Share

Arloji Hadiah

last update Last Updated: 2022-07-26 16:00:15

"Bang Zaidan makan dengan teman-teman kantornya, Kak. Bukan dengan aku."

Akhirnya Hanun memilih untuk berkata jujur sesuai dengan pemikirannya. Tak mungkin dirinya mengaku ikut menikmati makan malam di sana dengan suaminya saat itu. Pasti Ratna kaan bertanya rasa makanan di sana, sedangkan dirinya sama sekali belum pernah mencicipinya.

"Oh, Kakak pikir denganmu. Ya sudah kalau begitu. Kakak pulang dulu! Kepala tenggirinya sudah Kakak siapkan. Takut diangkut kucing nantinya kalau kelamaan. Assalamu'alaikum," ujar Ratna seraya bergegas pergi.

Sementara itu hati Hanun meringis. Ada yang janggal dengan berita yang dikabarkan Ratna tadi. Dengan siapa Zaidan menikmati makan malam itu?

Tak mungkin rasanya jika suaminya itu menikmati makan malam dengan teman-temannya. Hanun tahu jika lembur tak akan selesai sebelum jam sembilan lama paling cepat. Tak mungkin rasanya mereka akan memulai makan malam di jam selarut itu. Lagi pula Zaidan tak pernah menyinggungnya sama sekali.

Menuduh Ratna mengada-ada rasanya tak mungkin juga. Tak ada kebohongan di wajah wanita itu saat mengabarkannya tadi.

Artinya Zaidan menutupi hal makan malam itu kepada dirinya. Mengapa? Kecurigaan Hanun atas diri suaminya itu semakin menguat. Laki-laki itu mulai tak jujur dan berbohong pada dirinya. Entah sejak kapan, Hanun pun tak paham. Hanya saja beberapa petunjuk, jelas menunjukkannya. Hanun tak mungkin salah. Suaminya telah berubah. Lelaki halalnya tak lagi jujur lagi padanya.

Hanun masuk ke dalam rumah kembali dengan perasaan yang gundah gulana. Ada belati yang seolah mengiris hatinya saat beberapa kejadian terjadi secara bersamaan hari ini.

Melewati hari tanpa melakukan apa pun. Hanun memilih kasur sebagai tempatnya merenungi perubahan-perubahan yang dirasakannya pada diri sang suami. Sudah berapa lama ini terjadi? Apa mungkin dirinya saja yang baru menyadari?

Di atas hamparan sajadah panjangnya, Hanun menumpahkan rasa gundahnya. Meluapkan kegelisahannya. Bahkan mengadukan resahnya. Sampai akhirnya, Hanun meminta petunjuk terbaik yang harus dilakukannya.

Setelah sepuluh tahun bersama, apakah badai ujian rumah tangga akan mengguncang mereka kali ini? Apakah ujian itu harus juga Hanun lewati? Nuraninya berbisik dengan sendunya, ada sesuatu yang telah terjadi pada ikatan halal mereka. Tak mungkin salah. Firasatnya sebagai istri tak akan salah menerjemahkan fakta.

"Abang, lemburnya lancar?" tanya Hanun saat menyuguhkan segelas kopi susu kepada suaminya.

Penunjuk waktu di dinding di ruang keluarga mereka menunjukkan pukul sepuluh malam. Zaidan baru tiba di rumah sekitar setengah jam yang lalu. Laki-laki itu membersihkan tubuh dengan air hangat yang telah disiapkan oleh Hanun. Kebiasaan yang sudah berlangsung sejak bertahun-tahun lalu itu tak pernah berubah.

"Lancar, Dek. Ada apa?" tanya Zaidan dengan jemari yang bergerak lincah di atas layar pipih di genggaman tangannya.

"Bertanya saja. Karena pasti lembur yang terlalu sering akan membuat jenuh. Benarkan, Bang?" ujar Hanun sembari mendudukkan tubuhnya di sofa yang tak jauh dari sang suami berada.

"Berusaha dinikmati saja agar tak jenuh. Adek belum tidur?" tanya Zaidan seraya meletakkan gawainya di atas meja dan meraih kopi susu yang baru saja disuguhkan istrinya itu.

"Belum. Boleh aku tahu, kapan Abang membeli arloji ini?" tanya Hanun seraya mengeluarkan sebuah kotak yang sempat membuatnya gelisah sejak tadi pagi.

Ada kegugupan yang berhasil Hanun tangkap dari raut wajah suaminya itu. Namun dengan cepat laki-laki itu berusaha menepisnya. Berusaha memperlihatkan reaksi yang biasa saja.

