Share

Part-19 Cinta Edward

Los Angeles "Siapa yang tidak pernah mendengar nama kota ini...? Los Angeles adalah pusat hiburan dunia barat. Kota yang dijuluki city of stars ini memiliki banyak studio produksi besar, agen, Hollywood Walk of Fame, Casino. Cuaca yang indah hampir sepanjang tahun dan mansion mewah yang tersembunyi di perbukitan membuat kota ini menjadi impian bagi yang mengejar kemewahan, kesenangan dan kebebasan. Kota Los Angeles mengidentifikasi akhir pekan ketiga bulan Maret dan Oktober sebagai awal Pekan Mode dan hebatnya melarang bulu hewan sebagai busana.

Alexandria Ballroom meriah oleh peragaan busana batik tulis Hanny Hananto. Batik dengan warna klasik menempel mewah di tubuh seorang model Savana Halina Putri, wajahnya yang eksotik timur membuatnya berbeda. Di runway Savana berpasangan dengan Omero Garcia, model pria Itali yang digilai para wanita. Postur proporsional dengan sepasang bola mata coklat bersinar. Omero sangat percaya diri sehingga auranya menular pada Savana. Keduanya menuju runway dengan berpegangan tangan, sesekali saling menatap membuat gemas para hadirin. Tepuk tangan meriah mengiringi kedua model hingga turun panggung.

Ketika sampai di hotel Edward sudah menunggu di loby. Penampilannya mengagumkan dalam balutan jas mahal yang pas ditubuhnya dengan postur tinggi menjulang dan atletis, diumurnya yang ke tiga puluh tahun Edward sudah menjadi pemilik Holding Company dengan anak perusahaan yang menggurita dibawah bendera Golden World. Separuh populasi wanita dunia menginginkan lelaki seperti Edward kecuali Savana karena ia menginginkan seorang imam! Namun hidup terus berjalan, Savana harus realistis. Hampir setahun Savana berusaha keras melupakan Thoriq, membuang jauh kenangan bersamanya dan mulai membuka hatinya untuk Edward. Berdoa semoga Thoriq mendapatkan kebahagiaan dan menemukan jodohnya sesuai yang diinginkan keluarganya. Savana ingin terbebas dari bayang-bayang Thoriq karena setiap mengingat pemuda itu air matanya menetes, cinta dan kesedihannya tak pernah padam.

"Hai....Edward, senang bertemu denganmu. Bagaimana kabarmu....?" Savana mengukir senyum manis.

"Kabar baik honey, aku merindukanmu.." Edward menatap penuh rindu.

"Terima kasih Edward..." Savana kembali mengukir senyum.

Ketika Savana duduk Edward memegang jemarinya. Edward mengeluarkan kotak kecil, kemilau hijau permata memancar dalam kotak tersebut. Emerald Colombia!

Zamrud memiliki warna hijau hingga hijau tua yang terbentuk karena hasil dari kelumit kromium sehingga menghasilkan warna yang sangat cantik. Tak ada yang bisa menandingi keindahan Zamrud Colombia. Warna hijaunya yang sangat tajam tapi bening seperti kristal membuat batu permata ini menjadi buruan para kolektor perhiasan dunia. 

"Edward, ini terlalu indah buatku...." Savana tercekat. Ini cincin kedua yang diberikan Edward untuknya, pertama adalah cincin berlian yang diberikannya di Paris. 

Edward selalu memberinya hadiah-hadiah mahal. Permata dunia dalam genggamannya tapi sepotong hati tak mampu ia tundukkan. Sepotong hati rapuh yang membutuhkan seòrang Imam untuk bersandar.

"Kau layak menerimanya Honey, semua permata terbaik didunia layak untuk diperjuangkan...." Edward menatapnya kagum, wajah eksotik yang sangat dirindukannya.

Hatinya bertekad untuk merebut hati gadis dihadapannya ini. Edward adalah pemilik holding company sekaligus negosiator ulung yang pantang menerima penolakan dalam bentuk apapun! Untuk Savana, Edward hanya perlu waktu. Wanita menyukai permata dengan permata itulah Edward masuk mengetuk pintu hati Savana.

"Edward...." Savana menunduk, kehilangan kata-kata. Edward pria yang baik dan sabar menunggunya, Savana sering merasa bersalah mengabaikan Edward.

"Aku sungguh senang jika kau menyukai pemberianku...."

"Edward jangan terlalu baik padaku, aku tak mau membuatmu kecewa karena tak bisa memberimu lebih..."

"Aku tidak menuntutmu lebih, bersamamu itu lebih dari cukup...." Edward meyakinkannya.

"Edward.....aku perlu waktu..." entah sampai kapan, kata-kata itu selalu diulangnya jika bersama Edward kadamg Savana malu menyadari kelemahan dirinya.

