoriq menatap penuh harap, Savanna memejamkan mata dengan air mata terus menetes. Ia tak siap kehilangan pemuda ini, ia sangat mencintainya meski tak ada gunanya lagi. Ia ingin berhenti menangis tapi tak bisa.

"Jangan menangis lagi..." diusapnya air mata yang meleleh di pipi gadisnya, ingin didekapnya Savanna agar ia mendengar degup jantungnya, bahwa debaran itu hanya untuknya.

"Aku akan baik-baik saja, pergilah..." Savanna tak tahan melihat wajah dihadapannya. Sepasang mata itu kini sama terlukanya seperti dirinya. Tapi pemuda itu tetap tak mengatakan apapun, tidak salam perpisahan atau yang lainnya. Thoriq tetap diam, menatapnya tak berkedip. Tak seperti biasanya, hanya menatap sekejap. Kini semua tatapan itu untuk-nya namun Savanma memilih memejamkan kedua mata, ingin pingsan dan tak bangun lagi.

"Aku tak pantas minta maaf tapi maafkanlah aku " suara Thoriq tercekat.

"Aku memaafkanmu..." Savanna membuka matanya, tidak ada senyum dibibirnya.

"Suatu saat akan kujelaskan padamu, beri aku waktu..." Thoriq memohon.

"Tidak perlu, sudah ada yang menjelaskan padaku. Semoga anda dan Kanaya bahagia.." air mata kembali menetes.

Aku hanya ingin menikahimu, tak ada wanita lain dihatiku. Kaulah yang pertama dan terakhir, selamanya! Namun Muhammad Thoriq hanya berkata dalam hati. Tak mampu mengucapkannya, takut melukai, takut tak bisa memenuhi janjinya. Ponselnya berdering, dilihatnya nama dilayar. Kanaya!

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status