"Oh itu. Hadiah dari Pak Riki saat beliau pindah dulu," sahut Zaidan sembari menyeruput cairan dari cangkir yang ada di tangannya.

Nama laki-laki yang disebutkan suaminya itu memang merupakan mantan kepala cabang yang lama. Pimpinan yang cukup baik dan loyal kepada para pegawainya yang dinilai mempunyai kinerja dan loyalitas baik kepada perusahaan.

"Abang yakin? Mengapa selama ini Abang tak pernah cerita tentang arloji ini?" tanya Hanun kembali dengan rasa penasaran.

"Abang tak cerita? Mungkin saja. Bahkan Abang saja nyaris melupakannya. Dimana kamu menemukan arloji itu, Dek?" ujar Zaidan sembari mengulurkan tangan kanannya, berusaha meminta kotak arloji itu dari tangan sang istri.

"Di laci meja sudut kamar. Kenapa Abang bisa melupakannya? Bukankah ini arloji mahal? Abang pun tak pernah memakainya?" cecar Hanun sembari memicingkan matanya.

Mengapa tak pernah dipakai selama ini? Pertanyaan itu jelas-jelas membuat Hanun penasaran. Beda dengan batu satam yang diberikan Bu Indira, tak mungkin Hanun akan memakainya langsung.

"Karena arloji itu terlalu mahal untuk ukuran Abang rasanya, Dek. Abang agak sungkan jadinya."

Ucapan lelaki halalnya itu tak cukup untuk membuat Hanun puas. Keyakinannya semakin menguat. Lelaki ini sudah tak jujur padanya. Zaidan mulai membohonginya dan itu dilakukan entah sejak kapan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DUSTA SEORANG SUAMI   Cinta Terakhir (ENDING)

    "Kami sudah lama menikah, Wid. Lagi pula saat kami menikah, kamu sudah cukup banyak membantu. Tak perlulah dengan hadiah seperti ini lagi."Hanun sungguh berhutang budi kepada Widya. Dukungan Widya saat menjalani fase-fase sulit dalam hidupnya sungguh tak akan pernah mampu dibalas sampai kapanpun. Widya sama seperti ibunya, selalu mendukung keputusan apa pun yang diambil Hanun saat itu. Dan disinilah mereka berada ada saat ini. Di Parai Tenggiri Beach Hotel and Resort, kawasan wisata yang terletak di Sungailiat, Bangka Kepulauan Bangka Belitung. Lokasi wisata yang berjarak sekitar 50,9 kilometer dari Bandara Depati Amir Pangkalpinang, ibukota provinsi yang dijuluki negeri Serumpun Sebalai.Keindahan pasir putih dan bebatuan besar yang menghiasinya menjadi daya tarik tersendiri para wisatawan dari dalam dan luar negeri untuk kembali berkunjung di kawasan wisata ini. Pasir putih sangat kontras saat berpadu dengan air laut yang berwarna biru muda. Sebuah jembatan ka

  • DUSTA SEORANG SUAMI   Membuka Hati

    Wahyu, laki-laki yang tak lelah menunjukkan keseriusannya untuk mendapatkan hati Hanun itu merapatkan dekapan pada wanita halalnya. Memastikan tubuh wanita yang sangat dicintainya itu tak kedinginan oleh terpaan angin malam ini. Wanita yang telah dimintanya menjadi pelengkap separuh agamanya. Apalagi Hanun saat ini sedang mengandung tiga bulan, buah cinta mereka.Bukan waktu yang singkat bagi Wahyu untuk mendapatkan hati wanita idamannya ini. Butuh lima tahun sejak status janda disandang hingga akhirnya Hanun membuka hati untuk menerima sebuah komitmen baru dalam kehidupannya. Itu pun karena desakan sang ibu dan Widya.Kembali memori itu berputar di kepalanya. Bagaimana ibu yang sangat dihormatinya meminta agar hatinya dapat menerima kehadiran Wahyu, sosok yang secara terang-terangan menyukainya sejak masih berstatus sebagai istri Zaidan kala itu."Tak semua laki-laki akan menjadi pecundang, Nun. Ibu sudah tua. Entah berapa lama sisa usia wanita tua ini. Tak akan m