Seorang pria bangsawan pemilik Holding Company mengharapkan cintanya, menunggunya hingga waktu tak terbatas. Pria yang selalu membuatnya tertawa dan memberinya barang-barang mahal termasuk permata terindah didunia. "Apa yang kurang dari Edward....?"

"Savana, apa yang kau pikirkan...? Anggap ini permata indah dari seorang sahabat.." mata biru Edward menatapnya lekat.

"Aku memikirkanmu Edward..." lirih suara Savana, ragu dan tak yakin sepenuhnya dengan ucapannya sendiri.

Savana begitu mencintai Muhammad Thoriq, dalam dirinya ia menemukan seorang imam untuknya tapi Umi tak menginginkannya. Edward beserta keluarganya menerima dirinya apa adanya. Tuan dan Nyonya Ferguson yang baik dan Emily yang bermata biru. Bahkan Emily sudah menganggapnya seperti kakaknya, gadis ABG yang cantik dan ramah. 

"Aku ingin kau memakai Emerald Colombia ini...." diraihnya jemari gadis itu dan dipakaikannya cincin indah itu di jari manisnya.

"Undangan pernikahan seorang teman, aku ingin pergi bersamamu malam ini.." Edward menunjukkan sebuah undangan mewah berwarna gold.

"Baiklah Edward, aku akan menyiapkan diriku" Savana pamit kekamar hotelnya untuk menyiapkan dirinya pada sebuah pesta pernikahan.

......

Pesta pernikahan sahabat Edward dilaksanakan di sebuah hotel bintang lima. Bunga segar menghiasi sepanjang jalan menuju ballroom. Begitu melihat Edward dan Savana puluhan mata menatapnya iri, khususnya para gadis. Edward tak melepaskan pegangan tangannya sampai bertemu kedua mempelai, mereka saling memberi salam hangat. Savana terus mengukir senyum, wajahnya yang eksotik kian berkilau.

Edward menggandeng tangan Savana menuju meja hidangan, tanpa malu ia mengambilkan beberapa makanan dipiring kecil untuk diberikan pada Savana. Satu-satunya gadis yang membuatnya jatuh cinta tanpa syarat. Sejak melihat Savana di peragaan Busana di London Edward tak pernah berhenti mengaguminya. 

"Terima kasih Edward, kita bisa menyuruh pelayan atau nanti aku akan mengambilnya sendiri..." pipi Savana merona. 

"Tidak Honey, aku ingin melayanimu.." Edward menatap lembut. 

"Edward..." Savana salah tingkah, seorang pria bangsawan rela melayaninya, apa kata dunia...? 

"Tifany adalah mantan kekasihku, aku pernah tinggal bersama selama dua tahun dengannya. Aku senang akhirnya dia menemukan jodohnya dan menikah...." Edward bercerita tanpa diminta, Savana hampir tersedak mendengar cerita itu. 

"Dia cantik dan terlihat baik, kenapa kau tidak menikah dengannya...?"

Savana mengambil sepotong kue kecil untuk menutupi kegugupannya. 

"Aku tidak pernah ingin menikah hingga bertemu denganmu..." mata biru Edward menatap penuh harap. 

Savana meraih segelas air putih, ia tak mau tersedak dua kali mendengar kata-kata Edward. Mendengar kata hidup bersama tanpa pernikahan saja perutnya sudah mual, walaupun ini bukan kali pertama ia mendengarnya. Teman-temannya sesama model yang tinggal di Milan dan Los Angeles juga melakukan hal itu. Bahkan ada beberapa model pria di Milan juga mengajaknya hidup bersama tapi Savana bergidik membayangkan hidup bersama tanpa pernikahan. 

"Honey...hai...kau selalu melamun saat aku ada di hadapanmu. Jangan katakan kau mengingat dia lagi..." Edward menyentuh lengannya. 

"Tidak Edward, ceritamu membuatku terkejut..." 

"Tentang hidup bersama sebelum nikah...?" 

"Sejujurnya ya..." Savana menunduk, menghindari tatapan Edward. 

Video youtube ustad Somad yang pernah ditontonya mengatakan, bahwa anak yang dilahirkan dari hubungan diluar nikah tak bernasab, baik dengan ayah kandungnya maupun ibu yang melahirkannya sekalipun kedua orang tuanya nantinya akan menikah. Dan ayahnya tidak bisa menjadi wali pernikahan jika anak yang dilahirkannya perempuan, sungguh mengerikan!

" Di London tempat kelahiranku itu sudah biasa, anak umur 18 tahun sudah bisa mandiri dan tidak menjadi tanggung jawab orang tua..." 