  • DUSTA SEORANG SUAMI   Mengenang Masa Lalu

    Hembusan angin pantai terpaksa membuat Hanun berkali-kali memegang erat kedua bagian sisi kerudungnya agar tidak membuat bagian lehernya kelihatan. Udara malam yang dingin ditambah deburan ombak pantai yang ada di hadapannya benar-benar dinikmati Hanun. Suara ombak yang pecah saat bertemu batu karang seakan mengantarkan Hanun pada kisah panjang hidupnya yang sungguh terlalu pahit untuk diingatnya kembali.Menyerahkan hati dan cintanya pada seorang laki-laki, mengabdikan seluruh hidupnya untuk rumah tangga yang ternyata pondasinya goyah saat badai menerpa. Bukan, itu bukan badai. Hanya hujan lebat yang harusnya tak meninggalkan jejak saat matahari kembali memancarkan sinar teriknya. Laki-laki yang dipujanya saat pertama kali mengenal cinta terlalu lemah untuk mengalah pada hujan lebat itu. Laki-laki itu tak cukup tangguh menerjang hujan yang seharusnya menjadi bukti bahwa dirinya cukup tangguh menjadi perisai bagi keluarga kecil mereka. Zaidan gagal untuk membuktikan b

  • DUSTA SEORANG SUAMI   Menata Hati

    Hanun terkekeh. Tak layak rasanya kalimat itu terdengar dari mulut laki-laki yang pernah meminta kesediaannya untuk dipoligami. "Bukankah Abang sendiri yang pernah meminta kesediaanku untuk diduakan? Dan aku rasa Abang cukup menikmati kekhilafan itu. Bukankah Abang menikmati saat-saat bersama dengan Rindu kala itu? Itu bukan khilaf, Bang! Itu perbuatan sadar yang Abang sengaja! Jangan buat aku ingin tertawa mendengar alasan yang sangat menggelikan ini, Bang!" Zaidan diam, tak mampu lagi berkata. Pukulan telak sudah dilemparkan Hanun kepadanya. Sungguh, Zaidan sangat menyesali semua yang sudah dilakukannya. "Kapan Abang akan menikah dengan Rindu?" tanya Hanun sembari memainkan gawainya.Menikah, mungkin itu yang diinginkan mereka selama ini. Mereka hanya menunggu waktu untuk mewujudkan impian yang sempat tertunda itu. "Rasanya tak ada niat untuk menikahi Rindu lagi, Dek. Abang hanya mencintai dirimu saja. Abang tak ingin wanita lainnya."Hanun hanya

  • DUSTA SEORANG SUAMI   Khilaf?

    Tak ada tanggapan dari bibir Rindu. Seolah wanita pecundang itu sengaja membiarkan orang-orang akan menganggap jika Zaidan merupakan suaminya. Padahal seharusnya wanita itu melakukan klarifikasi. Menjelaskan hubungan di antara mereka berdua. Tapi apa yang terjadi. Wanita itu malah menikmatinya.Hanun memilih masuk ke dalam mobilnya kembali saat Rindu berlalu dengan membawa lelaki yang pernah mengisi hatinya itu. Rumah sakit. Pasti itu yang menjadi tujuan wanita itu.Hati Hanun meringis. Belum pernah rasanya dirinya menjadi manusia yang egois seperti ini. Bahkan saat melihat kecemasan Rindu tadi, Hanun merasa seolah dirinya tak ada lagi arti dalam kehidupan laki-laki yang menyandang predikat sebagai ayah anaknya itu. Biarlah. Waktunya sudah habis untuk mendampingi lelaki itu. "Om Zaidan sering membicarakan tentang Tante dan Almira kepada saya."Hanun tersentak dari lamunannya kala mendengar ucapan Ilham itu. Entah berapa lama dirinya larut dalam kelebat bay

  • DUSTA SEORANG SUAMI   Suami?

    Hanun hanya duduk saja di sofa. Memperhatikan Almira yang sedang berbincang dengan ayahnya. Hanya mengamati saja, tidak untuk terlibat dengan mereka.Hari ini Hanun sengaja meluangkan waktunya. Hari Minggu yang seharusnya dapat dimanfaatkan Hanun untuk beristirahat di rumah melepas lelah setelah enam hari bekerja terpaksa diabaikan hari ini. "Ibu mau minum apa?" tanya Ilham, seorang pemuda yang sejak hampir sebulan ini menemani Zaidan setiap harinya. Pemuda yang masih tergolong keluarga jauh Zaidan itu tak keberatan melakukannya tentu saja dengan sejumlah imbalan."Tak usah, Ham. Tante sudah bawa," sahut Hanun sembari mengangkat botol minuman yang berisi air putih dengan tambahan beberapa potong buah strawberry, lemon dan kurma.Hanun kembali melemparkan pandangannya ke arah Almira dan Zaidan. Dua orang yang sedang duduk berhadapan di taman belakang rumah yang sebelumnya banyak dipenuhi koleksi tanaman hias miliknya.Sekarang hanya beberapa pot saja tanama

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status