Sex tanpa nikah adalah hubungan percintaan yang dikenal Edward saat umurnya belasan tahun, bahkan beberapa kali Edward terbangun dari tidurnya tanpa busana dengan seorang gadis yang tak dikenal namanya. Pulang dari bar atau usai pesta dansa, para gadis sengaja menawarkan diri untuk tidur bersamanya tanpa imbalan apapun. Wanita dalam pikirannya begitu murah dan mudah sampai ia bertemu Savana. Savana hanya mengijinkannya menyentuh tangannya, selalu menghindar saat Edward ingin menyentuhnya lebih jauh. 

"Jangan kawatir, aku hanya mengajakmu menikah atas persetujuanmu.." Edward mengoreksi kata-katanya, setiap bicara tema pernikahan wajah Savana selalu berubah gugup.

"Edward..." Savana serba salah.

"Oke, aku tak akan bahas ini lagi. Sekarang tersenyumlah, kau terlihat sangat cantik jika tersenyum..." Edward menetralisir suasana tapi wajah gadis itu malah terlihat muram, Edward menyesal kenapa harus menyinggung masalah pernikahan.

Tepat pukul 11.30 Savana sampai kekamar hotel, ia bersyukur Edward menepati janjinya. Baru saja ia menutup pintu kamar ketika ponselnya bergetar, sambil duduk diatas kasur diambilnya ponsel dari tas tangannya. Dadanya bergetar melihat nama yang tertera di layar ponselnya, Thoriq! 

"Assalamualaikum Savana..." suara tebal itu begitu dirindukannya, seketika wajah Edward dan mata birunya punah dari memorinya. 

"Waalaikumsalam, Kakak apa kabar..?"

"Alhamdulillah baik, bagaimana denganmu...?" 

"Alhamdulillah baik juga, Kak maafkan aku..." 

"Sudahlah, lupakan yang sudah terjadi.." 

"Kakak tidak marah lagi...?" 

"Aku tidak bisa marah padamu Savana." 

"Tapi Kakak tidak mengangkat telepon dan membalas watsapp-ku..." Savana merajuk. 

"Aku perlu waktu Humairoh..." 

Humairoh, membuat perasaan Savana melayang. Itulah panggilan kesayangan Thoriq untuknya. 

"Halo...." 

"Ya Kakak..." 

"Kok diam..." 

"Tidak apa-apa..." Savana masih gugup dan tak tahu harus berkata apa. 

"Aku kangen bangku dibawah pohon flamboyan..." Thoriq tertawa menggoda. 

"Kakak...!" teriak Savana gemas. 

"Maksudku, gadis yang duduk

dibangku dibawah pohon flamboyan.."

"Kakak, jangan menggodaku" pipi Savana merona.

"Tidak, aku sedang mengatakan yang sebenarnya." 

"Baiklah..." 

"Apakah kau masih di Milan...?" 

"Ya tapi sekarang lagi peragaan busana di Los Angeles selama tiga hari." 

"Sepertinya kau menikmati hidupmu Humairoh..." ada sesuatu yang tak nyaman dihati Thoriq namun ia tak bisa berbuat apa-apa.

"Ya Kakak tapi hidup terbaik ada disampingmu..." dorongan hatinya sulit untuk dikendalikan, apa yang tersurat meluncur saja lewat bibirnya padahal baru sejam yang lalu Savana menerima cincin Emerald Colombia dari Edward. 

"Sungguh..?" dada Thoriq bergetar. 

"Sungguh Kakak..." 

"Terima kasih Humairoh, kali ini aku akan menyampaikan berita penting kepadamu..." 

"Berita apa Kakak?" hati Savana deg-degan. 

" Abi sudah meninggal seminggu lalu.." 

"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, kenapa Kakak baru kasih tahu sekarang. Aku pasti bukan orang penting yang harus tahu berita keluarga Kakak..." Savana sedih. 

"Bukan begitu, maafkan aku.." Thoriq serba salah. 

"Ya Kakak, tidak apa-apa...." Savanna menetralisir suasana. 

"Sudah dulu ya, assalamualaikum.." 

"Waalaikumsalam.." 

Savana merebahkan dirinya diatas pembaringan, sepasang bola matanya menatap eternit. Hari ini semua perjuangannya membuka lembaran baru bersama Edward menjadi sia-sia. Dan cincin bermata zamrud hijau pemberian Edward jadi tak bermakna seberapapun mahalnya. Tapi Edward sudah memakaikan dijari manisnya, hadiah dari seorang sahabat terbaik katanya.

Air matanya meleleh hanya mendengar suara pemuda itu, cintanya tak pernah padam, rindu dan hasrat bergelora menjadi satu. Thoriq tidak mengatakan akan kembali tapi Savana merasakan kasih sayang yang begitu tulus dalam suaranya. 

"Kakak, seandainya ada kehidupan kedua setelah ini, aku tetap ingin ditakdirkan menjadi istrimu..." air matanya meleleh oleh rasa bahagia dan sedih yang datang silih berganti. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status